Daerah
Sentuhan AI di Tangan Pelajar SMAN 10 Samarinda, Rancang Galeri Digital Batik Kalimantan

Kaltimtoday.co, Samarinda - Di era digital yang serba cepat, Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar istilah asing yang hanya dipahami oleh para ilmuwan komputer. Kini, teknologi cerdas itu mulai akrab di tangan generasi muda, bahkan di ruang-ruang kelas sekolah menengah. Para pelajar tidak hanya menjadi pengguna, tetapi juga perancang, penemu, dan penggerak inovasi berbasis kecerdasan buatan.
Di tangan pelajar, AI menjelma menjadi alat belajar yang kreatif dan relevan. Mereka menggunakan algoritma untuk mengenali pola, menganalisis data, hingga menciptakan solusi bagi masalah di sekitar mereka.
Dua pelajar di SMAN 10 Samarinda, menangkap peluang menarik melalui kehadiran AI. Diego Prayata Fatikh Moulyandri dan Jundi Satria Badar menciptakan sebuah inovasi yang menarik yakni Galeri Motif Kain Khas Kalimantan, berbasis kecerdasan buatan.
Mereka menciptakan sebuah website yang berfungsi sebagai wadah untuk mengenalkan dan melestarikan motif-motif kain khas Kalimantan. Para pengguna internet bisa dengan mudah mengakses berbagai macam jenis motif kain di website inforhebat.my.id
Pembuatan Galeri Motif Khas Kalimantan itu, dilatarbelakangi oleh urgensi kesadaran masyarakat akan budaya lokalnya sendiri. Terbatasnya representasi budaya lokal, ditambah dengan tingginya intensitas masyarakat dalam mengakses internet, menjadi dasar Diego dan Jundi memperdalam penelitian yang mereka lakukan.
"Melalui penerapan AI berbasis visual, inovasi ini tidak hanya membantu melestarikan dan mendokumentasikan motif batik khas Kalimantan secara digital, tetapi juga menjadi media pengenalan budaya Kalimantan kepada masyarakat luas," kata Jundi, siswa kelas XII itu.
Proses Kerja dan Pembuatan AI
Dalam proses kerja AI, ada beberapa tahapan yang harus dilalui, mulai dari input gambar, pattern recognition, klasifikasi batik, hingga menghasilkan outputnya.
Model AI akan menganalisis gambar batik dengan mengekstrak fitur-fitur penting seperti garis, tekstur, dan warna yang membedakan setiap pola batik.
“Setelah fitur diekstrak, model akan mengklasifikasikan gambar ke dalam kategori pola batik yang sesuai dan menampilkan hasil deteksinya," ungkap Jundi.
Dalam menjelaskan proses pembuatan modelnya, Diego menyebutkan bahwa tahapan pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data berbagai gambar batik Kalimantan yang telah diberi label sesuai jenis dan pola masing-masing.
Data inilah yang menjadi fondasi utama dalam pelatihan model AI. Setelah data terkumpul, dilakukan proses pre-processing yakni mengubah ukuran gambar agar seragam, menormalisasi nilai piksel, serta memperkaya variasi data.
Tahapan berikutnya masuk pada desain model AI. Model dibangun menggunakan Tensorflow, dengan menerapkan Convolutional Neural Networks (CNN). Algoritma yang dikenal efektif dalam mengenali pola visual seperti tekstur dan bentuk pada gambar.
"Model dilatih dengan data gambar yang telah diproses, memakai algoritma optimasi untuk memperbaiki akurasi model dalam mengenali pola. Kemudian, model diuji dengan data untuk mengevaluasi akurasi dan efektivitasnya yang belum pernah dilihat," tambahnya.
Fitur Penggunaan Galeri Motif Kain Khas Kalimantan
Diego sebagai salah satu perancang inovasi ini, menjelaskan bahwa para pengguna bisa mengakses berbagai jenis motif kain yang berasal dari daerah kami.
"Misalnya, ketika pengguna penasaran dengan motif kain tertentu, mereka bisa langsung mencari melalui kolom search bar, atau menelusuri secara manual dengan scrolling di laman utama," imbuhnya.
Selain itu, websitenya juga dilengkapi dengan fitur Image Recognition atau pengenalan gambar. Melalui fitur ini, pengguna bisa mencari motif kain bukan hanya dengan mengetik kata kunci, tetapi juga dengan mengunggah gambar.
Pengguna dapat mengunggah foto kain, baik dari kamera langsung maupun dari file yang sudah ada, lalu sistem kami akan mendeteksi dan mengidentifikasi motif tersebut.
"Contohnya, ketika kami mencoba mengunggah gambar batik dari suku Dayak Kenyah, sistem kemudian akan menampilkan deskripsi lengkap mengenai motif tersebut, seperti asal-usul dan maknanya," sebutnya.
Namun, bagaimana jika gambar yang diunggah tidak terdeteksi, Diego pun memberikan dua alasan. Pertama, motif bukan berasal dari Kalimantan. Kedua, motif tersebut belum terdaftar dalam database, sehingga AI belum mampu mengenalinya.
"Dalam kasus ini, pengguna dapat membantu kami melalui fitur crowdsourcing, yakni dengan mengisi kolom masukan. Di sana, pengguna dapat mengunggah foto serta memberikan deskripsi motif kain yang belum dikenali atau salah teridentifikasi," bebernya.
Saat ini, mereka sudah memiliki 35 motif batik khas Kalimantan dalam database. Dengan adanya fitur crowdsourcing, masyarakat tidak hanya berperan sebagai pengguna, tetapi juga ikut terlibat dalam pelestarian budaya lokal, terutama dalam menjaga keberagaman motif kain khas Kalimantan.
"Inovasi ini sedang dipertandingkan dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI). Doakan sampai ke tahap final nantinya," tutupnya.
[RWT]
Related Posts
- Sejumlah Warga Masih Mendiami Lahan Insinerator di Samarinda Seberang, Satpol PP Persiapkan Langkah Khusus
- Pertama Kali Terekam, Bayi Dugong Muncul di Pantai Mali, Alor
- Geotab Luncurkan Asisten AI Generatif untuk Manajemen Armada di Indonesia
- DBS Indonesia Luluskan 50 Peserta Disabilitas dari Program Pelatihan Dunia Kerja
- Survei Spotify: Musik dan Podcast Jadi Bagian Penting Hidup Sehari-hari Gen Z Indonesia