Politik
Calon Tunggal dalam Pilkada: Cerminan Kegagalan Regenerasi Partai Politik
JAKARTA, Kaltimtoday.co - Fenomena banyaknya calon tunggal yang akan melawan kotak kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun ini, meskipun masa pendaftaran telah diperpanjang, mengindikasikan kegagalan partai politik dalam melakukan regenerasi politisi, demikian diungkapkan oleh sejumlah pengamat politik.
Setelah masa perpanjangan pendaftaran dari Senin hingga Rabu pekan ini, sebanyak 41 wilayah terkonfirmasi memiliki calon tunggal yang akan melawan kotak kosong pada Pilkada yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024. Sebelum masa perpanjangan, jumlahnya mencapai 43 wilayah.
Ali Shahab, pengamat politik dari Universitas Airlangga, menilai peningkatan jumlah calon tunggal merupakan bukti kegagalan partai politik dalam melakukan kaderisasi. Menurutnya, hal ini juga menunjukkan kuatnya pengaruh koalisi partai di tingkat nasional yang membentuk pola "kartel berbalut koalisi."
“Partai-partai tidak mampu memunculkan kader baru untuk maju dalam Pilkada. Esensi partai yang seharusnya menyalurkan suara rakyat kini lebih mengedepankan suara ketua partai. Ini memperlihatkan bagaimana kartel koalisi semakin menguat, hingga ketua umum partai pun tidak berani menolak pengaruh tersebut,” ujar Ali dalam wawancara dengan awak media
Kemunduran Demokrasi di Tengah Dominasi Calon Tunggal
Lebih lanjut, Ali mengungkapkan bahwa kondisi ini mencerminkan kemunduran demokrasi, di mana salah satu esensi demokrasi adalah kebebasan berpolitik dan kompetisi yang sehat.
Peneliti dari Paramadina Public Policy Institute, Septa Dinata, juga berpendapat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada menit-menit terakhir tidak memberikan dampak signifikan dalam mengurangi jumlah calon tunggal dalam Pilkada.
“Keputusan untuk maju dalam Pilkada membutuhkan perencanaan jangka panjang, bukan sekadar masa pendaftaran seminggu. Ini hanya membantu mereka yang sejak awal sudah berniat maju namun terkendala partai,” jelas Septa.
Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), meskipun jumlah calon tunggal meningkat menjadi 41 pada tahun 2024, secara persentase jumlahnya menurun dibanding Pilkada 2020. Pada Pilkada 2020, terdapat 25 calon tunggal di 270 daerah (9,26%), sementara pada Pilkada 2024, 41 calon tunggal tersebar di 545 daerah (7,52%).
Papua Barat menjadi satu-satunya provinsi dengan calon tunggal di pemilihan gubernur, yaitu pasangan Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani. Pasangan ini diusung oleh 17 dari 18 partai peserta pemilu, dengan Dominggus sebagai Ketua Partai Nasdem Papua Barat dan Mohammad sebagai Ketua Gerindra Papua Barat.
Di tingkat pemilihan wali kota dan bupati, Sumatera Utara dan Jawa Timur mencatatkan jumlah calon tunggal terbanyak. Sumatera Utara memiliki enam kabupaten dengan calon tunggal, sementara di Jawa Timur terdapat tiga kabupaten dan dua kota yang mengalami fenomena serupa.
Mahkamah Konstitusi dan Upaya Meningkatkan Kompetisi
Mahkamah Konstitusi sebelumnya mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. MK memutuskan untuk menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik, menyamakan syarat tersebut dengan aturan pencalonan kepala daerah jalur independen.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai ada upaya dari sejumlah partai politik untuk merancang Pilkada dengan calon tunggal melawan kotak kosong, yang menurutnya melemahkan semangat demokrasi.
“Jika partai-partai mendesain pemilihan kepala daerah untuk melawan kotak kosong, itu sudah melampaui batas. Tidak ada semangat untuk membangun demokrasi yang sehat, padahal esensi Pilkada adalah kompetisi,” ujar Arya dalam diskusi yang diikuti BenarNews - Jaringan Kaltim Today .
Kritik Terhadap Koalisi Partai dan Kotak Kosong
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Rendy NS Umboh, menilai pola relasi koalisi partai dalam Pilkada semakin menunjukkan pengkondisian untuk melawan kotak kosong.
“Pengkondisian ini bertujuan untuk lebih mudah mengatur kemenangan dalam Pilkada,” jelas Rendy. Dia juga menekankan bahwa koalisi partai politik, termasuk perubahan konfigurasi koalisi, sangat memengaruhi proses pencalonan.
Rendy juga menambahkan bahwa peraturan terkait pencalonan kepala daerah perlu direvisi agar tidak ada calon tunggal di masa depan. Menurutnya, hal ini bisa dilakukan dengan mewajibkan minimal dua pasangan calon dalam setiap pemilihan atau melarang pembentukan koalisi besar yang menghambat partai lain mencalonkan kandidat.
Merujuk pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, jika calon tunggal kalah melawan kotak kosong, maka posisi kepala daerah akan diisi oleh pejabat sementara hingga Pilkada selanjutnya.
Dalam sejarah Pilkada, satu-satunya calon tunggal yang pernah kalah melawan kotak kosong adalah pada Pilkada Makassar tahun 2018.
[TOS]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- BPSDM Kaltim: AI sebagai Kunci Transformasi Digital di Sektor Publik
- Debat Panas Pilgub Kaltim
- Balikpapan Tertinggi! Umur Harapan Hidup Penduduk Kaltim Meningkat dalam 10 Tahun Terakhir
- 4.479 Berkas Dimusnahkan, DPK Terima Penyerahan 142 Arsip Statis dari Dispora Kaltim
- Gibran Rakabuming Raka Buka MTQ KORPRI VII, 1.700 Peserta dari 35 Provinsi dan 54 Lembaga