Bontang

Kilang Refinery Gagal Dibangun, Nasrullah Sebut Ini Bentuk Kegagalan Pemerintahan Basri

Fitriwahyuningsih — Kaltim Today 21 November 2024 07:24
Kilang Refinery Gagal Dibangun, Nasrullah Sebut Ini Bentuk Kegagalan Pemerintahan Basri
Paslon nomor urut dua, Sutomo Jabir-Nasrullah kala bertanya terkait gagalnya pembangunan kilang refinery di Bontang kepada paslon nomor urut satu. (YouTube Kompas TV)

Kaltimtoday.co, Bontang - Paslon nomor urut dua, Sutomo Jabir-Nasrullah menyebut batalnya pembangunan kilang minyak refinery di Kelurahan Bontang Lestari merupakan salah satu bentuk kegagalan Pemkot Bontang di bawah pemerintahan Basri Rase. Menurut Nasrullah, andai proyek itu benar-benar terealisasi, maka angka angka pengangguran di Bontang bisa dipangkas.

Hal ini disampaikan calon wakil wali kota nomor urut dua, Nasrullah, dalam sesi tanya jawab debat publik kedua, Rabu (20/11/2024) sore. Mulanya Nasrullah mempertanyakan, mengapa proyek yang sedianya merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) itu gagal dibangun di Bontang.

"Pada zaman bapak [Basri Rase], apa sih, yang menjadi faktor yang mengalami kegagalan kilang refinery. Apakah itu terkait kondisi tanah yang ada di situ masih sengketa, atau ada hal lain yang membuat kilang refinery gagal masuk ke kota Bontang?" tanya Nasrullah. 

Dia menambahkan "Sehingga publik harus mengetahui, ada kegagalan dalam pemerintahan bapak mengambil investasi. Seharusnya ini bisa diperuntukkan oleh para pengangguran supaya bisa bekerja di Kota Bontang."

Menjawab pertanyaan itu, Basri mengatakan bahwa Bontang di bawah kepemimpinannya selalu membuka dan memudahkan diri untuk investasi. Hanya saja saat itu, sebutnya, kala kilang ingin dibangun, lahan yang tersedia dan dibutuhkan tidak sesuai. 

"Sehingga beberapa investasi seperti dari Oman, Aramco dan lain-lain semacam itu, tidak bisa melaksanakan karena terkait keterbatasan lahan di sekitar PT Badak LNG," jawab Basri.

Basri menambahkan, kala Bontang dipimpin Neni dan dirinya, pemkot mengupayakan kebutuhan lahan 1.000 hektar. Namun, lahan itu terpisah dengan yang ada di PT Badak LNG. Lahan di sekitar pabrik pengolahan migas itu hanya 600 hektar, sementara refinery butuh minimal 1.000 hektar. 

"Maka lahan di sekitar segendis, lahannya terpisah, investor tidak mau," tutupnya sesaat usai waktu menjawab habis. 

Menanggapi jawaban Basri itu, Nasrullah mengatakan ketika ada rencana investasi masuk, apalagi Proyek Strategis Nasional (PSN), mestinya pemda tidak pasif dan mengerahkan segala upaya agar rencana itu terealisasi. Misalnya mendukung agar rencana ini tak terhalang persoalan pengadaan lahan.

"Pemerintah harus bergerak cepat, lakukan segala daya dukung. Misalnya pengadaan tanah, harus sesuai dengan harga. Jangan sampai ini ubah arah kebijakan daerah dan nasional," tandasnya.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya