Daerah

Tekanan Tambang dan Sawit Terus Gerus Hutan Kaltim, Dishut Sebut Banyak Perusahaan Kayu Gulung Tikar 

Defrico Alfan Saputra — Kaltim Today 18 Desember 2025 16:51
Tekanan Tambang dan Sawit Terus Gerus Hutan Kaltim, Dishut Sebut Banyak Perusahaan Kayu Gulung Tikar 
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalimantan Timur, Joko Istanto. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Laju deforestasi akibat aktivitas pertambangan dan perkebunan di Kalimantan Timur kian berdampak luas. Tidak hanya mengancam kelestarian hutan, tekanan tersebut juga melemahkan sektor kehutanan, hingga membuat mayoritas perusahaan kayu di Mahakam Ulu menghentikan operasionalnya.  

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kalimantan Timur, Joko Istanto, mengungkapkan sekitar 70 persen perusahaan kayu di Mahakam Ulu saat ini tidak lagi beroperasi, meskipun izin usaha pemanfaatan hutan mereka secara administratif masih berlaku. 

“Kalau kita tarik ke belakang, penyebabnya rata-rata karena deforestasi dari berbagai aktivitas, terutama tambang dan perkebunan. Ini yang menjadi persoalan utama kehutanan kita hari ini,” ujar Joko.

Ia menjelaskan, tekanan terhadap kawasan hutan tidak hanya berdampak pada berkurangnya tutupan hutan, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem secara menyeluruh. Jika dibiarkan, kondisi tersebut berpotensi meningkatkan risiko bencana lingkungan.

Joko menilai dampak lingkungan di Kalimantan Timur pada banjir besar 2024 lalu relatif masih terkendali dibandingkan sejumlah wilayah di Sumatera. Salah satu indikatornya adalah minimnya temuan kayu hanyut dalam jumlah besar saat peristiwa banjir. 

“Banjir memang terjadi, tapi Alhamdulillah tidak seperti di Sumatera. Kayu-kayu tidak keluar, itu yang patut kita syukuri,” katanya. 

Ia mengakui adanya perbedaan angka antara data resmi Kementerian Kehutanan dan hasil pemantauan mitra daerah. Kementerian Kehutanan mencatat deforestasi di Kalimantan Timur mencapai sekitar 36 ribu hektare, sementara data lain menyebutkan hingga 44 ribu hektare.

“Perbedaan ini berkaitan dengan metode pengambilan data dan resolusi citra yang digunakan,” jelasnya.

Sebagai langkah pengendalian, pemerintah pusat melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) mulai melakukan penertiban kawasan perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan. Penertiban dilakukan melalui pemasangan patok dan papan penanda di sejumlah daerah, seperti Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Berau, untuk mengembalikan fungsi kawasan menjadi hutan.

Upaya menekan laju deforestasi tidak dapat dilakukan secara parsial. Selain penegakan aturan, pemerintah juga mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan yang tetap memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.

“Kalau masyarakat tidak sejahtera, hutan pasti tertekan. Karena itu, pengendalian deforestasi harus berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan,” tegasnya.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), luas deforestasi di Kalimantan Timur tercatat mencapai 36.707,16 hektare. Kabupaten Kutai Timur menjadi daerah dengan deforestasi terluas, yakni 19.828,80 hektare, disusul Kabupaten Berau 10.054,44 hektare, Kutai Barat 3.836,98 hektare, dan Kutai Kartanegara 1.709,03 hektare.

Sementara itu, Mahakam Ulu mencatat deforestasi seluas 441,10 hektare, Paser 601,34 hektare, Penajam Paser Utara 204,28 hektare, dan Kota Balikpapan 31,19 hektare.

Di sisi lain, upaya pemulihan hutan melalui reforestasi sepanjang 2024 tercatat seluas 17.513,17 hektare. Reforestasi terbesar dilakukan di Kutai Timur dengan luas 8.031,53 hektare, diikuti Kutai Barat 3.830,63 hektare, Kutai Kartanegara 3.362,54 hektare, dan Paser 1.718,94 hektare. Reforestasi juga dilakukan di Berau seluas 400,04 hektare serta Penajam Paser Utara 169,48 hektare.

[RWT] 



Berita Lainnya