Headline

Bukit Soeharto Calon Ibu Kota, Akademisi Unmul Beda Sikap

Kaltim Today
20 Agustus 2019 07:31
Bukit Soeharto Calon Ibu Kota, Akademisi Unmul Beda Sikap
Jembatan Gantung Bukit Bangkirai, di kawasan Tahura Bukit Soeharto. (Sumber: genpi.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Soal kawasan Bukit Soeharto bakal ditunjuk sebagai lokasi ibu kota baru menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Di kalangan akademisi, hal ini juga terjadi.

Dosen FEB Universitas Mulawarman Purwadi misalnya menilai, dicoretnya kawasan Bukit Suharto sebagai lokasi pemindahan ibu kota negara dinilai kurang tepat. Pernyataan Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro yang menyampaikan kawasan Bukit Suharto dicoret dari daftar calon ibu kota negara di Kaltim karena banyak mengandung batu bara dan sebagian lahan gambut tidak mendasar.

Menurut dia, jika terkait lahan gambut, maka wilayah Kalimantan Selatan jauh lebih banyak gambutnya. Sementara soal kandungan batu bara bukanlah persoalan besar.

Menurutnya, pemilihan kawasan Bukit Suharto sangat tepat. Selain karena posisinya yang sangat strategis. Jika ketersediaan lahan yang sangat luas.

Sebelum memutuskan mencoret kawasan Bukit Suharto dari daftar calon ibu kota negara, ada baiknya jika melakukan survei lokasi terlebih dahulu. Sebab, tidak semua kawasannya dipenuhi dengan kandungan batu bara.

Selain itu, dijelaskannya pula pemilihan Bukit Suharto yang memiliki sumber cadangan air menjadi salah satu alasan yang cukup tepat.

"Meskipun kedepannya harus dicarikan sumber cadangan air lain. Karena harus diantisipasi perpindahan penduduk dalam jumlah besar," tuturnya.

Sementara, Dosen Hukum Universitas Mulawarman Hardiansyah Hamzah selaku pengamat hukum dan lingkungan justru dari awal sudah menolak jika kawasan Bukit Suharto masuk dalam daftar lahan yang disiapkan untuk lokasi pemindahan ibu kota baru.

"Pemilihan Bukit Soeharto tidak bisa diterima, mengingat statusnya sebagai kawasan konservasi," sebut Castro sapaan akrabnya.

Lebih jauh dijelaskannya, penolakan ini ditengarai sejumlah kawasan hijau di Kaltim, telah lebih dulu habis digusur industri ekstraktif.

"Justru akan semakin habis jika Bukit Soeharto jadi lokasi ibu kota baru. Itu kan upaya yang tidak visioner dan tidak punya sense of enviromental values," imbuhnya.

Disebutkan Castro, bersifat optimis tentu saja boleh, tetapi harus diimbangi dengan kerealistisan. Hal ini dikarenakan harus adanya pertimbangan dari sudut pandang manusia dan alam.

"Jangan hanya mengedepankan sentimen kedaerahan dan nafsu politik," tandasnya.

[JRO | TOS]


Related Posts


Berita Lainnya