Nasional
Tugas, Fungsi, dan Manfaat Lembaga Pengelola Investasi
Kaltimtoday.co, Jakarta - Pemerintah baru saja mendirikan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dengan nama Indonesia Investment Authority (INA).
Presiden Joko Widodo melantik lima anggota Dewan Pengawas INA di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/ 2021).
Kelima Dewan Pengawas itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai ketua merangkap anggota, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sebagai anggota, Darwin Cyril Noerhadi sebagai anggota untuk masa jabatan 2021-2026, Yozua Makes sebagai anggota untuk masa jabatan 2021-2025, dan Hariyanto Sahari sebagai anggota untuk masa jabatan 2021-2024.
Lembaga itu memang menjadi salah satu cara pemerintah menggenjot investasi, sehingga diharapkan bisa berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Rencananya, LPI ini akan mulai beroperasi pada kuartal I-2021.
Di sela pelantikan, Presiden Jokowi berkata, “LPI ini bisa menjadi lembaga yang memberi alternatif pembiayaan bagi pembangunan negara.”
Bila mengacu pada istilah, Sovereign Wealth Fund (SWF) itu terdengar cukup asing di telinga masyarakat awam. Istilah itu memang baru mengemuka saat Presiden Jokowi menyebut-nyebut adanya wacana pembentukan SWF dalam aturan omnibus law (UU Cipta Kerja).
Secara sederhana SWF adalah badan pengelola dana investasi milik negara. Dana yang akan dikelola oleh badan ini berasal dari cadangan devisa yang dimiliki oleh bank sentral, dana hasil privatisasi, akumulasi surplus perdagangan maupun surplus anggaran, dan hasil penerimaan negara yang berasal dari ekspor sumber daya alam.
Kendaraan Finansial
Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyebut SWF sebagai kendaraan finansial yang akan digunakan oleh negara untuk mengatur dana publik. Harapannnya, melalui investasi yang dilakukan SWF terhadap dana milik negara, stabilitas ekonomi bisa tercapai.
Bagaimana landasan hukum yang digunakan untuk pendirian lembaga tersebut? Lembaga ini merupakan implementasi dari perintah UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terutama di bidang investasi. Seiring itu, pemerintah pun telah menerbitkan dua peraturan pelaksana (PP), sebagai turunan dari UU itu.
Yang pertama, Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 2020 tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi. Kedua, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi.
Seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, pada Rabu (16/12/2020), kedua peraturan pemerintah itu bertujuan untuk menjawab tantangan struktural dari sisi investasi. Penyebabnya adalah, kapasitas pembiayaan dalam negeri belum cukup untuk mendanai pembangunan ekonomi ke depan.
Selain itu, pemerintah juga membutuhkan mitra strategis yang kuat secara hukum dan kelembagaan untuk menarik investasi dari investor global. “Lembaga Pengelola Investasi akan mengelola dana investasi dari luar negeri dan dalam negeri sebagai sumber pembiayaan alternatif dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap dana jangka pendek.”
SWF atau INA ini juga merupakan lembaga berbadan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki Pemerintah Indonesia. Melalui PP 73/2020, lembaga ini memperoleh dukungan modal awal sebesar Rp15 triliun atau setara dengan sekitar USD1 miliar.
Selanjutnya, mengacu PP nomor 74/2020, modal INA akan dipenuhi hingga mencapai Rp75 triliun (USD5 miliar). Namun, pemenuhannya dilakukan secara bertahap.
Berkaitan pendanaan lembaga itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan pemaparan lebih gamblang. Menurutnya, pemerintah tahun lalu sudah memberikan modal awal Rp15 triliun bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 sebagaimana tertuang dalam PP tentang Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi.
Sedangkan, menurut Menkeu, Rp15 triliun lagi akan dialokasikan di tahun ini dari APBN 2021. Sehingga total modal tunai SWF sebesar Rp30 triliun. Sementara itu, sebanyak Rp45 triliun lainnya berasal dari aset-aset lain milik negara. Misalnya, diperoleh lewat saham-saham dari BUMN melalui mekanisme inbreng atau disertakan.
“Kita berharap in total ekuitasnya itu akan sekitar Rp75 triliun, yaitu dalam bentuk saham-saham. Misalnya sahamnya BRI, Mandiri, itu kan sekarang lagi tinggi-tinggi, yang penting kepemilikan sahamnya dipegang pemerintah di atas 51%, maka kita inbrengkan,” kata Menkeu.
Selanjutnya, apa yang menjadi tugas dari lembaga itu? Seperti disampaikan di atas, masalah permodalan tentunya diharapkan bisa dituntaskan. Dengan dukungan permodalan itu, lembaga tersebut diharapkan dapat menjalankan fungsi dan tugasnya.
Ada enam kewenangan yang diberikan. Pertama, melakukan penempatan dana dalam instrumen keuangan. Kedua, menjalankan kegiatan pengelolaan asset. Ketiga, melakukan kerja sama dengan pihak lain, termasuk entitas dana perwalian (trust fund). Keempat, menentukan calon mitra investasi. Kelima, memberikan dan menerima pinjaman, dan keenam, menatausahakan aset.
Pembentukan lembaga itu tentu patut diapresiasi. Harapannya, lembaga itu bisa segera bekerja dan bisa terbang tinggi menggaet investasi. Selain fleksibiltas dalam melakukan investasi, manajemen yang profesional dan independen, serta mampu meng-capture appetite investor.
[TOS]
Related Posts
- Peningkatan Infrastruktur di PPU Tingkatkan Daya Saing Investasi
- Kawasan Industri Buluminung Jadi Magnet Baru Investasi di PPU
- Tingkatkan Aktifitas Investasi, DPMPTSP PPU Pastikan Semua Layanan Pelaku Usaha
- Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna di Kaltim Perkuat Ekonomi Daerah
- BRI Dorong Ekonomi Hijau, Portofolio Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp764,8 Triliun