Nasional

Dinilai Masih Relevan, Pemerintah Tolak Revisi UU Pemilu dan Pilkada

Kaltim Today
17 Februari 2021 08:23
Dinilai Masih Relevan, Pemerintah Tolak Revisi UU Pemilu dan Pilkada
Presiden Jokowi dan istri memberikan suara di pemilu.

Kaltimtoday.co, Jakarta - Pemerintah bersikukuh tetap menggelar pemilihan kepala daerah serentak pada 2021. Hal itu ditegaskan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Pratikno atas sikap pemerintah yang tidak menghendaki adanya revisi terhadap dua undang-undang, yakni Undang-Undang Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) maupun UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Menurut Pratikno, undang-undang yang telah baik sebaiknya dijalankan dan tidak perlu diperdebatkan kembali. Apalagi ketentuan tersebut dia nilai masih relevan dan belum pernah dilaksanakan.

“Pemerintah tidak menginginkan revisi dua undang-undang tersebut. Prinsipnya ya jangan sedikit-sedikit undang-undang diubah, yang sudah baik ya tetap dijalankan. Seperti misalnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu kan sudah dijalankan dan sukses, kalaupun ada kekurangan hal-hal kecil di dalam implementasi itu nanti KPU melalui PKPU yang memperbaiki,” tegas Pratikno di Gedung Utama Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, seperti dilansir www.setkab.go.id, Selasa (16/2/2021).

Terkait dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Pratikono menjelaskan, dalam undang-undang tersebut diatur jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada November 2024.

Menurutnya, ketentuan tersebut sudah ditetapkan pada 2016 lalu dan belum dilaksanakan sehingga tidak perlu direvisi.

“Jadi pilkada serentak November 2024 itu sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Jadi sudah ditetapkan 2016 dan itu belum kita laksanakan pilkada serentak itu. Masak sih undang-undang belum dilaksanakan terus kemudian kita sudah mau mengubahnya? Apalagi kan undang-undang ini sudah disepakati bersama oleh DPR dan Presiden, makanya sudah ditetapkan,” jelasnya.

“Oleh karena itu, Pemerintah tidak mau mengubah undang-undang yang sudah diputuskan tapi belum dijalankan,” imbuhnya.

Mensesneg berharap tidak ada narasi yang dibalik-balik terkait isu revisi kedua undang-undang tersebut menjadi seakan-akan pemerintah mau mengubah keduanya.

“Tolong ini saya juga ingin titip ya, tolong jangan dibalik-balik seakan-akan pemerintah yang mau mengubah undang-undang. Enggak, pemerintah justru tidak ingin mengubah undang-undang yang sudah ditetapkan tetapi belum kita laksanakan. Kaitannya dengan pilkada serentak itu,” pungkasnya.

Desak Revisi

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini menilai, penghentian atau penundaan pembahasan RUU Pemilu saat ini membuat ruang pembahasan soal sistem pemilu makin sempit dan cenderung tidak maksimal.

Dia mengatakan, saat ini perlu menciptakan sistem pemilu yang lebih baik sehingga memberikan andil yang bagus terhadap demokrasi Indonesia. Sistem pemilu yang baik bertujuan untuk koherensi sistem pemilu dengan sistem kepartaian, sistem pemerintahan, efektivitas pemerintahan, memperkuat representasi dan inklusifitas serta tentunya demi meningkatkan partisipasi pemilih.

"Sangat diperlukan itikad baik (membahas sistem dan aturan perundang-undangan pemilu) dan bukan sekedar untuk mengamankan kepentingan dan eksistensi pragmatis," kata dia.

Menurut Titi, isu krusial sistem pemilu yang selalu berkaitan dengan persaingan antar partai dalam memperoleh kursi, membuat pembahasan menjadi abai terhadap tujuan dari sistem pemilu.

"Pendekatan pragmatis dalam pembahasan RUU Pemilu cenderung lebih dominan ketimbang mewujudkan desain pemilu yang demokratis dan konstitusional dengan visi misi yang jelas," kata dia.

RUU pemilu menurut dia perlu dilakukan pembahasan untuk mendapatkan sistem pemilu yang lebih baik di masa depan.

"Namun melihat durasi waktu yang tersisa agak sulit kalau kita kemudian punya waktu memadai untuk memenuhi harapan-harapan di dalam menata penjadwalan keserentakan (Pemilu 2024), sehingga sebaiknya pembahasan sistem pemilu sebaiknya diorientasikan untuk pasca 2024," ucapnya.

[TOS]



Berita Lainnya