Balikpapan
GMNI Kaltim Desak Pemerintah Usut Tuntas Kasus Pengerusakan Mangrove di Teluk Balikpapan
Kaltimtoday.co, Balikpapan - Teluk Balikpapan belakangan ini menjadi pusat perhatian publik pengerusakan hutan mangrove yang begitu masif.
Berdasarkan catatan DPD GMNI Kaltim, pengerusakan mangrove di Teluk Balikpapan terjadi sejak 2018 sampai saat ini sudah mencapai 80 ribu hektare. Pada 2018 petaka tumpahan minyak Teluk Balikpapan bahkan menyebabkan sekitar 30 haktare hutan mangrove di Teluk Balikpapan rusak akibat limbah B3.
Tahun ini, berdasarkan temuan Lembaga Swadaya Masyarakat Pokja Pesisir dan Nelayan salah satu Perusahaan swasta PT Mitra Murni Perkasa (MMP) yang membangun Pabrik Smelter Nikel di Sungai Tempadung Teluk Balikpapan telah merusak sekitar 16 haktare.
Hingga saat ini, laporan pengrusakan itu masih dalam proses penanganan Gakum KLHK. Pokja Pesisir dan Nelayan kembali menemukan lagi perilaku perusahaan yang melakukan pengerusakan hutan mangrove di Sungai Wain Kariangau Balikpapan Barat dengan cara menebang sekitar 16 Haktare.
Perihal pengerusakan mangrove ini, GMNI Kaltim tidak tinggal diam, Ketua DPD GMNI Kaltim Andi Muhammad Akbar melalui keterangan tertulisnya menyampaikan, pihaknya akan menyiapkan kajian untuk mengawal secara masif, baik laporan sementara yang sudah ditangani maupun yang belum.
"Melihat peristiwa pengrusakan ini, kami tidak akan tinggal diam, kami segara mengkaji secara mendalam dan akan melakukan tindakan," tutur Akbar.
Perusahaan Harus Disanksi Tegas
Selain menyiapkan kajian, GMNI Kaltim juga menegaskan, pemerintah harus tegas terkait pengerusakan hutan Mangrove, khususnya Pemkot Balikpapan dan Pemprov Kaltim.
Menurutnya jika perilaku pihak perusahaan ini tidak sesuai aturan maka pihaknya mendesak segera agar izin perusahaan dicabut.
"Pemerintah jangan tanggung-tanggung mencabut izin perusahaan yang merusak hutan mangrove di Teluk Balikpapan," tegasnya.
Akbar menambahkan, sejauh ini pihaknya sudah melakukan kajian secara hukum. Jika mengacu aturan hukum yang berlaku, maka perusahaan yang melakukan pengerusakan mangrove itu harus diberikan sanksi yang tegas.
Berdasarkan ketentuan aturan hukum yang mengatur tentang perperlindungan hutan mangrove Pasal 35 Huruf (e) dan (f) UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berbunyi: “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap Orang secara langsung atau tidak langsung dilarang: (e). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dari ketentuan aturan hukum ini, setiap orang atau badan hukum yang melanggar diancam dengan ketentuan Pasal 73 Ayat (1) Huruf (b) yang berbunyi “ Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
"Sudah jelas aturan hukum yang mengatur, jadi tidak ada alasan lagi dalam penegakan hukum khususnya kasus pengerusakan mangrove di Teluk Balikpapan," tutup Akbar.
[TOS]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Bantah Dugaan Alat Bantu dan Bocoran Soal Debat Pilgub, Tim Paslon 02 Siap Diperiksa dengan Cara Apapun
- Survei GRC: Rudy Mas'ud-Seno Aji Unggul di Pilgub Kaltim
- Gratis! KALTIM ONE FESTIVAL Siap Gebrak Samarinda
- CSR Perusahaan di Kaltim Sukses Wujudkan 346 Rumah Layak Huni
- Akmal Malik: Reklamasi Tambang Kaltim Jadi Kunci Pertanian Berbasis IKN