Nasional
Kesuksesan "Gadis Kretek" Menggairahkan Industri Film Indonesia
Kaltimtoday.co - Keberhasilan “Gadis Kretek” dalam menembus pasar internasional telah menggairahkan industri layanan streaming film di Indonesia. Dengan meningkatnya platform OTT (over the top), atau media streaming, drama seri ini diperkirakan akan mendorong produsen film Indonesia untuk memproduksi lebih banyak karya dengan konten lokal yang kuat, guna menjangkau pasar yang lebih luas.
Banyak pengamat bahkan berpendapat bahwa, jika semua ini terwujud, drama Indonesia (I-drama) bisa bersaing dengan K-drama yang populer di berbagai penjuru dunia.
Dian Sastrowardoyo, aktris yang memerankan peran utama dalam “Gadis Kretek”, menyambut baik kemungkinan ini. Dian menyoroti jumlah penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 275 juta, hampir enam kali lipat populasi Korea Selatan, serta kehadiran 11 layanan OTT di Indonesia.
“Saya percaya ini (Gadis Kretek, red) bisa menjadi awal yang baik," kata Dian.
Namun, menurut Dian, untuk mewujudkannya masih membutuhkan waktu. Dian menyoroti rendahnya persentase penonton di Indonesia, yang menurutnya hanya sekitar 2% dari populasi Indonesia.
Dian mengatakan bahwa persentase tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Korea Selatan, yang telah mencapai dua digit, atau di atas 10%.
“Budaya menonton film, berlangganan OTT, dan pergi ke bioskop sudah menjadi bagian dari budaya di Korea Selatan. Hal yang sama berlaku di India dan Thailand," ujar Dian.
Dian meyakini bahwa jika jumlah penonton di Indonesia meningkat secara signifikan, Indonesia akan menjadi pasar film yang potensial. Pasar film yang berkembang juga dapat menggairahkan industri film Indonesia dan membuka peluang kolaborasi dengan pemain besar dalam industri film internasional. Dengan demikian, film-film Indonesia dapat menembus pasar internasional dengan lebih mudah, bahkan bersaing dengan K-drama yang populer.
“Jika kita ingin diperhatikan serius seperti halnya pasar China dan Korea Selatan, maka kita perlu menunjukkan potensi pasar kita. Pasar China dan Korea Selatan sudah menjadi the next big thing setelah pasar Hollywood. Jika ingin meluaskan ke Asia, mereka akan mempertimbangkan kedua negara tersebut," tambahnya.
Putri Silalahi, Kepala Humas Netflix Indonesia, sepakat dengan pandangan Dian. Dia juga optimis bahwa kesuksesan “Gadis Kretek” akan membangkitkan industri film streaming. Setelah “Gadis Kretek”, Netflix berencana untuk memproduksi lebih banyak karya yang lebih spektakuler.
“Dengan memproduksi lebih banyak karya seperti ‘Gadis Kretek’, lebih banyak orang akan mengenal budaya dan tradisi Indonesia," katanya.
Menurut Putri, kesuksesan “Gadis Kretek” tidak lepas dari tema ceritanya yang relevan dengan banyak penonton, serta proses produksinya yang matang. Film yang disutradarai oleh pasangan suami-istri Kamila Andini dan Ifa Isfansyah ini mengisahkan perjuangan Dasiyah (diperankan oleh Dian Sastrowardoyo), yang lahir dari keluarga pengusaha kretek, untuk mengatasi batasan dalam industri yang tradisionalnya didominasi oleh laki-laki.
Netflix sendiri kabarnya tidak ragu untuk mengeluarkan biaya besar untuk menjamin kualitas produksi. Meskipun angka pastinya tidak dikonfirmasi, media-media di Indonesia melaporkan bahwa Netflix mengalokasikan sekitar US$250.000 hingga US$400.000 (sekitar Rp2,3 miliar - Rp6,1 miliar) untuk masing-masing episode drama tentang industri rokok Indonesia pada 1960-an ini.
Menurut Putri, Netflix fokus pada dua hal: kualitas produksi yang tinggi dan penceritaan yang mendalam. Dia mengatakan bahwa hal terakhir merujuk pada kemampuan untuk merangkai informasi dengan menimbulkan emosi pada penonton.
