Advertorial
Menilik Keindahan Gua Tapak Raja dan Pesona Wisata IKN
Oleh: Pj Bupati PPU, Makmur Marbun
Penajam Paser Utara (PPU) adalah kawasan alam terlengkap di Kalimantan Timur (Kaltim). Kabupaten yang resmi mekar dari Kabupaten Paser pada 10 April 2002 melalui UU Nomor 7 dengan bentang alam luas dan lengkap karena memiliki laut, hutan, sungai bahkan gunung.
Di Kecamatan Sepaku yang saat ini dibangun berbagai fasilitas Ibu Kota Nusantara (IKN) ini, terdapat Gunung Parung sebagai destinasi wisata alam. Di Penajam juga memiliki laut dengan garis pantai sepanjang 372 kilometer. Luas daratan 3.060,82 kilometer persegi atau 91,83 persen dari wilayah keseluruhan.
Luas lautan 272,24 kilometer persegi atau sekitar 8,17 persen dari keseluruhan wilayah PPU dengan 22 pulau terdiri dari empat kecamatan dan 54 kelurahan dan desa. Saya membayangkan PPU adalah surga kecil di Kaltim dengan segala aktivitas sosial, budaya dan ekonomi yang sangat prospektif.
Selain Gua Tapak Raja, Gunung Parung dan Air Terjun Tembinus yang masuk ke kawasan IKN. PPU juga memiliki wisata bawah air di Gunung Api Api dan Tanjung Jumlai. Kawasan ini merupakan kawasan potensial, apalagi lima hingga sepuluh tahun ke depan, PPU akan menjadi sentra perhatian dunia dengan IKN.
Pulau Gusung ini terdiri dari hamparan pasir putih luas, serta perairan jernih berwarna hijau tosca. Begitu bersih, hingga kita dapat melihat ekosistem terumbu karang dan berbagai jenis ikan di dasar lautnya.
Saya ingin lebih fokus ke Gua Tapak Raja di Desa Wonosari, Kecamatan Sepaku, IKN. Dari Titik Nol IKN, Gua Tapak Raja ditempuh sekitar 27 menit dengan jarak sekitar 31 kilometer. Maksud saya ketika pembangunan IKN selesai. Saat ini, dari Titik Nol IKN Gua Tapak Raja masih ditempuh dengan waktu lebih dari 60 menit, karena tingkat kemacetan akibat proyek IKN yang begitu tinggi.
Ketika berbincang dengan Kepala Desa Wonosari, saat di Gua Tapak Raja beberapa waktu lalu, saya sempat bertanya beberapa hal. Misalnya konsep pengembangan wisata ini. Katanya, Gua Tapak Raja ini diyakini sebagai ranah ritual pertapaan pada zaman kerajaan.
Cerita-cerita ini ternyata yang mengilhami konsep pengembangan Gua itu. Saya sangat menghormati kearifan lokal yang terus berkembang, karena ini melandasi konsep perawatan Gua yang tidak boleh dirusak karena akan mempengaruhi siklus alam.
Jika melihat sepintas bebatuan di Gua itu, saya membayangkan kawasan itu adalah kawasan gunung kapur atau karst. Karst merupakan bentang alam yang terbentuk akibat erosi batu kapur. Batu gamping, juga dikenal sebagai kapur atau kalsium karbonat adalah batuan lunak yang larut dalam air.
Masyarakat sangat arif dalam menyikapi potensi ekonomi dari destinasi wisata, akan tetapi juga tetap memelihara khasanah masyarakat yang harus merawat Gua kapur itu agar tidak tercemar dan mematikan fungsi sebagai kawasan penyimpan air.
Penamaan Tapak Raja sendiri sebagai nama Gua itu dikarenakan di dalam Gua tersebut terdapat stalaktit yang bentuknya menyerupai telapak kaki manusia. Apa pun nama destinasi wisata yang sangat mendukung pembangunan IKN, perlu dijaga dan dilestarikan.
Menurut saya, warga baru IKN yang jumlahnya ratusan ribu hingga jutaan orang nantinya sangat memerlukan destinasi wisata ini sebagai ajang pelepas lelah dan rekreasi yang ideal. Yang paling penting adalah pertumbuhan ekonomi desa bisa terpacu.
Aktivitas kreatif masyarakat perlu dipacu. Misalnya makanan khas PPU, kerajinan tangan, aktifitas seni budaya sangat bagus jika dikembangkan untuk mendukung kegiatan Gua Tapak Raja ini. Acara tahunan berupa festival 1.000 ketupat itu saya yakin lambat laun akan menasional.
Katanya, November dua tahun silam kades diundang rapat virtual, atau zoom meeting zoom dari KLHK yang akan membahas pemulihan lahan bekas tambang di wilayah Kaltim. Di dalam kesempatan itu, Gua Tapak Raja mendapat perhatian. Konon, perubahan kondisi seperti jalan masuk, pembangunan wahana wisata terus berjalan hingga seperti sekarang, dimulai sejak saat itu.
Yang saya salut dan angkat topi adalah, cara mengelola pariwisata dengan memperhatikan kelestarian lingkungan jangka panjang yang sering disebut ekowisata atau ecotourism.
Secara konseptual, ekowisata didefinisikan sebagai konsep pengembangan pariwisata terpadu dan berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan, alam dan budaya, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan.
Konsep ekowisata sangat sesuai untuk diterapkan di IKN yang memang mengandalkan keindahan alam sebagai daya tarik wisata. Ekowisata berbeda dengan konsep pariwisata pada umumnya yang selama ini dilakukan.
Wisata alam selama ini dipahami sebagai sekedar menikmati keindahan alam. Sementara dalam ekowisata, baik pemerintah, pengunjung, maupun masyarakat sekitar tidak hanya menikmati keindahan alam tetapi juga berperan dalam pelestariannya, baik pelestarian lingkungan alam maupun budaya lokal. Penerapan ekowisata diperlukan supaya keindahan alam dan budaya kita terjaga kelestariannya sehingga dapat terus dinikmati hingga generasi mendatang.
Saya bahkan berharap Gota Tapak Raja akan mampu berkembanga seperti Gua Tritip di Kabupaten Jepara yang sudah melibatkan investor dalam pengembangannya. Gua Tritip dikelola secara professional dan modern, tapi kelestarian lingkungannya tetap terjaga.(*)
[ADV DISKOMINFO PPU]
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Desa Loh Sumber Dorong Regenerasi Petani Muda untuk Hadapi Persaingan Era IKN
- Wandi Sebut Dapil IV Siap Jadi Penyangga Pangan Utama untuk IKN
- AHY Dorong Pengusaha Kadin Berperan dalam Pembangunan IKN
- Banjir Rendam Wilayah Sekitar IKN di Sepaku, Ratusan Rumah dan Jiwa Terkena Dampak
- DKP PPU Pastikan Produk Hortikultura untuk IKN Berstandar Prima Tiga