Gaya Hidup

Mengenal Sleeping Beauty Syndrom, Gejala, Penyebab dan Cara Mengatasinya

Kaltim Today
20 Juli 2020 13:13
Mengenal Sleeping Beauty Syndrom, Gejala, Penyebab dan Cara Mengatasinya

Belum lama ini, sebuah video yang menunjukkan seorang balita berumur 18 bulan yang telah tertidur selama setahun viral di media sosial.

Dalam unggahan video tersebut, terlihat sang bayi selalu dalam kondisi tertidur.

Dari beberapa video yang diunggah, terkadang sang bayi terlihat sedang menjalani terapi dan terkadang sedang diberi susu menggunakan botol oleh sang ibu, walaupun dalam kondisi mata terpejam dan badan yang tidak aktif sebagaimana orang yang sedang tertidur, anak ini bisa merespons dot susu yang diberikan di mulutnya.

Sebelumnya, kasus serupa juga terjadi pada seorang gadis asal Leicester, Inggris bernama Rhoda Rodriguez-Diaz yang bisa tidur selama 22 jam dalam sehari.

Rhoda kerap dianggap sebagai seorang pemalas. Bahkan ia pernah dikeluarkan dari universitas karena kerap sekali tertidur bahkan selama ujian berlangsung.

Setelah kejadian itu, Rhoda pun akhirnya didiagnosis sindrom Sleeping Beauty yang membuat kondisinya semakin memburuk. Ia bangun hanya untuk makan, minum, dan pergi ke toilet.

Lantas apa sebenarnya sindrom Sleeping Beauty itu?

Dikutip dari Healthline, sindrom Sleeping Beauty atau sindrom Kleine-Levin (KLS) adalah gangguan langka yang menyebabkan kantuk berulang bahkan sampai 20 jam sehari.

Sindrom sleeping beauty ini dapat menyebabkan perubahan perilaku dan kebingungan bagi penderita. Gangguan ini dapat menyerang siapa saja. Namun, remaja laki-laki mengalami kondisi ini lebih sering daripada kelompok lainnya. Sekitar 70 persen penderita gangguan ini adalah laki-laki.

Gejala Sindrom Sleeping Beauty 

Orang yang hidup dengan sindrom sleeping beauty mungkin tidak mengalami gejalanya setiap hari. Ketika muncul, mereka dapat merasakannya selama beberapa hari, minggu bahkan berbulan-bulan.

Gejala umum bagi penderita sindrom sleeping beauty adalah kantuk yang ekstrem. Ada keinginan kuat untuk tidur dan kesulitan bangun pada pagi hari.

Jika episode sedang berlangsung, mereka dapat tertidur selama 20 jam sehari. Bangun hanya untukke toilet, makan, lalu kembali tidur.

Kelelahan bisa menjadikan kondisi lebih parah, sehingga penderita sindrom sleeping beauty terbaring di tempat tidur sampai sebuah episode berlalu.

Melansir Healthline, gejala yang mungkin muncul pada penderita sindrom sleeping beauty antara lain:

- Halusinasi

- Disorientasi

- Sensitif

- Kekanak-kanakan

- Kenaikan nafsu makan

- Lebih bergairah dalam kehidupan seks

Gejala-gejala tersebut bisa terjadi karena berkurangnya aliran darah ke bagian otak selama mengalami sindrom ini.

Hal lain yang perlu diketahui, sindrom sleeping beauty merupakan kondisi yang tidak dapat diprediksi. Sindrom dapat berulang secara tiba-tiba dan tanpa peringatan.

Kebanyakan orang melanjutkan aktivitas normal setelah melewati fase disfungsi perilaku atau fisik. Namun, mereka mungkin memiliki sedikit memori tentang apa yang terjadi selama mengalami sindrom sleeping beauty

Penyebab Sindrom Sleeping Beauty 

Penyebab pasti sindrom sleeping beauty belum diketahui, tetapi beberapa dokter percaya faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko sindrom sleeping beauty

Misalnya, sindrom akan muncul dari cedera di hipotalamus, bagian otak yang mengontrol tidur, nafsu makan, dan suhu tubuh.

Selain itu, misalnya saat Anda jatuh dan mengalami cedera kepala. Akan tetapi, butuh lebih banyak penelitian untuk mengonfirmasi kondisi ini.

Beberapa orang mengalami sindrom sleeping beauty setelah terjadi infeksi, dan dianggap seperti flu.

Hal ini membuat beberapa peneliti percaya bahwa sindrom ini mungkin merupakan jenis gangguan autoimun. Penyakit autoimun terjadi saat sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehatnya sendiri. Beberapa insiden sindrom sleeping beauty mungkin juga bersifat genetik. Ada kasus di mana gangguan tersebut memengaruhi lebih dari satu orang dalam sebuah keluarga.

Cara Mengatasi Sindrom Sleeping Beauty

Gangguan ini sulit didiagnosis karena dapat terjadi dengan diawali gejala kejiwaan. Beberapa orang salah didiagnosis dengan gangguan kejiwaan. Akibatnya, dibutuhkan rata-rata empat tahun bagi seseorang untuk menerima diagnosis yang akurat.

Tidak ada tes tunggal bagi dokter untuk mengonfirmasi kondisi ini. Sebagai gantinya, dokter dapat melakukan serangkaian tes untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.

Sementara itu, gejala KLS bisa hampir sama dengan kondisi kesehatan lainnya. Oleh karena itu, dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik dan uji diagnostik. Tindakan pemeriksaan termasuk pengambilan darah, studi tidur, dan tes pencitraan. Selain itu, dimungkinkan adanya CT scan atau MRI pada kepala pasien.

Tidak ada pengobatan spesifik atau cara khusus mengendalikan gangguan sindrom sleeping beauty ini. Namun, dalam beberapa kasus, dokter menggunakan lithium dan carbamazepine yang biasanya digunakan untuk mengobati bipolar untuk mencegah keparahan sindrom sleeping beauty.

Dilansir dari Time, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Science Translational Medicine menunjukkan kemungkinan penyebab dan pengobatan potensial untuk kondisi ini pada akhirnya mengarah pada perawatan untuk gangguan tidur lainnya.

Sindrom sleeping beauty juga dapat terjadi dengan durasi 10 tahun atau lebih. Hidup dengan kondisi ini dapat memiliki dampak luar biasa pada kehidupan penderitanya.

Tak hanya itu, gangguan tersebut juga dapat mengganggu kemampuan untuk bekerja, sekolah, dan membina hubungan dengan teman dan keluarga.

Healthline menyarankan bagi penderita untuk berkonsultasi dengan dokter cara terbaik mengantisipasi kondisi ini.

[RWT]


Related Posts


Berita Lainnya