Samarinda
Orangtua dan Siswa SMA 10 Samarinda Masih Bersikeras Tak Mau Pindah dari Kampus A
Kaltimtoday.co, Samarinda - Orangtua siswa dan siswa SMA 10 Samarinda kembali menggelar aksi damai di depan gedung DPRD Kaltim, Senin (3/1/2022). Kali ini, tuntutan yang dibawa tak jauh berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya. Tampak sejumlah siswa-siswa menggunakan seragam putih abu-abu berdiri di pinggir jalan sembari membawa spanduk.
Ada sejumlah tuntutan yang mereka bawa, yakni meminta DPRD Kaltim untuk memanggil Gubernur Kaltim, Isran Noor agar membatalkan pemindahan keberadaan SMA 10 dari Jalan H.M.M Rifaddin ke Education Center di Jalan PM Noor.
Kemudian, pihak orangtua siswa dan siswa juga meminta gubernur dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Anwar Sanusi untuk memerintahkan Yayasan Melati angkat kaki dari wilayah tanah Pemprov Kaltim agar tak mengelola aset pemerintah. Terakhir, mereka juga menuntut agar hak masyarakat di 3 kecamatan di Samarinda Seberang untuk tetap mendapat sistem pendidikan dengan zonasi.
Pertemuan antara orangtua siswa, siswa, dan Komisi IV DPRD Kaltim pun terlaksana di gedung E lantai 1 DPRD Kaltim. Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Ya'qub mengungkapkan bahwa, orangtua siswa dan siswa meminta DPRD Kaltim untuk memfasilitasi agar bisa bertemu dengan Gubernur Kaltim, Isran Noor.
"Selama ini, orangtua siswa tidak bisa tembus bertemu dengan pak gubernur. Beberapa kali minta bertemu, tapi pak gubernur belum bersedia menerima perwakilan orangtua siswa," jelas Rusman kepada awak media.
Hingga saat ini, orangtua siswa juga masih mempertanyakan alasan Pemprov Kaltim yang ingin memindahkan SMA 10 di Jalan H.M.M Riffadin ke Education Center. Padahal, aset tersebut merupakan milik pemprov. Walhasil, mereka tidak berkenan untuk dipindah.
"Semua aspirasi sudah kami sampaikan ke pemprov. Yang jadi persoalan itu adalah sikap dan keputusan gubernur tetap bersikukuh untuk memindahkan SMA 10. Itu masalahnya," lanjut Rusman.
Rusman pun menjelaskan, sebenarnya Pemprov Kaltim dan Yayasan Melati masih bisa hidup berdampingan seperti dulu. Sehingga tak perlu ada yang pindah. Sejak awal munculnya sekolah tersebut, kerja sama memang pernah bergulir antara kedua belah pihak. Akhirnya, kini menjadi tanda tanya besar mengapa kerja sama itu tak bisa lagi dilakukan.
"Orangtua siswa juga sudah melakukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait surat kepala dinas, silakan saja itu bergulir secara hukum. Kami tak mencampuri ranah hukum," bebernya.
Informasi yang Rusman dapatkan dari Disdikbud Kaltim, para guru sudah bersedia untuk pindah. Bahkan, jika dipindah ke Education Centre, pemprov menyediakan bus sebagai transportasi untuk antar jemput siswa bersekolah. Rusman menilai, hal-hal demikian seharusnya disampaikan ke orangtua siswa dan siswa.
Permasalahan zonasi juga cukup memberatkan para orangtua siswa dan siswa SMA 10 Samarinda. Di daerah sana, terdapat 3 kecamatan yakni Loa Janan Ilir, Palaran, dan Samarinda Seberang. Sedangkan jenjang SMA/SMK sederajat di sana tak begitu banyak. Sementara itu, rata-rata lulusan siswa SMP yang melanjutkan ke SMA selama per tahun di 3 kecamatan itu mencapai 2.500-3.000 orang. Sedangkan daya tampung kelas dari seluruh sekolah negeri, hanya 1.500 siswa.
"Akhirnya prinsip zonasi tidak ter-cover. Ujung-ujungnya, 1.000 siswa lainnya akan cari sekolah ke kota. Apalagi, kalau Kampus A SMA 10 Samarinda jadi dipindah, akan semakin berkurang," jelas Rusman.
Ditemui di tempat yang sama, perwakilan orangtua siswa yakni Suswanto menjelaskan bahwa sejak awal, para siswa diterima karena sistem zonasi. Namun saat siswa belum lulus, sudah dipindahkan ke Education Centre.
"Pertama mau dipindah ke Kampus B, Jalan Perjuangan. Setelah itu karena fasilitasnya enggak ada, akhirnya dipindah ke Education Center. Di sana dilengkapi dengan sarana, tapi zonasi tetap tidak ada," tegas Suswanto.
Secara kompak, orangtua siswa dan siswa tetap bersikukuh agar terus mendiami Kampus A di Samarinda Seberang. Terkait guru-guru yang diinformasikan telah setuju untuk dipindah, Suswanto menyebut karena guru-guru tersebut merupakan aparatur sipil negara (ASN).
"Kalau ASN kan harus tunduk kepada kepala sekolah, kepala sekolah harus tunduk kepada kepala dinas, dan kepala dinas harus tunduk kepada gubernur," bebernya.
Pihaknya berharap, Gubernur Kaltim, Isran Noor bisa menjelaskan alasan yang tepat terkait keinginan untuk memindah SMA 10 Samarinda Kampus A ke Education Center. Seharusnya, pemerintah bisa melihat historis prestasi yang sudah ditorehkan para siswa SMA 10 Samarinda. Sehingga Kampus A harus tetap menjadi aset Pemprov Kaltim. Membiarkan pihak swasta untuk tetap di sana menjadi pertanyaan besar bagi orangtua siswa.
Sementara itu, di kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Anwar Sanusi menjelaskan bahwa, beberapa kali, pihaknya sudah pernah mengajak orangtua siswa dan siswa untuk bertemu dengan Isran Noor.
"Dari dulu saya ajak ketemu gubernur kan enggak mau. Sudah berkali-kali, tapi enggak mau. Alasannya, paling nanti ditolak, bilangnya begitu," beber Anwar singkat saat dihubungi via telepon.
[YMD | RWT]
Related Posts
- Kandidat Pilgub Kaltim Gunakan Hak Suara: Isran Noor Targetkan 65 Persen, Seno Aji 61 Persen
- Pilgub Kaltim 2024: Isran Noor Mencoblos di Samarinda, Rudy Mas'ud di Balikpapan
- KALTIM ONE FESTIVAL Sukses Digelar, Isran Noor: Pilih Pemimpin Anti-Korupsi
- Survei Publicsensum: Isran-Hadi Unggul Telak dari Rudy-Seno Jelang Pencoblosan 27 November
- Survei LPMM: Mayoritas Gen Z dan Milenial di Kaltim Pilih Rudy Mas’ud-Seno Aji di Pilkada 2024