Daerah

Kasus TBC di Samarinda Masih Tinggi, Palaran Jadi Wilayah dengan Beban Terberat

Nindiani Kharimah — Kaltim Today 28 November 2025 20:00
Kasus TBC di Samarinda Masih Tinggi, Palaran Jadi Wilayah dengan Beban Terberat
Kepala Dinkes Samarinda, Ismed Kusasih. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Penyakit Tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Samarinda. Sepanjang Januari hingga Agustus 2025, tercatat 1.645 kasus baru ditemukan di seluruh wilayah kota. Hingga awal September 2025, setidaknya 44 warga meninggal dunia akibat penyakit yang dapat menular lewat udara itu. Angka tersebut menunjukkan bahwa penanganan TBC masih membutuhkan percepatan dan intervensi yang lebih kuat.

Sebagai respons, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda kini memperkuat deteksi dini melalui program Active Case Finding (ACF). Namun capaian penemuan kasus masih berada di bawah 70 persen, sehingga upaya jemput bola dianggap penting untuk memutus rantai penularan.

Di tengah upaya percepatan itu, perhatian publik kini mengarah pada Kecamatan Palaran, yang mencatat beban kasus tertinggi dibanding kecamatan lain. Temuan ini terungkap dalam kunjungan lapangan Pansus IV DPRD Samarinda ke Puskesmas Palaran beberapa waktu lalu. Kondisi Palaran yang menjadi episenter kasus tidak hanya memperlihatkan tingginya risiko penularan, tetapi juga tantangan besar dalam mengendalikan penyakit ini di tingkat komunitas.

Kepala Dinas Kesehatan Samarinda, Ismed Kusasih, menegaskan bahwa TBC merupakan salah satu penyakit prioritas yang masuk 12 Standar Pelayanan Minimal (SPM). “TBC ini salah satu penyakit yang memang jadi mandatory dalam 12 SPM yang harus dikerjakan Dinas Kesehatan. Jadi di manapun wilayahnya, percepatan harus dilakukan,” tegasnya.

Ismed menyebut capaian penemuan kasus di banyak daerah Indonesia masih rendah. Namun Samarinda sempat menjadi rujukan nasional karena mampu melampaui capaian 70 persen penemuan kasus.

“Samarinda ini bagus, alhamdulillah. Tahun lalu kita bahkan dijadikan contoh karena penemuan kasusnya di atas 70 persen. Itu terbantu berkat PPTI yang diketuai Bu Wali Kota,” jelasnya.

Selain masuk SPM, TBC kini juga menjadi program prioritas nasional Presiden Prabowo Subianto, sehingga percepatan penanganan menjadi lebih ditekankan.

Tantangan pengendalian TBC tidak hanya terletak pada tingginya angka kasus, tetapi juga rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjalani pemeriksaan dan menyelesaikan pengobatan. Stigma sosial membuat sebagian penderita malu, enggan memeriksakan diri, atau menolak terapi pencegahan TBC laten.

Menurut Ismed, percepatan penanganan sangat bergantung pada peran kader TBC yang tersebar di 10 kecamatan dan dibentuk oleh PPTI Samarinda. “Kita punya kader TB di sepuluh kecamatan. Polanya mirip kader posyandu, mereka yang menggerakkan masyarakat agar mau memeriksakan diri,” terang Ismed.

Upaya itu diperkuat lewat program Active Case Finding (ACF) yang dijalankan sejak awal tahun dan bahkan mendapat dukungan pendanaan dari Bank Dunia. Pemeriksaan dilakukan langsung ke permukiman warga.

“Kalau TBC ditemukan, pengobatan awal harus dilakukan di fasilitas kesehatan,” ujar Ismed.

Samarinda juga masuk dalam tiga besar kota dengan kolaborasi terbanyak bersama klinik swasta untuk skrining TBC. Semakin cepat kasus ditemukan, semakin besar peluang mencegah komplikasi berat termasuk pada penderita HIV yang juga memerlukan pengobatan sedini mungkin.

Meningkatnya kasus di Kecamatan Palaran membuat wilayah ini kini menjadi perhatian khusus. Pemerintah kota menilai intervensi dan penguatan edukasi masyarakat harus lebih intensif di kawasan tersebut.

Utamanya, karena tingginya beban kasus dapat menjadi indikator masih kuatnya stigma dan rendahnya keterlibatan warga dalam proses pengobatan.

“Semakin cepat ditemukan, semakin cepat diobati,” tutup Ismed.

[NKH]



Berita Lainnya