Opini

Safeguard Sebagai Upaya untuk Menjaga Kedaulatan Industri Baja dalam Negeri

Kaltim Today
05 Maret 2020 21:24
Safeguard Sebagai Upaya untuk Menjaga Kedaulatan Industri Baja dalam Negeri

Oleh: Kana Kurnia, S.H., M.H.

Adanya globalisasi dapat menimbulkan banyak dampak. Baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positifnya adalah secara ekonomi sangat menguntungkan, karena membuat investasi tidak akan terhambat oleh hambatan tarif maupun non-tarif ekspor impor perdagangan. Adapun dampak negatifnya adalah masuknyaa investasi dan barang-barang produksi negara maju atau melonjaknya volume impor yang menyebabkan pangsa pasar produksi dalam negeri yang semula dikuasai oleh produk domestik perlahan akan dikuasai oleh produk impor.

Setelah bergabungnya Indonesia ke dalam World Trade Organization (WTO) pada 1994 menimbulkan akibat berupa melonjaknya barang impor dari negara lain khususnya, China. Adapun yang merasakan dampak langsungnya adalah PT Krakatau Steel yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya karena melonjaknya baja impor dari China. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bolehkah Indonesia menolak impor dari negara lain? Dan perlukah Pemerintah Indonesia mengambil tindakan Safeguard untuk melindugi PT Krakatau Steel dari kerugian akibat melonjaknya baja impor dari China?

Pertama, ada beberapa kaidah dalam perdagangan internasional. Indonesia telah meratifikasi pendirian organisasi perdagangan internasional yang biasa dikenal sebagai WTO pada 1994. Apa maksudnya? Itu berarti Indonesia telah meliberalisasi perdagangannya dalam arti produk impor dapat masuk secara bebas ke Indonesia. Kemudian apa akibatnya bila Indonesia menolak impor? Tentu saja Indonesia akan dikucilkan dari dunia internasional.

Logika mudahnya seperti ini, misalnya, Indonesia menolak masuknya barang impor dari Malaysia dan kemudian kedepannya Indonesia ingin mengekspor barang ke Malaysia, apakah Malaysia mau menerima? Tentu saja tidak, karena dalam perdagangan internasional dikenal prinsip resiprositas (timbal balik). Jadi, bila indonesia tadi ingin barang ekspornya diterima oleh Malaysia maka Indonesia tentu saja harus membuka impor terhadap barang dari Malaysia.

Kedua, apakah perlu Indonesia mengambil tindakan safeguard untuk melindungi PT Krakatau Steel dari kerugian akibat melonjaknya baja impor dari China? Di dalam Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa untuk dapat menerapkan tindakan safeguard ini maka negara anggota WTO harus dapat menentukan bahwa produk yang diimpor ke dalam wilayahnya meningkat dan menyebabkan atau mengancam atau menimbulkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis atau produk yang secara langsung bersaing dengan produk impor tersebut. Dalam menerapkan safeguard ini negara anggota WTO harus non-diskriminasi. Maksudnya adalah tindakan safeguard diterapkan terhadap suatu produk yang diimpor tanpa melihat sumbernya.

Apa syarat-syarat untuk melakukan tindakan safeguard? Dalam Pasal 2 Agreement on Safeguard menentukan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu komoditi atau barang dapat dikenakan tindakan safeguard adalah: Pertama, lonjakan volume impor yang mengakibatkan kerugian serius dan/atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam negeri. Kedua, lonjakan volume impor yang terjadi disebabkan oleh adanya perkembangan yang tidak diperkirakan sebelumnya seperti liberalisasi perdagangan, resesi, dan over supply. Ketiga, Kerugian serius dan/atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industri dalam negeri benar-benar diakibatkan oleh lonjakan volume impor.

Berdasarkan Pasal 2 di atas, maka negara pengimpor dapat melakukan tindakan safeguard sepanjang ada kerugian serius bagi industri dalam negeri dan produk yang diimpor tersebut merupakan produk sejenis atau sama dengan produk dalam negeri. Selain itu, untuk dapat menerapkan tindakan safeguard, industri dalam negeri harus mengalami kerugian setidaknya selama 3 tahun berturut-turut.

