Daerah
Pemkot Balikpapan Minta Warga Tak Kibarkan Bendera One Piece Saat HUT RI: Kita Hidup di Dunia, Nggak Ada yang Bebas

Kaltimtoday.co, Balikpapan - Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan menyatakan akan memantau secara ketat fenomena pengibaran bendera nonnasional, termasuk bendera bergambar simbol bajak laut dari serial anime One Piece, menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia.
Asisten I Bidang Pemkot Balikpapan, Zulkifli, menegaskan bahwa pengawasan akan diperkuat khususnya oleh jajaran kewilayahan di seluruh kota.
Langkah tersebut diambil untuk mengantisipasi potensi kesalahpahaman maupun gesekan sosial di tengah masyarakat.
"Kita semua, terutama jajaran kewilayahan diimbau untuk memonitor seluruh wilayah terkait dengan fenomena pengibaran bendera One Piece. Jangan sampai terjadi silang pendapat di masyarakat. Jangan sampai terjadi konflik, sehingga semuanya dipantau," kata Zulkifli saat diwawancarai usai rapat koordinasi.
Pemkot menegaskan tidak akan mengambil tindakan represif. Pendekatan persuasif dipilih jika ditemukan adanya pengibaran bendera yang tidak sesuai dengan semangat nasionalisme peringatan 17 Agustus.
"Kalaupun terdapat pengibaran bendera tersebut, maka kita akan lakukan persuasi. Jadi tidak represif. Karena sebenarnya tidak ada juga larangan yang eksplisit,"
"Intinya siapa yang mengibarkan maka kita minta untuk menurunkannya. Kalaupun bandel, mungkin kita kerja sama dengan Ketua RT, atau tokoh masyarakat. Tapi tetap pendekatannya persuasif," sambungnya.
Di hadapan awak media, Zulkifli mengungkapkan, Pemkot telah mengidentifikasi setidaknya satu kasus pengibaran bendera bajak laut di atas sebuah kendaraan jenis pickup yang sedang melintas. Setelah ditelusuri, motif pelaku hanya ikut-ikutan tren dari media sosial.
"Sudah ada memang ditemukan yang mengibarkan, di salah satu pickup kendaraan. Pickup bergerak, jadi itu sudah kita identifikasi. Kita tanya, ini kenapa? Jawabnya hanya ikut-ikutan. Tidak ada motif lain," ucap Zulkifli.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa fenomena itu menunjukkan adanya kesenjangan pemahaman tentang makna simbol dan kebebasan. Dalam konteks kehidupan bernegara, kata dia, kebebasan bukan tanpa batas.
"Ada yang bilang ini lambang kebebasan. Saya bilang nggak ada. Kita hidup di dunia ini nggak ada bebas. Makin negara maju, makin banyak aturan. Di kubur sendiri pun kita tidak bisa bebas, ada malaikat yang nanyain kita. Jadi nggak ada. Bebas nanti di surga, itu pun masih ada larangan," urainya.
Fenomena pengibaran simbol nonnegara dalam momentum nasional sempat menuai perdebatan luas di media sosial.
Sebagian publik menilai hal tersebut sebagai bentuk ekspresi kebebasan individu, sementara sebagian lainnya menganggapnya tidak menghormati simbol-simbol kenegaraan.
Zulkifli menyampaikan, hingga kini belum ada sanksi yang diberlakukan terhadap warga yang mengibarkan bendera nonnasional, selama tidak menimbulkan keresahan atau tindakan provokatif.
Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa edukasi dan kesadaran publik menjadi kunci agar perayaan kemerdekaan tetap berlangsung khidmat dan tertib.
Sementara itu, pengamat hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengkritik keras langkah pemerintah yang dianggapnya berlebihan dan tidak sejalan dengan prinsip dasar konstitusi.
"Sepertinya pemerintah ini seperti kurang ngopi. Kritik simbolik kok diperlakukan seperti ancaman hukum?" sebut akademisi yang akrab disapa Castro itu.
Ia menegaskan, tidak ada satu pun pasal dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 maupun putusan pengadilan yang secara tegas melarang pengibaran simbol fiktif seperti Jolly Roger, selama tidak dimaksudkan merendahkan bendera negara.
Menurutnya, ekspresi semacam itu justru dijamin oleh Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945 sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.
"Jika negara mulai membidik ekspresi simbolik warga sebagai pelanggaran, maka mandat konstitusi sedang dipinggirkan secara terang-terangan," terang Castro.
Ia juga menilai, alih-alih menangkap pesan kritik yang disampaikan lewat simbol, negara justru sibuk mengurusi bentuk justruh bukan isi.
"Kalau semua disikapi dengan pembatasan, kita sedang meluncur ke arah negara yang tak lagi nyaman dengan suara rakyatnya," ujarnya.
Castro juga menyindir watak kekuasaan yang ia nilai cenderung represif terhadap kebebasan sipil.
"Rezim ini terlalu baper. Bertelinga tipis dan bermuka tebal. Ciri utama rezim otoriter itu, senang memidanakan warganya sendiri. Alih-alih menjalankan mandat konstitusi untuk menjamin kebebasan berpendapat, malah sibuk mencari-cari delik. Kacau memang," tutupnya.
[RWT]
Related Posts
- Kukar Tetapkan 47 Anggota Paskibraka, Enam Wakili Daerah ke Tingkat Provinsi
- Sambut HUT RI ke-79, Pemprov Kaltim Bagikan 10.750 Bendera Merah Putih
- Soroti Penampilan Gibran di Debat Keempat Pilpres 2024: Ini Arti Pin One Piece dan Simbol Klan Uzumaki
- Kejutkan Fans! Anime One Piece Bakal Dibuat Remake oleh Studio WIT dan Netflix
- Sisa 30 Hari! Intip 3 Momen Keseruan One Piece Asia Tour Exhibition Jakarta Hibur Nakama Indonesia