Opini
Etika Komunikasi Publik Figur dalam Memberikan Informasi
Oleh: Muhammad Erick Sabilal (Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Memiliki badan yang kurus dan juga proposional merupakan keinginan semua orang, terutama kaum hawa. Bukan hanya memliki badan yang bagus melainkan juga memilki badan yang sehat. Berbagai macam cara telah dilakukan banyak orang untuk menurunkan berat badannya. Mulai dari olahraga, diet karbo, menjaga pola makan ,defisit kalori sampai dengan diet keras telah banyak dilakuka. Ada yang berhasil namun ada juga yang tidak. Sifat manusia yang ingin serba instan membuat banyak orang ingin menurunkan berat badannya dengan kurun waktu yang cepat namun, malah membuat mereka menjadi tidak sehat. Sehingga bukan membuat tubuh menjadi segar, melainkan membuat tubuh menjadi lemas.
Banyak program diet yang diciptakan mulai dari kalangan dokter, ahli gizi hingga kalangan artis. Akhir-akhir ini, dunia kesehatan maupun publik dihebohkan dengan terbitnya buku program diet yang ditulis oleh artis Tya Ariestya. Setelah melahirkan, tubuh seorang ibu akan mengalami penaikan berat badan, termasuk Tya Ariestya. Namun, itu tidak menjadi kendala besar baginya, karena dia berhasil menciptakan metode terbarunya mengenai penurunan berat badan dengan cepat dan murah juga di bawah kontrol dokter.
Tya pun berhasil menurunkan berat badannya sebanyak 25 kg dalam kurun waktu 4 bulan. Berkat kerja kerasnya tersebut, membuat banyak masyarakat yang bertanya-tanya dan ingin mengikuti cara yang dilakukanya. Sehingga pada akhirnya, Tya menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The Journey Of Fit Tya Ariestya”.
Namun, buku yang diterbitkan oleh Tya pun menimbulkan banyak kontroversi dan juga menjadi pertanyaan besar. Menurut ahli gizi, ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan anjuran kesehatan. Akun twitter ahli gizi bernama @gizipedia_id pun membedah isi buku Tya tersebut. Di dalam buku itu menginformasikan bahwa, memakan sayur-sayuran akan menghambat penurunan berat badan, bahkan dia menyebutkan bahwa dokter tidak mempermasalahkan jika tidak mengkonsumsi sayur.
"Yes! Dr. Yusri bilang kalau sayur bisa menghambat penurunan berat badan, dan aku yg gak suka sayur seneng bgt sama statement itu, hehehe," tulis Tya dalam bukunya.
Akun twitter ahli gizi itu pun mengatakan bahwa info tersebut tidaklah tepat. Faktanya, sayur sangat berperan untuk melancarkan pencernaan. Lagi-lagi di sini dia berlindung dengan menyertakan kata dokter. Selain itu, di dalam buku tersebut juga menjelaskan bahwa diet itu murah dan tidak perlu mahal. Dia pun merincikan biaya yang dikeluarkan untuk sekali makan yaitu Rp4.350. Faktanya, dia pun tidak menjelaskan secara rinci bahwa dia juga mengkonsumsi beberapa suplemen untuk men-support tubuhnya seperti multivitamin, omega3 dan biskuit diet yang harganya cukup mahal. Belum lagi ditambah biaya konsulnya ke dokter yang biayanya tidak sedikit.
Dari kasus tersebut dapat kita garis bawahi Tya Ariestya sebagai publik figur yang memiliki jutaan pengikut di sosial medianya dan memiliki impact yang besar. Tidak seharusnya menyampaikan informasi kurang tepat. Dia pun selalu mengajak masyarakat untuk mengikuti pola diet yang dia ciptakan serta selalu menyertakan "kata dokter" yang membuat masyarakat percaya.
Ditambah diet yang katanya murah itu menggiurkan bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan. Selain itu, dia selalu menggunakan media sosialnya dengan banyak pengikut tersebut untuk terus menggaungkan dietnya dan memberikan testimoni bagi mereka yang berhasil diet. Jika dipertanyakan, apakah diet itu berhasil? Bisa dibilang berhasil untuk menurunkan berat badan, tapi tidak membuat menjadi sehat bugar. Karena setiap orang membutuhkan nutrisi yang berbeda-beda sehingga informasi yang diberikan tidak efektif bagi sebagian orang.
Seharusnya sebagai publik figur yang memiliki banyak pengikut lebih baik memberikan informasi yang sesuai dengan fakta dan juga data, tanpa menyembunyikan efek dari apa yang dia canangkan, karena yang dia bagikan yaitu berkaitan dengan kesehatan. Bukan melarangnya untuk membagikan informasi, namun harus pintar dan memilah mana yang baik untuk dibagikan dan mana yang tidak. Hal ini disebabkan karena dia sebagai publik figur yang mempunyai impact besar dalam pemberian informasi. Jika salah mengedukasi, maka akan berakibat fatal.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Related Posts
- Beri Akses Informasi Cepat kepada Pelanggan, Disperindagkop Kaltim Resmikan Silakas
- BAKOHUMAS Kembali Aktif, Diskominfo Kaltim Bakal Siapkan Materi Terkait Komunikasi untuk Para Humas
- Perlukah Etika dalam Komunikasi Multikultural Milenial?
- Pendekatan Etika Kebijaksanaan: Korupsi Ternyata dapat Dibenarkan?
- Pentingnya Beretika di Lingkungan Pekerjaan