Daerah

Sungai Daluman Pegat Bukur Tercemar, DPRD Berau Minta Perusahaan Bertanggung Jawab

Kaltim Today
11 Agustus 2025 18:20
Sungai Daluman Pegat Bukur Tercemar, DPRD Berau Minta Perusahaan Bertanggung Jawab
Saat pihak perusahaan bersama warga dan DLHK melakukan pemantauan ke lokasi Sungai Daluman yang diduga tercemar belum lama ini. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Berau - Sungai Daluman di Kampung Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliung diduga tercemar. Dugaan tersebut, setelah warga yang bermukim di sekitar aliran sungai, mendapati warna air yang dahulunya jernih kini menjadi keruh.

Belakangan didapati informasi jika pencemaran tersebut diindikasi berasal dari limbah pertambangan batu bara milih perusahaan PT Supra Bara Energi (SBE) yang mengalir langsung ke aliran sungai.

"Sejak tahun 1980 kami bermukim, sungai tersebut dahulunya menjadi sumber air utama, namun sejak tambang beroperasi, air tak lagi bisa digunakan," ujar warga Pegat Bukur, Yuli.

Menimpal pernyataan Yuli, warga lain, Dirwansyah, juga mengutarakan kecemasannya. Menurutnya, keadaan air yang begitu pekatnya dikhawatirkan dapat merusak ekosistem sungai sekaligus mengancam pasokan air bersih.

"Pihak terkait harus turun tangan, pencabutan izin tambang bisa menjadi solusi terbaik jika pelanggaran terbukti," tambahnya.

Keluhan warga itu, telah sampai ke pihak legislatif. Anggota Komisi II DPRD Berau, Agus Uriansyah menyebut, apabila kondisi di lapangan sudah dapat dilihat secara kasat mata maka pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau harus bergerak cepat.

Bahkan, ketika benar telah dilakukan uji laboratorium dan sebagainya menyangkut kejernihan air. Maka ia menyarankan agar disampaikan secara terbuka ke publik. Sehingga tidak terkesan ditutup-tutupi.

“Kalau terbukti tercemar limbah tambang, perusahaan harus diberi sanksi tegas,” kata Agus, Senin (11/8/2025).

Menurut legislator dari partai Perindo itu, bahwa ketegasan mengenai pencemaran lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pada pasal 69 melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan. Dengan sanksinya menurut pasal 98 hingga Pasal 103, berupa pidana penjara hingga 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.

Sementara dari daerah, mengenai kewajiban perusahaan untuk melakukan pengelolaan limbah sudah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Ini bukan sekadar persoalan lingkungan, tapi juga menyangkut pelanggaran hukum. Kalau ada bukti kuat, harus ada tindakan hukum, bukan hanya teguran,” tegasnya.

Terkait permasalahan ini, DPRD Berau akan memanggil pihak perusahaan termasuk DLHK untuk memberikan penjelasan resmi terkait hasil uji laboratorium.

Menurut Agus, kasus ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena menyangkut kesehatan warga, kelestarian ekosistem sungai, dan keberlangsungan sumber air minum di Pegat Bukur, Bena Baru, dan Inaran.

Belum ada tangkapan dari pihak PT SBE, bahkan Kepala Teknik Tambang, Hendra yang berada di lokasi saat pemantauan lapangan, memilih bungkam ketika dimintai tanggapan oleh awak media.

“Perusahaan harus bertanggung jawab. Jangan sampai keberadaan tambang justru membawa mudarat bagi warga. Kalau terbukti melanggar, DLHK harus berani menindak sesuai aturan yang berlaku,” pungkas Agus.

[MGN | RWT]



Berita Lainnya