“Hal ini harus menjadi ciri khas dari konten-konten original Netflix," ujarnya.
Menurut Putri dan Dian, dukungan pemerintah sangat penting dalam memajukan industri film Indonesia. Dian mencontohkan Korea Selatan, di mana pemerintahnya mengalokasikan dana investasi dan memberikan insentif kepada pembuat film.
“Pemerintah (Indonesia, red.) perlu melihat bahwa film dan musik adalah bagian dari diplomasi budaya (soft power) yang sangat penting di dunia internasional. Pengembangan industri film adalah bagian dari pengembangan diplomasi budaya," kata Dian.
Putri mengatakan bahwa dukungan pemerintah juga harus mencakup peningkatan kualitas internet di Indonesia. Layanan OTT hanya akan berkembang jika lebih banyak wilayah di Indonesia memiliki akses internet yang cepat dan stabil.
“Pembaruan infrastruktur internet sangat penting. Layanan OTT hanya dapat berkembang di wilayah dengan internet yang cepat dan stabil," ujarnya.
Sejumlah pengamat berpendapat bahwa tidak hanya “Gadis Kretek” yang menandai potensi I-drama. Drama seri lain seperti “Katarsis” di Vidio dan “Tilik” di WeTV juga mendapat sambutan baik dari penonton dan kritikus.
Namun, menurut Dwi Nugroho, dosen film Institut Seni Yogyakarta dan kritikus film, Indonesia masih perlu waktu untuk bersaing dengan K-drama. Dia mengatakan bahwa Indonesia mungkin bisa bersaing dari segi kualitas, tetapi masih tertinggal dari segi kuantitas.
“Jika kita dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi film kita, serta memperluas pasar domestik dan internasional, kita akan mampu bersaing dengan serial dari Korea dan negara-negara lain," kata Dwi.
Dwi menambahkan bahwa menonton layanan streaming belum menjadi budaya di Indonesia karena keterbatasan akses internet dan biaya langganan.
“Langganan Neflix, misalnya, berkisar Rp65.000 per bulan, yang tidak terjangkau bagi sebagian masyarakat Indonesia," katanya.
Dwi mengatakan bahwa dukungan penuh dari pemerintah sangat diperlukan untuk memajukan industri
film Indonesia. Dia mengatakan bahwa pemerintah Korea Selatan memberikan dukungan yang besar untuk industri film, sedangkan pemerintah Indonesia belum sepenuhnya fokus pada hal ini.
“Pemerintah belum memberikan dukungan yang signifikan kepada industri film," kata Dwi.
“Gadis Kretek”, yang diadaptasi dari novel karya Ratih Kumala, telah menorehkan sejarah dalam industri film Indonesia. Drama seri ini masuk daftar 10 besar film yang paling banyak ditonton di dunia untuk acara televisi non-bahasa Inggris selama dua minggu berturut-turut. Film ini juga berhasil menduduki peringkat 10 besar mingguan di tujuh negara: Indonesia, Malaysia, Chili, Rumania, Meksiko, Spanyol, dan Venezuela.
Tidak hanya itu, film ini juga mendapat banyak pujian dari kritikus film. Di Festival Film Internasional Busan 2023, sutradaranya meraih Visionary Director Award.
Studi terbaru dari Media Partners Asia memperkirakan pertumbuhan pesat industri video di Indonesia dalam lima tahun ke depan, karena layanan online akan mengambil alih pangsa pasar TV konvensional. Total pendapatan industri video diperkirakan akan tumbuh rata-rata 8% per tahun, dari $2,5 miliar pada 2023 menjadi $3,7 miliar pada 2028.
[TOS | VOA]
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Sudah Serap Anggaran Rp 836 Miliar, Bendungan Sepaku Semoi Belum BIsa Suplai Air ke IKN
- 130 Dugaan Praktik Politik Uang Warnai Pilkada Kaltim 2024, Sulit Diusut karena Bukti Kurang
- OIKN Jelaskan Penyebab dan Upaya Penanganan Banjir di Sepaku
- Kurangnya Sosialisasi, Buncu Baca di Kaltim Belum Maksimal Dimanfaatkan
- Monitoring Langsung Buncu Baca untuk Optimalkan Pemanfaatan