Kukar
Kepala Dinas Kesehatan Kukar Sampaikan Alasan Tantang Warga yang Tak Percaya Covid-19 Magang di IGD dan Ruang Jenazah
Kaltimtoday.co, Tenggarong - Beberapa waktu lalu, Pelaksana Tugas (Plt) RSUD Aji Muhammad Parikesit, dr Martina Yulianti mengunggah postingan tentang situasi Covid-19 di Kutai Kartanegara.
dr Martina Yulianti menegaskan, bencana Covid-19 saat ini memang nyata, bahkan sangat nyata.
"Saya tidak peduli dari mana awalnya Covid-19, yang pasti korban terus berjatuhan di depan mata kita," kata dr Martina Yulianti.
dr Martina Yulianti menegaskan, saat ini sudah banyak anak yang menjadi yatim piatu, banyak keluarga yang telah kehilangan tulang punggung keluarganya. Jadi, jika masih ada yang memandang hal ini sesuatu yang dibuat-buat, direkayasa, mengandung modus, dan lainya sudah keterlaluan.
"Saya tantang untuk magang satu hari di UGD Covid-19 dan satu hari di ruang jenazah," tegas dr Martina Yulianti dalam sebuah postingannya dan kemudian viral di berbagai media sosial dan media online.
Mengenai postingan tersebut, ramai diperbincangkan serta berbagai respon dari kalangan masyarakat.
"Saudara-saudaraku sekalian, terima kasih atas berbagai responnya. Perlu saya jelaskan apa yang melatarbelakangi saya menyampaikan postingan di akun pribadi saya. Kemudian di re-share oleh beberapa media online di website ataupun media sosial baik nasional, regional serta lokal," kata perempuan berjilbab ini dalam rilisnya, Kamis (22/7/2021) malam.
"Kebetulan saya mengemban amanah sebagai Kepala Dinas Kesehatan dan Plt. Direktur RSUD AM Parikesit Tenggarong, Kukar. Amanah yang sangat tidak ringan saat pandemi saat ini," jelasnya.
Dirinya bersama tenaga kesehatan bertugas di garda depan sekaligus menjadi benteng terakhir penanggulangan Covid-19. Bersama Puskesmas melaksanakan kegiatan tracing dan testing serta bersama rumah sakit melaksanakan kegiatan testing dan treatment.
Dengan demikian, praktis dia terjun dalam penanganan pandemi ini. Mulai dari seseorang baru menjadi kontak erat (suspek) sampai mengalami kejadian buruk, misal mengalami Covid-19 dalam kondisi berat-kritis sampai meninggal dunia.
Sehari-hari menyaksikan, kata dr Martina Yulianti, masyarakat yang tertular Covid-19 terjadi karena berbagai sebab dan kondisi. Penderitaan yang mereka alami dari yang ringan sampai meninggal dunia. Ada yang tertular karena memang ceroboh tidak mau melaksanakan protokol kesehatan, namun banyak juga yang tertular karena menjadi kontak erat dari seseorang anggota keluarga/teman yang ceroboh terhadap prokes.
"Karena tidak mungkin menerapkan prokes di dalam rumah, sehingga jika ada seorang dari anggota keluarga yang ceroboh di luar, dialah yang akan membawa virus ke keluarga tersebut. Ini yang menyebabkan klaster keluarga," jelasnya perempuan akrab disapa Yuli tersebut.
Dirinya juga menyaksikan langsung tenaga kesehatan berjuang dalam penanganan pasien. Mereka memenuhi panggilan jiwa sebagai insan kesehatan. Meskipun bisa saja membuat mereka tertular, lalu sakit, bahkan bisa saja meninggal dunia.
Sebagai “ibu” mereka, dia mengaku, selalu memberi semangat dan berusaha hadir di tengah-tengah mereka, meskipun tidak selalu dapat hadir secara fisik. Mereka juga manusia biasa, punya anak, istri, suami dan orangtua.
Mereka, kata Yuli, juga memiliki kecemasan dan ketakutan yang sama dengan warga masyarakat. Namun semuanya menyadari di pundak itu ada tanggung jawab.
Kegiatan tracing-testing-treatment sampai mengurus pemulasaran jenazah hingga pemakaman dilakukan. Pihaknya menyaksikan korban Covid-19 setiap hari. Bahkan tangisan pilu keluarga yang ditinggalkan dengan mendadak.
