Opini
Menilik Potensi Karet Kutai Barat
Oleh: Selfina L (Mahasiswi Politeknik Statistika STIS)
INDONESIA merupakan negara yang sedang berkembang dan memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Salah satunya dari sektor pertanian yang dapat menopang kehidupan masyarakat dengan memanfaatkan nilai ekonomi yang tinggi dari komoditas tersebut. Karet merupakan salah satu tanaman subsektor perkebunan di Indonesia yang memiliki peranan penting, baik ditinjau dari segi sosial maupun ekonomi.
Menurut data Kementerian Pertanian, pada 2019 produksi karet nasional mencapai 3,5 juta ton. Di mana 2,9 juta ton atau 83 persen di antaranya adalah produksi perkebuan rakyat. Produksi ini meningkat dari 2015 yang produksinya mencapai 3,1 juta ton. Secara umum memang produksi karet nasional mengalami peningkatan.
Daerah dengan produksi terbesar masih dipegang oleh Sumatera Selatan yang mencapai 27 persen dari total produksi nasional. Kemudian disusul Sumatera Utara dan Riau dengan share sebesar 12 dan 10 persen. Sedangkan Pulau terbesar kedua kontribusi terhadap produksi karet nasional berada di Pulau Kalimantan yang kalau ditotal mencapai 20 persen.
Salah satu daerah dengan potensi karet yang cukup menjanjikan adalah Kalimantan Timur. Produksinya mencapai 90 ribu ton pada tahun 2018.
Kontribusi terbesar berasal dari Kutai Barat yang mencapai 39 persen. Mayoritas masyarakat Kutai Barat merupakan petani karet. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi karet Kutai Barat pada 2016 hingga 2018 berturut turut adalah 30.669 ton, 34.964 ton, 35.306 ton.
Produksi karet di Kutai Barat mengalami kenaikan, namun harga jual karet masih rendah. Para petani mengeluhkan harga jual karet yang rendah, sedangkan harga kebutuhan bahan pokok terus meningkat. Harga karet yang rendah membuat penduduk semakin sulit memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jika melihat masyarakat miskin di Kutai Barat, sebagian besar dari mereka adalah petani dan menggantungkan hidup pada perkebunan karet. Tercatat kemiskinan di Kutai Barat meningkat dari 8,33 persen pada 2015 menjadi 9,15 persen pada 2018.
Boleh jadi harga kebutuhan yang meningkat tetapi tidak dibarengi dengan harga jual karet yang memadai membuat masyarakat semakin sulit keluar dari garis kemiskinan. Tentu perlu kajian lebih jauh untuk menyimpulkan hal tersebut.
Merosotnya harga jual karet karena selama ini karet hasil produksi petani di Kutai Barat, penjualannya diangkut oleh tengkulak ke Samarinda dan Banjarmasin. Hal tersebut menyebabkan merosotnya berat timbangan karet ketika sampai di pabrik setelah beberapa hari di perjalanan, ditambah tingginya biaya angkut dan biaya operasional.
Pemerintah daerah menyadari bahwa masalah merosotnya harga jual karet tersebut memberikan dampak pada kesejahteraan hidup para petani di Kutai Barat. Oleh sebab itu, pemerintah daerah terus berupaya untuk menstabilkan harga jual karet tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat melalui Dinas Pertanian yaitu akan melakukan revitalisasi/peremajaan karet-karet yang tidak produktif/tidak menghasilkan getah yang sesuai diharapkan karena memang usianya yang sudah tua, di empat kecamatan, yakni Barong Tongkok, Sekolaq Darat, Mook Manaar Bulatan dan Linggang Bigung.
Kutai Barat memiliki potensi yang sangat luar biasa untuk budi daya karet. Oleh sebab itu, Pemda sungguh-sungguh dan fokus mengembangkan serta mengelola dengan baik sehingga menghasilkan karet yang berkualitas, dan menjadikan Kutai Barat sebagai pemimpin di sektor perkebunan karet khususnya di Kaltim.
Pemkab Kutai Barat berharap dengan adanya revitalisasi dan pengembangan kebun karet, masyarakat bisa meningkatkan produksi karet dan tentunya harga karet membaik sehingga membawa dampak perekonomian yang besar bagi masyarakat Kutai Barat.
Melihat tindakan pemerintah tersebut, rasanya belum cukup untuk mengatasi permasalahan karet ini. Perlu penyediaan pengelolaan atau pabrik sendiri sehingga tidak perlu lagi dikirim ke kabupaten bahkan ke provinsi lain.
Pengelolaan sendiri yang dilakukan tidak jauh dari wilayah produksi hingga sampai ke tahap siap ekspor ke daerah lain, bahkan ke luar negeri, akan meningkatkan nilai jual dari produksi karet di Kutai Barat.
Pemerintah juga harus memastikan hasil panen dari karet bisa difasilitasi dengan baik agar tidak dimainkan harganya oleh para tengkulak. Petani kadang tidak berdaya harus menjual dengan harga murah pada para tengkulak karena tidak punya modal dalam proses produksi.
Dengan sendirinya maka perekonomian di Kutai Barat akan semakin bergairah dan petani semakin bisa menikmati hasil perkebunan karetnya dengan baik. Produksi karet meningkat dan harga pun semakin menjanjikan.
*) Opini penulis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Optimalkan Reklamasi Lahan Tambang, Kaltim Target Swasembada Pangan Tahun 2026
- Stabilitas Harga dan Ketersediaan Pasokan Jelang Nataru, Disperindagkop UKM Upayakan Tekan Inflasi
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Dimakamkan dengan Upacara Kehormatan di Kantor Gubernur
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Disemayamkan di Samping Makam Anaknya
- Awang Faroek Ishak Meninggal Dunia karena Diare Akut, Datang ke RSUD Balikpapan dalam Kondisi Sadar