Samarinda
Kritik XR Bunga Terung untuk Pilkada Kaltim: Terjebak Populisme, Krisis Iklim Tak Jadi Prioritas
SAMARINDA, Kaltimtoday.co - Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kaltim, yang disebut sebagai respons terhadap krisis iklim, kembali menjadi sorotan. Menurut Winda, perwakilan dari XR Bunga Terung, klaim bahwa IKN akan menjadi “kota rimba” yang berkelanjutan dan ramah iklim tidak sejalan dengan kenyataan yang dihadapi Kaltim.
“Kaltim masih menghadapi persoalan besar terkait dampak perubahan iklim. Meskipun pernah mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Hijau, ekonomi daerah ini masih bergantung pada industri ekstraktif seperti tambang batu bara dan kayu,” ujar Winda.
Ia menambahkan, meskipun Kaltim menjadi pionir dalam penerimaan dana karbon, skema perdagangan karbon belum efektif menangani akar persoalan krisis iklim. “Pemanfaatan dana karbon tidak langsung menghambat laju ekstraksi sumber daya alam maupun konsumsi bahan bakar fosil yang rakus,” tambahnya.
Winda juga menyoroti bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak mendatang tidak menunjukkan tanda-tanda perubahan berarti. Calon kepala daerah di Kaltim, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, masih cenderung fokus pada janji-janji populis untuk menarik simpati pemilih.
“Isu lingkungan dan krisis iklim hanya menjadi pembahasan pinggiran. Para calon lebih sibuk menawarkan janji soal infrastruktur, pendidikan, dan lapangan kerja tanpa gagasan jelas mengenai solusi lokal untuk krisis iklim,” jelas Winda.
Padahal, lanjutnya, dampak perubahan iklim di Kaltim sudah nyata, seperti banjir yang semakin sering terjadi, kekeringan panjang, dan kenaikan suhu yang membuat masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak biaya untuk kebutuhan energi.
Melihat kondisi ini, XR Bunga Terung menyampaikan beberapa seruan penting kepada publik dan para calon kepala daerah. Pertama, menyerukan kesadaran krisis Iklim. Mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap dampak perubahan iklim di Kaltim agar pemimpin terpilih tidak lagi bergantung pada paradigma ekonomi berbasis ekstraksi.
Kedua, menantang kebijakan berbasis lokal. Meminta para calon kepala daerah berani mengambil langkah nyata dalam menangani krisis iklim berdasarkan kebutuhan dan kondisi lokal, bukan sekadar mengikuti kebijakan nasional atau global.
Ketiga, menghentikan ekspansi yang merusak lingkungan. Mendesak kepala daerah terpilih untuk menghentikan investasi yang merampas lahan dan merusak ekosistem, seperti hutan, lahan gambut, dan wilayah tangkapan air.
"Tanpa keadilan iklim yang berorientasi pada masyarakat, kebijakan lingkungan hanya akan menguntungkan segelintir pihak dan memperparah ketimpangan," pungkas Winda.
[TOS]
Related Posts
- Stabilitas Harga dan Ketersediaan Pasokan Jelang Nataru, Disperindagkop UKM Upayakan Tekan Inflasi
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Dimakamkan dengan Upacara Kehormatan di Kantor Gubernur
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Disemayamkan di Samping Makam Anaknya
- Awang Faroek Ishak Meninggal Dunia karena Diare Akut, Datang ke RSUD Balikpapan dalam Kondisi Sadar
- Panen Perdana Tambak 4 in 1 Dorong Ketahanan Pangan dan Program Makan Gratis