Opini
Usulan Gelar Pahlawan Nasional Sultan Paser Ibrahim Chaliluddin
Oleh: Muhammad Sarip (Sejarawan Publik)
SEBUAH dokumen Surat Keputusan Bupati Paser bertanggal 16 Agustus 2024 saya terima. Nama saya tercantum dalam SK bernomor 100.3.3.2/KEP-787/2024 tentang Pembentukan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). Dalam SK yang ditandatangani oleh Bupati Fahmi Fadli itu, saya direkrut sebagai anggota TP2GD.
Ada agenda khusus Bupati Paser ketika membentuk TP2GD. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional. Di antara tugas TP2GD adalah meneliti, mengkaji kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta kelayakan calon penerima gelar Pahlawan Nasional. TP2GD juga bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada bupati dalam menerbitkan rekomendasi atas kelayakan calon penerima gelar Pahlawan Nasional.
Pemerintah Kabupaten Paser ingin mengusulkan raja terakhir Kesultanan Paser, yakni Sultan Ibrahim Chaliluddin, sebagai Calon Pahlawan Nasional. Rekrutmen saya dalam kapabilitas sebagai sejarawan publik. Jika TP2GD memberikan rekomendasi, maka proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional bisa dilanjutkan secara berjenjang dari tingkat kabupaten ke provinsi, lalu ke Kementerian Sosial, TP2GP, Dewan Gelar hingga ke presiden.
Awal 2024 Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur memprogramkan [lagi] usulan Calon Pahlawan Nasional. Dinsos merekrut saya dan Nanda Puspita Sheilla—eksekutifmuda Samarinda yang bekerja di Jakarta—sebagai anggota kegiatan TP2GD tingkat provinsi. Nanda adalah partner saya dalam penulisan buku Historipedia Kalimantan Timur: Dari Kundungga, Samarinda hingga Ibu Kota Nusantara, serta tandem dalam sejumlah kegiatan literasi sejarah lokal.
Dalam sebuah talkshow yang dilaksanakan oleh Dinsos Kaltim, Nanda mempresentasikan profil tokoh pemimpin Republiken Abdoel Moeis Hassan dalam membela kemerdekaan RI di Kaltim. Di forum yang sama, saya mengungkap potensi tokoh lain seperti Sultan Ibrahim Chaliluddin dari Paser dan Raja Alam dari Berau.
Terjadi koordinasi dan komunikasi antara Dinsos Kaltim dan Dinsos Paser untuk urusan kepahlawanan. Pemerintah Kabupaten Paser mem-follow up usulan gelar untuk Sultan Ibrahim Chaliluddin. Senin, 24 November 2024 di Kantor Bupati Paser, saya diundang sebagai narasumber dalam seminar usulan Calon Pahlawan Nasional Sultan Ibrahim Chaliluddin.
Saya kemukakan prolog bahwa Paser sebagai komunitas suku dan monarki tradisional memiliki relasi sejarah dengan Kutai dan Banjar. Kisaran tahun 1475 Pangeran Tumenggung Bayabaya yang ibunya dari Paser, diangkat sebagai Raja Kutai Kertanegara. Sekitar tahun 1516 Kerajaan Sadurengas berdiri di Paser dengan kontribusi aristokrat dari Kerajaan Kuripan alias Banjar-Hindu di Amuntai. Kemudian pada 1705 Kerajaan Sadurengas bertransformasi menjadi Kerajaan Paser Belengkong, awal penggunaan gelar sultan.
Saya menegaskan, sumber sejarah perlawanan Sultan Ibrahim terhadap kolonial Belanda sangat valid. Sumbernya bukan dari intern keluarga atau sekadar tutur lisan.Terdapat sumber Belanda berupa buku dan surat kabar sezaman yang mencatat pemberontakan Sarekat Islam di Paser pada 1915–1916. Diungkap bahwa dalang dari perlawanan itu adalah Sultan Ibrahim Chaliluddin dan kerabatnya sebagai pimpinan Sarekat Islam Cabang Paser.
Belanda dapat menangkap Sultan Ibrahim pada Februari 1916 dan membawanya ke Banjarmasin untuk diadili. Dalam sidang pengadilan sempat ada pembelaan dari Haji Oemar Said Tjokroaminoto untuk Sultan Ibrahim. Namun, pembelaan itu ditolak oleh hakim kolonial. Pemerintah Hindia Belanda dengan Keputusan Gubernemen Nomor 25tanggal 31 Juli 1918 menjatuhkan vonis kepada Sultan Ibrahim Chaliluddin berupa hukuman pengasingan seumur hidup.
Sultan Ibrahim dihukum buang ke Cianjur (Jawa Barat). Lokasi pengasingannya merupakan area yang sama dengan pengasingan Pangeran Hidayatullah dari Kesultanan Banjar. Ketika Sultan Ibrahim tiba di kawasan ini, Pangeran Banjar itu sudah wafat 14 tahun sebelumnya. Kerabat dan keturunan Pangeran Hidayatullah tetap hidup di lokasi pengasingan tersebut.
Sultan Ibrahim beserta keluarganya menjalani hukuman hingga tutup usia pada 19 Oktober 1930. Sultan Ibrahim dimakamkan di sebelah pusara Pangeran Hidayatullah. Dua jenazah figur pemimpin rakyat Banjar dan Paser bersemayam dalam dimensi bumi yang berdekatan.
