Kaltim
Darurat Kekerasan Seksual terhadap Anak di Kaltim, Hetifah Tekankan Pentingnya Peran Masyarakat Sekitar
Kaltimtoday.co, Jakarta - Menduduki peringkat tertinggi terkait jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pulau Kalimantan (11/8/2020), Kalimantan Timur perlu berbenah diri. Dilansir dari aplikasi Sistem Informasi Pencatatan dan Pelaporan Kasus Kekerasan (SIMFONI), hanya dalam kurun waktu delapan bulan di 2020, sudah tercatat 262 kasus kekerasan perempuan dan anak di Kalimantan Timur.
Menurut data aplikasi rintisan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tersebut, 112 di antara kasus kekerasan tersebut adalah kasus kekerasan seksual. Data menunjukkan, dari 173 kasus kekerasan yang terjadi pada anak (0-17 tahun), 60% di antaranya terjadi di usia remaja (13-17 tahun). Yang lebih mengenaskan, jumlah kasus maupun jumlah korban tertinggi tidak berasal dari lingkungan asing, melainkan terjadi di lingkungan rumah tangga.
Menyoroti hal ini, Hetifah Sjaifudian selaku legislator yang mewakili Kalimantan Timur angkat bicara.
“Beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kaltim tidak pernah kurang dari seratus dan umumnya terjadi di lingkungan terdekat anak itu sendiri, yaitu keluarga. Sebagai contoh, kita kembali mendengar kasus seorang ayah tiri tega berulang kali memperkosa anak tirinya sejak tahun 2018 di Kutai Timur. Saya sungguh prihatin dengan tren yang terjadi, hal ini menandakan bahwa diperlukan sosialisasi dan metode perlindungan anak yang lebih efektif di Kalimantan Timur,” ujar Hetifah Sjaifudian yang juga menduduki posisi Wakil Ketua Komisi X DPR RI.
Menyadari kompleksitas yang mendasari tindak kekerasan seksual pada anak, Hetifah tekankan upaya pencegahan di unit sosial terdekat.
“Isu kekerasan seksual memang berakar dari berbagai faktor yang kompleks, baik itu faktor eksternal seperti ekonomi, media sosial, dan lingkungan, juga faktor internal di keluarga itu sendiri seperti psikologis, biologis, dan moral. Saya memahami dalam menangani isu ini dibutuhkan upaya holistik, baik preventif maupun represif, beserta sinergi seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi, saya percaya bahwa isu ini dapat ditanggulangi secara lebih efektif melalui penekanan terhadap pencegahan yang dilakukan oleh lingkungan terdekat,” kata Hetifah.
Selain itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Kesra ini juga menambahkan bahwa, perlindungan anak merupakan tanggung jawab kemanusiaan seluruh lapisan masyarakat.
“Kita jangan membatasi melihat tanggung jawab perlindungan anak hanya kepada pihak keluarga dan penegak hukum saja. Kita harus meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa melindungi anak adalah tanggung jawab moral seluruh individu. Sebagai contoh, masyarakat sekitar seperti tetangga maupun guru di sekolah pun harus sadar bahwa mereka wajib melindungi dan melapor apabila melihat tindak kekerasan seksual di sekitar mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hetifah menyoroti pentingnya empati dan keterikatan masyarakat sebagai solusi bagi tindak kekerasan seksual pada anak.
“Saya mengapresiasi program Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) oleh Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim yang telah aktif mengedukasi topik kekerasan seksual kepada masyarakat hingga taraf perkampungan. Akan tetapi, jumlah kekerasan seksual terhadap anak yang meningkat dari tahun ke tahun membuktikan bahwa ada aspek dalam program ini yang perlu ditingkatkan. Selain pemahaman terkait apa itu kekerasan seksual dan cara menanggulanginya, saya rasa penanaman nilai empati dan keterikatan masyarakat terdekat perlu lebih ditingkatkan. Dengan meningkatnya empati dan keterikatan lingkungan terdekat, secara naluriah akan timbul kepedulian untuk saling menjaga,” tambahnya.
Terakhir, Hetifah menambahkan pentingnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kaltim yang terus meningkat ini juga menjadi bukti urgensi akan sebuah regulasi yang memberikan perlindungan dari kekerasan seksual, utamanya terhadap anak. Bahwa dengan adanya UU PKS yang mencakup pencegahan, penanganan pidana, dan pemulihan korban, sebetulnya dapat menjadi solusi yang komprehensif terhadap kasus ini," pungkasnya.
[RWT]