Kaltim
Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia Semakin Memburuk, Politikus Dinilai Bertanggungjawab
Kaltimtoday.co, Samarinda - Transparency International merilis Corruption Perception Index (CPI) di Indonesia hasil pengukuran 2020. Berdasarkan hasil survei, indeks persepsi korupsi di Indonesia semakin memburuk.
Pada 2020, skor CPI Indonesia 37. Turun 3 poin dari 2019. Skor 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.
Secara global, skor ini menempatkan Indonesia diurutan 102 dari 179 negara yang disurvei Transparency International. Di kawasan Asean, Indonesia berada di peringkat ke-4. Satu tingkat di bawah Timor Leste yang meraih skor 40.
Ada 5 dari 9 indikator yang digunakan Transparency International sehingga indeks persepsi korupsi di Indonesia dinilai semakin memburuk.
Pertama, indikator korupsi yang ditemui langsung oleh bisnis berupa korupsi keuangan dalam bentuk tuntutan pembayaran khusus dan suap terkait layanan publik.
Kedua, indikator suap dan korupsi ada atau tidak ada. Ketiga, indikator sejauh mana pejabat publik yang menyalahgunakan posisinya dituntut atau dihukum, sejauh mana pemerintah mengatasi korupsi.
Keempat, indikator bagaimana menilai masalah korupsi di negara anda bekerja. Terakhir yang mengalami penuruan, kedalaman korupsi politik, korupsi politik di eksekutif, legislatif dan yudikatif, korupsi di birokrasi, korupsi besar dan kecil yang mempengaruhi kebijakan publik.
Adapun indikator yang mengalami kenaikan yakni terkait suap dan pembayaran ekstra pada impor-ekspor, pelayanan publik, pembayaran pajak tahunan, kontrak perizinan dan putusan pengadilan.
Sementara untuk indikator risiko individu/perusahaan dalam menghadapi praktik korupsi dan suap untuk menjalankan bisnis, pemberian hukuman pada pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan dan pemerintah mengendalikan korupsi, dan prosedur yang jelas dan akuntabilitas dana publik, penyalahgunaan pada sumber daya publik, profesionalisme aparatur sipil, audit independen, hasil survei Transparency International di Indonesia skornya stagnan.
Atas turunnya CPI Indonesia ini, Transparency International memberikan sejumlah rekomendasi, yakni memperkuat peran dan fungsi lembaga pengawas; memastikan transparansi kontrak pengadaan; merawat demokrasi dan mempromosikan partisipasi warga di ruang publik; dan mempublikasikan dan menjamin akses data yang relevan.
Sementara itu, Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai, penurun skor CPI Indonesia dari 40 pada 2019 menjadi 37 pada 2020, bukan hal yang mengejutkan alias sudah bisa prediksi sebelumnya.
Dalam laporan Transparency International, sebut Herdiansyah Hamzah, indikator politik dan demokrasi Indonesia mengalami penurunan. Artinya, kualitas politik elektoral, dalam hal ini pemilu nasional maupun lokal, masih banyak problem. Diantaranya adalah politik berbiaya tinggi (high cost politic) dengan masalah korupsi politik yang terus meningkat.
Hal yang sama, tambah dia, juga terjadi di sektor investasi dan ekonomi yang juga mengalami stagnasi. Perizinan yang birokratis, termasuk juga biaya-biaya siluman yang kerap dihadapi oleh investor, juga berkontribusi terhadap penurunan CPI di Indonesia.
"Jadi soal ekonomi bukan hanya semata-mata soal pandemi Covid-19 yang dihadapi sepanjang 2020. Ini belum termasuk situasi pemberantasan korupsi yang mengalami stagnasi pasca revisi UU KPK," ujarnya.
"Penuruan CPI Indonesia ini harus ditanyakan kepada para politisi, kenapa menurun? Karena mereka, para politisi ini, juga turut bertanggungjawab terhadap penurunan CPI Indonesia ini," pungkasnya.
[TOS]
Related Posts
- Pemprov Kaltim Evaluasi DAK 2024 untuk Tingkatkan Pembangunan Daerah
- Berupaya Wujudkan SPBE, Diskominfo Kaltim Gelar Sosialisasi Pemanfaatan Email Dinas
- Diskominfo Kaltim Gelar Seleksi Calon Komisioner Komisi Informasi Periode 2024-2028
- Bantah Dugaan Alat Bantu dan Bocoran Soal Debat Pilgub, Tim Paslon 02 Siap Diperiksa dengan Cara Apapun
- Survei GRC: Rudy Mas'ud-Seno Aji Unggul di Pilgub Kaltim