Bentuk safeguard dalam peraturan di Indonesia dapat ditemukan dalam Pasal 70 ayat (2) Peraturan Pemerintah 34/2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan yang mana safeguard dapat dikenakan dalam bentuk bea masuk maupun kuota. Adapun pengertian dari bea masuk tindakan safeguard sendiri terdapat di dalam Pasal 1 Angka 25 PP 34/2011 yang berunyi: “Bea masuk tindakan safeguard adalah pungutan negara untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian yang diderita oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor terhadap barang sejenis.” Sedangkan untuk pengertian dari kuota terdapat di dalam Pasal 1 ayat (12) yang berbunyi: “Kuota adalah pembatasan jumlah barang oleh pemerintah yang dapat diimpor.”

Jika bentuk safeguard yang dipilih adalah bea masuk, maka yang menetapkannya adalah Menteri Keuangan, sedangkan apabila berupa kuota maka ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Apabila yang dikenakan adalah bea masuk tindakan safeguard maka besarnya bea masuk tindakan safeguard paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri. Sedangkan untuk kuota, yang ditetapkan tidak boleh kurang dari jumlah impor rata-rata paling sedikit dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

Industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang disebabkan lonjakan impor barang sejenis dapat mengajukan permohonan penyelidikan tindakan safeguard kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI). Adapun pihak yang dapat mengajukan permohonan tersebut adalah produsen, asosiasi presiden, maupun pemerintah.

Selanjutnya, adalah berapa jangka waktu pelaksanaan tindakan pengamanan? Berdasarkan Pasal 7 Agreement on Safeguard, tindakan safeguard dilaksanakan tidak boleh melebihi 4 tahun, tetapi tindakan tersebut dapat diperpanjang asalkan tidak melebihi 8 tahun. Setelah melewati 8 tahun tindakan safeguard tersebut secara perlahan harus dikurangi. Agar barang impor yang pada saat dilakukan tindakan pengamanan safeguard tidak dapat masuk menjadi masuk secara perlahan ke Indonesia.

Bagaimana penerapannya di Indonesia? Melonjaknya baja impor dari China membuat PT Krakatau Steel yang bergerak di bidang produk jasa mengalami kerugian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor besi dan baja pada Juli 2018 mencapai angka 56,55 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Ini berarti bahwa kebutuhan besi dan baja Indonesia 55 persen-nya merupakan besi dan baja dari luar negeri khususnya China.

Kemudian, berdasarkan laporan keuangan dari PT Krakatau Steel pada 2018, tercatat utang mencapai US$ 2.49 miliar, naik 10,45 persen dibandingkan 2017 sebesar US$ 2.26 miliar. Untuk utang jangka pendek yang harus dibayarkan oleh perusahaan mencapai US$ 1.59 miliar, naik 17,38 persen dibandingkan pada  2017 senilai US$ 1.36 miliar. Jumlah ini bahkan jauh lebih besar dibandingkan utang jangka panjang sebesar US$ 899.43 juta. Adapun beban keuangan yang dicatatkan PT Krakatau Steel pada 2018 adalah sebesar US$ 112,33 juta atau setara dengan Rp. 1,57 triliun (asumsi kurs 14.000) tumbuh lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan 2011 yang hanya US$ 40,62 juta. Akibatnya PT Krakatau Steel harus merugi sepanjang 2018.

Meruginya PT Krakatau Steel selama lebih dari 3 tahun berturut-turut harusnya sudah cukup sebagai bukti permulaan bagi pemerintah untuk melakukan tindakan safeguard. Selain itu, bila pemerintah Indonesia ingin mengenakan bea masuk tindakan safeguard maka hanya bertahan sementara jika pemerintah tidak menyelesaikan akar permasalahannya, yaitu dalam hal ini adalah harga bahan baku yang tergolong cukup mahal dibandingkan dengan negara lain sehingga produk baja yang dihasilkan PT Krakatau Steel tidak mampu cukup bersaing dengan baja impor dari China yang harganya jauh lebih murah.

Dari pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri melalui tindakan safeguard belum dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, sehingga berakibat kepada meruginya PT Krakatau Steel karena melonjaknya baja impor dari China. Penulis menyarankan bahwa sebaiknya Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah tindakan safeguard agar industri dalam negeri kembali normal dan Krakatau Steel tidak melakukan PHK secara besar-besaran. (*)

*) Opini penulis ini adalah tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co



Berita Lainnya