Nasional

Pakar Hukum Kritik Putusan PK Mardani Maming, Desak MA Ikuti Konstitusi

Kaltim Today
07 November 2024 14:14
Pakar Hukum Kritik Putusan PK Mardani Maming, Desak MA Ikuti Konstitusi
Kasus pidana korupsi yang menjerat Mardani H Maming banyak mendapat sorotan pakar hukum di Tanah Air.

JAKARTA, Kaltimtoday.co - Sejumlah pakar hukum menilai bahwa putusan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus Mardani H. Maming, yang hanya memberikan pengurangan hukuman, seharusnya diarahkan pada pembebasan penuh. Mereka menyebut keputusan Mahkamah Agung (MA) tersebut penuh dengan kekeliruan dan khilaf, mengingat bukti yang ada tidak cukup untuk menjatuhkan hukuman.

Muhammad Arif Setiawan, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), menyatakan bahwa seharusnya Mardani dibebaskan, bukan hanya mendapat pengurangan hukuman. “Kalau hanya pengurangan, berarti MA tidak mengakui adanya kesalahan atau kekhilafan dari hakim dalam kasus ini. PK ulang adalah satu-satunya jalan untuk memperbaiki ini,” ujar Arif.

Arif juga menyoroti aturan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang membatasi pengajuan PK. Ia menyebut bahwa MA seharusnya mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan PK diajukan berulang kali dengan syarat tertentu, sebagai upaya hukum luar biasa. Ia bersama akademisi lain dari UII bersedia mengkaji ulang SEMA ini, karena pembatasan tersebut dinilai melawan konstitusi.

Prof. Jamin Ginting turut menyuarakan hal serupa, menyebut bahwa pembatasan PK melalui SEMA melanggar hak konstitusi. Ia meminta Presiden Prabowo Subianto untuk memanggil Ketua MA, agar aturan tersebut ditinjau ulang tanpa intervensi, demi menjaga hak konstitusional setiap warga negara.

Merespons hal ini, Hotman Paris, pengacara kondang, juga mendesak agar Presiden sebagai kepala negara turun tangan demi memastikan keadilan ditegakkan. “Sebagai kepala negara, saya harap Pak Presiden bisa mengambil sikap terhadap keputusan yang dinilai sesat ini, demi terciptanya keadilan yang kita cita-citakan,” kata Hotman.

Jurnalis senior Bambang Harimurti turut berpendapat, memperingatkan agar Mahkamah Agung tidak terjebak dalam politisasi atau komersialisasi hukum. “Lebih baik membebaskan sepuluh orang bersalah daripada menahan satu orang yang tidak bersalah,” tegas Bambang, menyoroti pentingnya keadilan sejati dalam sistem hukum Indonesia.

[TOS]



Berita Lainnya