"Beberapa teman sejawat, tenaga medis di kabupaten dan kecamatan pun akhirnya ada yang tertular. Ada yang meninggal. Ada yang mengalami dampak panjang dari Covid-19 yang hingga sekarang pun masih dirasakan," ucapnya sedih.
Sekarang, pada pandemi gelombang kedua yang sedang dilanda gelombang varian baru Covid-19, pihaknya berjuang dengan segala sumber daya yang dimiliki untuk dapat menangani lonjakan pasien Covid-19 yang di luar perkiraan.
Gelombang kedua ini, katanya, penularan sangat cepat terjadi dan perburukan penyakit juga terjadi sangat cepat, sehingga pasien yang meninggal sangat banyak dibanding saat gelombang pertama.
Pemkab Kukar telah melakukan berbagai upaya untuk memutus mata rantai penularan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan untuk kepentingan publik. Pihaknya berterima kasih atas niat baik dan komitmen yang tinggi dari pemerintah dalam hal penanggulangan pandemi di Kukar.
Namun, di sisi lain dirinya kecewa dengan sebagian kecil masyarakat yang dengan sengaja membuat pernyataan terkait pandemi Covid-19 dengan versi dan pemahamannya sendiri.
Kemudian mempengaruhi masyarakat luas sehingga banyak masyarakat yang masih tidak mematuhi aturan pemerintah berkaitan dengan prokes.
Mereka, kata Yuli, abai terhadap resiko yang potensial menim. Padahal telah disaksikan banyak keluarga yang kehilangan pasangan, anak, dan orang tua. Beberapa anak menjadi yatim piatu dan sungguh berat melihat mereka tanpa pembimbing, penyangga ekonomi, dan panutan dalam hidup mereka.
"Hal yang lebih mengecewakan kami adalah sebagian dari masyarakat tidak mempercayai adanya virus ini dengan tuduhan kondisi ini diciptakan sudah didesain sebagai bagian dari konspirasi ekonomi atau politik. Bahkan berbagai tuduhan terhadap rumah sakit," ungkap Yuli dengan kecewa.
"Kami tidak mempersoalkan keyakinan yang seperti itu. Namun perlu kami jelaskan bahwa tenaga medis adalah kalangan profesional yang terdidik secara scientific berdasarkan logika ilmiah yang bekerja dengan standard operational procedure yang terukur dan reliable," tegasnya.
"Saya menulis ini seperti yang ibu, bapak, saudara atau saudari respon berangkat dari keprihatinan dan tanggung jawab saya sebagai sesama manusia. Sebagai seorang perempuan, sebagai ibu, dan sebagai pimpinan dari institusi kesehatan," kata Yuli.
Dalam tulisannya, dirinya hanya ingin menyampaikan, untuk menyelesaikan atau paling tidak mereduksi resiko dari pandemi Covid-19. Perlu kerjasama dan tanggung jawab bersama semua pihak dalam menjalankan protokol kesehatan. Seperti yang telah disampaikan oleh banyak publikasi dari pemerintah ataupun NGO ataupun pihak swasta, dan masyarakat sendiri.
Dia tidak berniat menakut-nakuti, tapi itulah kondisi yang sesungguhnya sedang dihadapi. Suka atau tidak. Berani atau tidak.
"Saya ingin kita bersama melihat kondisi secara obyektif bahwa gelombang kedua berbeda dengan gelombang pertama. Lihatlah postingan-postingan saya disaat gelombang pertama, beda. Karena kondisinya memang sangat berbeda. Saya pun tidak bermaksud menyampaikan pesimisme karena saya menyayangi kita semua dengan segenap kemampuan yang saya punya," tutupnya.
[SUP | TOS | ADV DISKOMINFO KUKAR]
Related Posts
- Panen Perdana Tambak 4 in 1 Dorong Ketahanan Pangan dan Program Makan Gratis
- Jalan Panjang Masyarakat Adat Kaltim Mencari Pengakuan: Mulai Penolakan hingga Ancaman Kekerasan
- Timnas Indonesia Gagal ke Semifinal Piala AFF 2024, Begini Jawaban Shin Tae-yong
- BRIDA Jaring Pelajar Potensial untuk Persiapkan Generasi Periset dan Peneliti di Wilayah Kaltim
- Tingkatkan Kualitas Riset, BRIDA Kaltim Gencar Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi dan Perusahaan Luar Negeri