Informasi bahwa Sultan Ibrahim Chaliluddin merupakan tokoh pemberontak bersumber dari pihak lawan (Belanda), bukan semata-mata klaim dari sumber lokal. Dalam konteks ini, pengakuan dari lawan (kolonialis Belanda) lebih valid dan kredibel sebagai sumber sejarah kepahlawanan figur lokal. Hal ini sebagaimana nama Pangeran Antasari yang tercatat dalam dokumen dan arsip Belanda sebagai berandal alias pemberontak. Pemerintah RI sangat mudah untuk menobatkan tokoh inlander yang oleh penjajah diberi label pemberontak, sebagai Pahlawan Nasional. Sebaliknya, pemerintah RI sulit memverifikasi cerita juang tokoh yang hanya bersumber dari klaim pihak keluarga.
Saya bilang juga, ada anugerah Bintang Jasa Utama dari Presiden Baharuddin JusufHabibie tahun 1999 untuk Sultan Ibrahim Khaliluddin (dokumen sertifikat menggunakan huruf K bukan C untuk nama Khaliluddin). Lima tahun sebelumnya, yakni pada 1994, Pemerintah Provinsi Kaltim pernah mengajukan usulan gelar Pahlawan Nasional untuk sultan terakhir Paser tersebut. Alasan menerima Bintang Jasa Utama adalah sebagai tokoh yang berjasa kepada negara dan bangsa Indonesia dalam suatu bidang atau peristiwa tertentu. Tanda kehormatan ini menjadi modal penting untuk pengajuan kembali usulan gelar Pahlawan Nasional karena maknanya sudah ada pengakuan negara terhadap perjuangan sang tokoh.
Di penghujung seminar, moderator dari Sekretaris Dinsos Paser, Nila Kandi hendak meminta TP2GD menyepakati bahwa dokumen usulan gelar Pahlawan Nasional dinyatakan lengkap. Namun, saya mengoreksi bahwa ada dua kelengkapan yang belum terpenuhi menurut Permensos 15/2012. Pertama, belum ada seminar nasional untuk usulan ini. Kedua, belum ada fasilitas publik skala besar atau bangunan monumental yang dinamai Sultan Ibrahim Chaliluddin.
Sebenarnya ada fasilitas jalan umum yang bernama Sultan Ibrahim Chaliluddin. Namun, sekadar nama jalan itu terlalu kecil untuk apresiasi seorang tokoh pejuang bangsa. Satwa dan benda mati pun banyak yang dijadikan nama jalan. Penamaan jalan tidak terlalu istimewa.
Di Ruang Rapat Sadurengas Kantor Bupati Paser itu saya memberikan contoh. Untuk kelengkapan syarat usulan gelar Pahlawan Nasional Sultan Aji Muhammad Idris, pemerintah pusat berinisiatif mengganti nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN)Samarinda menjadi Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, disingkat UINSI Samarinda.
Sementara itu, untuk usulan gelar Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan yang telahdiserahkan oleh Dinsos Kaltim kepada Kementerian Sosial di Jakarta pada Februari 2024, sudah ada SK Wali Kota Samarinda Nomor 620/304/HK-KS/IX/2020 yangmengabadikan nama Abdoel Moeis Hassan sebagai nama Jembatan Mahulu di Samarinda. Jembatan sepanjang 799 meter di atas Sungai Mahakam ini menghubungkan Kecamatan Sungai Kunjang dan Kecamatan Loa Janan Ilir.
Merespons koreksi saya, Kepala Dinsos Paser Hasanuddin menjanjikan penyelenggaraan seminar nasional pada awal 2025. Adapun tentang penamaan bangunan monumental, ada audiens yang mengusulkan penggantian nama Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan. Menanggapi usul ini, saya bilang bahwa sebaiknya tidak perlu membuka celah polemik seperti kejadian satu dekade lalu. Itu kontraproduktif untuk proses usulan gelar pahlawan yang masa pendaftarannya biasanya ditutup pada akhir Maret.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Paser Yusuf Sumako mengusulkan nama stadion di Paser. Sementara Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin sebagai cicit dari Sultan Ibrahim sekaligus Ketua Yayasan Sultan Ibrahim Chaliluddin melontarkan ide penamaan bandara di Ibu Kota Nusantara. Penamaan bangunan ini domainnya Pemkab Paser. Yang penting dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dengan SK Kepala Daerah untuk kelengkapan syarat administrasi usulan gelar Pahlawan Nasional.
Setelah semua persyaratan dokumen lengkap, TP2GD bisa bersidang untuk memverifikasinya. Jika semuanya sudah tervalidasi, TP2GD dapat merekomendasikan kepada Bupati Paser untuk melanjutkan proses usulan gelar Pahlawan Nasional kepada Pemerintah Provinsi Kaltim. Diperlukan sebuah surat rekomendasi yang ditandatangani oleh Gubernur Kaltim untuk kelanjutan proses kepada Kemensos RI. (*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Optimalkan Reklamasi Lahan Tambang, Kaltim Target Swasembada Pangan Tahun 2026
- Stabilitas Harga dan Ketersediaan Pasokan Jelang Nataru, Disperindagkop UKM Upayakan Tekan Inflasi
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Dimakamkan dengan Upacara Kehormatan di Kantor Gubernur
- Hari Ibu: Kebijakan Politik yang Bukan Mother’s Day
- Mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak Disemayamkan di Samping Makam Anaknya