Daerah

Di Balik Aktivitas Tambang KPC: Hutan Reklamasi Tumbuh, Satwa Liar Kembali

Supri Yadha — Kaltim Today 17 November 2025 07:42
Di Balik Aktivitas Tambang KPC: Hutan Reklamasi Tumbuh, Satwa Liar Kembali
Mining tour PWI di KPC. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Deru mesin belum terdengar, namun denyut industri tambang sudah terasa sejak kaki melangkah ke kawasan PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Sangatta, Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Di halaman depan disuguhkan pemandangan tertata, bersih, dan teduh oleh rindangnya pepohonan yang membingkai kawasan kantor.

Di lingkungan perkantoran yang sejuk itu, rombongan jurnalis disambut hangat oleh jajaran humas KPC. Superintendent Public Communication, Supervisor Guest Relations, dan Officer Media Relations mempersilakan tamu memasuki ruang pertemuan. 

Tak lama berselang, para wartawan dibawa menuju Prima Square Area menggunakan sebuah bus, dipandu unit sarana tambang yang mengawal perjalanan. Di sepanjang rute, perwakilan KPC menjelaskan, kawasan pascatambang di perusahaan ini tidak dibiarkan kosong, melainkan dikelola melalui program reklamasi jangka panjang untuk memulihkan kembali ekosistem. 

Penanaman berbagai jenis pohon dilakukan secara bertahap agar tanah kembali stabil dan menjadi habitat yang ramah bagi flora, fauna, hingga masyarakat sekitar.

Setiba di Prima Square Area, kunjungan dilanjutkan dengan pengarahan keselamatan. Petugas lengkap dengan Alat Pelindung Diri (APD) memberi instruksi kepada rombongan untuk memasuki unit Menhol, kendaraan khusus yang digunakan untuk meninjau area tambang yang aktif.

Perjalanan menuju Pit Bendili Bintang memperlihatkan pemandangan operasional tambang berskala besar. Alat berat seperti Liberty HD, water tank, hingga armada Strada dengan bendera perusahaan di atas kabin terlihat bergerak dengan ritme tersendiri di jalur hauling.

Sesampainya di lokasi pit, Koordinator Planning Pit Bendili, Denas menjelaskan, pola produksi yang sudah dihitung dengan presisi. mulai dari harian hingga tahunan.

“Di Pit Bendili ini salah satu area pertambangan yang memiliki hasil bumi kualitas prima atau terbaik di antara kawasan lainnya,” ucap Denas kepada sejumlah awak media, pada Senin (17/11/2025).

Di pit ini, tiga unit excavator berkapasitas 90 ton serta truk raksasa yang mampu mengangkut batu bara hingga 300 ton dikerahkan setiap hari. Setelah selesai, semua kendaraan besar tersebut tak digunakan lagi, hanya memakai level unit dibawahnya.

Produksinya mencapai 3,1 juta ton per tahun. Denas menunjuk ke arah kontur tambang yang menjulang. Area tempat rombongan berdiri berada pada elevasi 120 meter, sedangkan titik terdalam mencapai minus 270 meter di bawah permukaan laut. Jika ditotal, selisih hampir 400 meter.

Dari sisi reklamasi, Wahyu Wardana memaparkan bagaimana perusahaan membangun kembali tutupan lahan secara progresif. Wilayah reklamasi memiliki usia tanam berbeda-beda, bahkan ada yang telah berumur 25 tahun.

Ia menjelaskan, keberagaman jenis tanaman yang dipilih, mulai dari yang tahan di tanah marginal seperti johar, sengon, hingga terbesi. Jenis lokal seperti jabon, sengkuang, hingga beragam pohon fikus juga menjadi prioritas karena buahnya menjadi sumber pakan satwa.

Wahyu menunjukkan area yang telah dipantau secara rutin. Kamera pemantau menjadi alat utama untuk merekam satwa yang datang kembali ke habitat reklamasi, mulai dari burung, mamalia, hingga orangutan. 

“Dari hasil monitoring memang di area kita ini sudah didiami lagi orangutan, cukup banyak dan mamalia yang lain juga sudah cukup banyak, burung itu beragam jenis. Kita secara rutin tiap tahun melakukan monitoring kehadiran satwa di semua area reklamasi,” kata Wahyu.

Penghijauan, ia melanjutkan, mempertahankan fokus pada ketahanan lahan, kebutuhan satwa, hingga fungsi tanaman pionir yang penting untuk memulihkan kondisi tanah. 

Untuk porsi tanaman buah memang dipatok 20 persen untuk tahap awal, sambil menunggu kondisi lahan membaik agar tanaman buah dapat tumbuh optimal. Kenapa tidak 50 persen buah, lantaran kondisi area sangat terbuka dan tidak semua tanaman bisa survive, maka dari awal menanam jenis-jenis tumbuhan yang bisa bertahan hidup.

Ia melanjutkan dengan menjelaskan pentingnya tanaman leguminasi untuk memperbaiki tanah, penaburan cover crop seperti kacang-kacangan dilakukan untuk menyediakan nitrogen alami dan menjaga kesuburan tanah. 

Setelah lima hingga enam tahun, ketika tutupan tajuk sudah terbentuk, barulah area dapat diperkaya dengan tanaman buah tambahan. Wahyu juga menerangkan, satwa tidak hanya bergantung pada buah.


Daun muda, pucuk tanaman, hingga kambium dari pohon tertentu seperti sengon juga menjadi sumber makanannya. Selain itu, tebu juga ditanam untuk memenuhi kebutuhan cairan dan garam satwa. 

“Semua itu dilakukan agar ekosistem yang terbentuk kembali selaras dan stabil,” tandasnya.

[RWT] 



Berita Lainnya