Nasional

Biaya Politik Calon Bupati/Wali Kota Tembus Rp 30 Miliar, KPK Dorong Kesadaran Anti Korupsi Kepala Daerah

Kaltim Today
28 Agustus 2023 17:49
Biaya Politik Calon Bupati/Wali Kota Tembus Rp 30 Miliar, KPK Dorong Kesadaran Anti Korupsi Kepala Daerah
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. (Foto: Istimewa)

Kaltimtoday.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai biaya politik yang harus dikeluarkan oleh calon bupati atau wali kota, yang mencapai angka mencengangkan, yakni sekitar Rp 30 miliar. Temuan ini mengundang perhatian luas dari masyarakat terkait transparansi dan integritas dalam proses demokrasi serta berpotensi mendorong praktik-praktik korupsi.

Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, angka biaya politik yang mencapai Rp 30 miliar ini jauh melampaui gaji yang akan diterima oleh kepala daerah terpilih selama lima tahun masa jabatan.

Marwata mengungkapkan bahwa data yang dihimpun oleh KPK menunjukkan bahwa biaya politik yang dikeluarkan oleh calon bupati atau wali kota ternyata melebihi gaji yang akan diterima setelah terpilih. Bahkan, untuk level yang lebih tinggi, seperti posisi gubernur, biaya politik bisa mencapai angka mencolok, yaitu sekitar Rp 100 miliar. Di tingkat nasional, biaya politik untuk pemilihan presiden bahkan lebih besar.

"Dalam situasi ini, penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran bahwa menerima uang atau imbalan apapun dalam bentuk serangan fajar pada pemilu 2024 adalah tindakan yang merugikan integritas demokrasi. Para calon bupati atau wali kota tentu saja tidak memberikan uang secara cuma-cuma, namun hal ini juga berkaitan dengan ongkos politik yang telah dikeluarkan," ungkap Alexander Marwata dalam keterangannya, Senin (28/8/2023).

Marwata juga menambahkan bahwa setelah terpilih, para kepala daerah cenderung berupaya untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama proses pemilihan melalui cara-cara yang melanggar hukum, seperti tindak pidana korupsi.

Salah satu area yang seringkali rentan terhadap korupsi adalah pengelolaan barang milik daerah (BMD), terutama akibat lemahnya pengamanan aset. Selain itu, proses penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) serta pengadaan barang/jasa pemerintah juga menjadi titik rawan dalam hal suap dan gratifikasi terkait proyek.

KPK berharap pengungkapan ini akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko korupsi dalam proses politik dan memotivasi upaya bersama dalam menjaga integritas demokrasi. Dengan menolak praktik-praktik korupsi seperti penerimaan uang serangan fajar, masyarakat dapat berperan dalam menciptakan lingkungan politik yang lebih bersih dan akuntabel.

Dalam era di mana transparansi dan integritas semakin ditekankan, menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga proses demokrasi dari praktik-praktik yang merugikan dan melanggar hukum. KPK terus berkomitmen untuk mengawal dan menjaga integritas dalam proses politik di Indonesia, serta mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi demi masa depan yang lebih baik.

[TOS]



Berita Lainnya