Kaltim
SAKSI FH Unmul Kritik Keputusan KPK Minta Maaf ke TNI Terkait Kasus Suap di Basarnas
Kaltimtoday.co - Kasus suap yang menjerat Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan 8 orang lainnya telah menarik perhatian publik. Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Henri sebagai tersangka dalam kasus pengadaan proyek alat deteksi reruntuhan senilai Rp 88,3 miliar, Mabes TNI menyatakan bahwa kasus ini harus ditangani oleh Hukum Militer melalui Polisi Militer (PM).
Menyusul peristiwa ini, KPK kemudian meminta maaf kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Namun, langkah permintaan maaf ini menuai kritik dari Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini. Menurutnya, langkah KPK meminta maaf dan menyerahkan kasus ke Puspom TNI merupakan keputusan yang keliru dan berpotensi menghalangi pengungkapan kasus secara transparan dan akuntabel. Dia juga menekankan bahwa penyerahan proses hukum kepada TNI bisa membuka jalan "impunitas" bagi Henri.
Orin Gusta Andini menyatakan bahwa KPK seharusnya berpegang pada Undang-Undang yang melindungi serta mengatur KPK dalam menjalankan tugasnya. Dia menegaskan bahwa KPK memiliki wewenang luas untuk menangani kasus dugaan korupsi, termasuk yang melibatkan anggota TNI, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Oleh karena itu, KPK seharusnya mengusut kasus ini hingga tuntas tanpa perlu meminta maaf.
Saksi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman mengeluarkan lima catatan terkait kasus ini. Pertama, KPK harus tetap menangani perkara ini dengan sistem peradilan koneksitas karena melibatkan orang sipil dan anggota TNI. Kedua, peradilan koneksitas harus dilakukan karena tindak pidana korupsi merugikan kepentingan umum. Ketiga, KPK memiliki wewenang luas untuk menangani kasus dugaan korupsi, termasuk yang melibatkan anggota TNI. Keempat, pengusutan kasus korupsi yang melibatkan oknum militer harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk semua pelaku aktif dan pasif.
Kasus ini masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat, dan SAKSI FH Unmul menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam mengusut kasus korupsi. Dengan fokus pada Undang-Undang KPK, diharapkan kasus ini bisa diungkapkan secara menyeluruh tanpa intervensi dan dengan proses hukum yang tepat.
[TOS]
Related Posts
- KPK Setorkan Rp 2,4 Triliun ke Negara dari Hasil Penanganan Kasus Korupsi
- Soroti Laporan Harta Pejabat di Hakordia 2024, Ketua KPK Sebut Masih Banyak Ketidaksesuaian
- Hari Anti Korupsi 2024: Komite HAM Dalam 30 Hari Soroti Politik Dinasti dan Tingginya Korupsi
- DPR Sahkan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Periode 2024-2029
- Menuju PTN-BH, LP2M Unmul Genjot Diseminasi Hasil Penelitian Dosen untuk Kepentingan Kebijakan dan Masyarakat