Nasional

Perusahaan Legendaris Indonesia yang Bangkrut, Ini Daftarnya!

Network — Kaltim Today 30 Januari 2025 15:22
Perusahaan Legendaris Indonesia yang Bangkrut, Ini Daftarnya!
Ilustrasi. (Istimewa)

Kaltimtoday.co - Seiring dengan dinamika ekonomi dan perubahan pasar, beberapa perusahaan ternama di Indonesia mengalami kesulitan finansial yang berujung pada kebangkrutan.

Dihimpun dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa perusahaan legendaris Indonesia yang kini telah gulung tikar.

1. Toko Gunung Agung (TGA)

Toko Gunung Agung, yang berdiri sejak 1 Januari 1953, merupakan pelopor toko buku di Indonesia. Namun, pada akhir 2023, seluruh gerai TGA resmi ditutup setelah mengalami kerugian yang tak tertahankan. Penutupan gerai secara bertahap sejak 2020 diperburuk oleh pandemi Covid-19 yang semakin melemahkan kinerja perusahaan.

Dalam kondisi ini, TGA tidak lagi mampu menanggung kerugian yang terus membesar. Perusahaan yang pernah berjaya sebagai toko buku legendaris Indonesia akhirnya harus menutup usahanya secara keseluruhan.

2. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency

PT Sariwangi, produsen pertama teh celup di Indonesia, dinyatakan pailit pada 2018 karena gagal memenuhi kewajiban utangnya sebesar Rp 1,05 triliun kepada PT Bank ICBC Indonesia.

Pada 1998, merek teh Sariwangi dibeli oleh Unilever, yang kemudian tetap memproduksi teh celup dengan merek yang sama. Meskipun produk Sariwangi masih ada di pasaran, perusahaan asli yang mendirikannya, PT Sariwangi Agricultural Estate Agency, harus gulung tikar akibat masalah finansial yang besar.

3. Nyonya Meneer

Produsen jamu legendaris Indonesia, Nyonya Meneer, dinyatakan pailit pada 2017 akibat utang yang menumpuk hingga Rp 89 miliar. Penyebab kebangkrutannya melibatkan berbagai faktor, termasuk perselisihan internal keluarga, beban utang yang tinggi, dan kurangnya inovasi dalam produk-produknya.

Selain itu, pada 2015, perusahaan ini sempat mengalami Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Upaya penyelesaian utang dengan kreditur tidak membuahkan hasil, sehingga akhirnya Nyonya Meneer harus menghentikan operasionalnya.

4. 7-Eleven (Sevel)

7-Eleven, yang sempat populer di Indonesia, resmi dinyatakan pailit pada 2017. Anak usaha PT Modern Internasional Tbk (MDRN) ini harus menutup seluruh gerainya karena tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatan.

Meskipun sempat berjaya dengan berbagai produk unggulan seperti Slurpee dan hotdog, model bisnis 7-Eleven di Indonesia tidak berkelanjutan di tengah persaingan ketat dan perubahan tren konsumsi masyarakat.

5. Kodak

Meskipun bukan perusahaan berbasis di Indonesia, kebangkrutan Kodak pada 2012 turut berdampak pada industri fotografi di Tanah Air. Perusahaan yang berdiri sejak 1892 ini merupakan pionir dalam industri fotografi, tetapi akhirnya tidak mampu bersaing dengan kemajuan teknologi digital.

Kodak gagal beradaptasi dengan perubahan pasar, sehingga kehilangan dominasinya di tengah pesatnya perkembangan fotografi digital. Kebangkrutannya menjadi pelajaran bagi perusahaan yang tidak siap berinovasi di era digital.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya