Nasional

Mengapa UKT Mahasiswa Tak Bisa Disamakan? Ini Alasan Kemendikbudristek

Network — Kaltim Today 16 Mei 2024 09:09
Mengapa UKT Mahasiswa Tak Bisa Disamakan? Ini Alasan Kemendikbudristek
Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie. (Beritasatu.com)

Kaltimtoday.co, Jakarta - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjelaskan alasan mengapa Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa di Indonesia tidak bisa disamakan. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk Indonesia yang banyak dan kemampuan ekonomi masyarakat yang beragam.

"Di negara-negara lain seperti Eropa, UKT rata-rata flat. Jerman bisa menggratiskan pendidikan tinggi karena jumlah penduduknya terbatas. Di Indonesia, jumlah penduduknya sudah 280 juta," jelas Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie. 

Dia menambahkan, tantangan pendidikan tinggi di Indonesia semakin besar dengan adanya bonus demografi, di mana jumlah pelajar yang menempuh pendidikan tinggi semakin meningkat. Di sisi lain, ekonomi Indonesia belum sekuat negara-negara maju.

Oleh karena itu, Kemendikbudristek menerapkan kebijakan UKT yang berkeadilan. Artinya, masyarakat turut berkontribusi dalam pendanaan pendidikan tinggi, di samping bantuan operasional yang diberikan pemerintah kepada PTN.

"Kebijakan UKT berkeadilan ini tepat. PDB kita masih jauh di bawah negara-negara maju. Kemampuan masyarakat masih rendah dan tidak sama," kata Tjitjik.

Membuat UKT sama rata dikhawatirkan justru memberatkan mahasiswa dari kalangan tak mampu. "Anak-anak yang punya kemampuan akademik tinggi tapi secara ekonomi tidak mampu, tidak akan bisa belajar," ungkap Tjitjik.

Bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) dari pemerintah ke PTN juga masih terbatas. Pendanaan pendidikan tinggi belum menjadi prioritas utama, karena prioritas pendanaan baru sampai pendidikan menengah.

"BOPTN kita mungkin sekarang di kisaran 30%-31%. Kemampuan pemerintah untuk memberikan pendanaan, sehingga 70%-nya dari mana? Tentunya berharap dari peran serta masyarakat melalui UKT maupun IPI (iuran pengembangan institusi)," jelas Tjitjik.

Penetapan UKT tetap memperhatikan kemampuan finansial mahasiswa. Perguruan tinggi wajib menyediakan tarif UKT kelompok 1 sebesar Rp 500.000 dan tarif UKT kelompok 2 sebesar Rp 1 juta per semester.

Hal ini sejalan dengan Permendikbudristek Nomor 2/2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri atau PTN di Lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

[RWT]

Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp 



Berita Lainnya