Daerah

Pemkot Samarinda dan Kukar Sepakat Ubah Arah Penanganan Banjir: Fokus ke Hulu, Bangun Kolam Retensi Beskala Besar

Nindiani Kharimah — Kaltim Today 26 November 2025 14:21
Pemkot Samarinda dan Kukar Sepakat Ubah Arah Penanganan Banjir: Fokus ke Hulu, Bangun Kolam Retensi Beskala Besar
Peninjauan kawasan Desa Tanah Datar dan Desa Sungai Bawang Muara Badak, Kukar oleh TWAP Samarinda dan sejumlah pihak terkait. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Penanganan banjir Samarinda memasuki fase baru. Setelah bertahun-tahun berkutat pada perbaikan drainase dan normalisasi Sungai Karang Mumus (SKM), Pemkot Samarinda kini menegaskan bahwa akar persoalan justru berada di hulu. 

Adapun wilayah itu sebagian besar masuk Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Temuan inilah yang membuat strategi pengendalian banjir berubah secara signifikan, dari fokus hilir menjadi berbasis risiko lintas daerah.

Ketua Tim Wali Kota untuk Akselerasi Pembangunan (TWAP) Samarinda, Syaparudin, menjelaskan bahwa Wali Kota Samarinda dan Bupati Kukar telah mencapai kesepahaman awal untuk mengelola banjir secara bersama. 

Kedua daerah sepakat bahwa urusan air tidak bisa diselesaikan secara administratif semata.

“Untuk kawasan Samarinda Utara, sebagian besar air datang dari hulu yang ada di Kukar,” kata Syaparudin.

Berdasarkan pemetaan yang kini dipegang Pemkot, debit terbesar yang masuk ke SKM bersumber dari tiga jalur utama: Sungai Bawang, Badak Mekar, dan aliran dari Muara Badak. 

Seluruhnya berada di wilayah Kukar, lalu mengarah ke kawasan Tanah Datar, menyusuri perbatasan Kukar–Samarinda, dan akhirnya bermuara ke SKM. Aliran ini juga melalui Desa Budaya Pampang dan Waduk Benanga sebelum membebani titik-titik rawan banjir di hilir Samarinda.

Tak berhenti di situ. Ada pula kontribusi besar dari Sungai Lantung, yang berhulu di Muara Badak dan melintas ke wilayah Sungai Siring. Syaparudin menegaskan bahwa jalur ini mempercepat tingginya debit air yang masuk ke SKM. “Sungai Lantung memberi kontribusi besar. Volume airnya masuk terus ke SKM,” tegasnya.

Untuk memverifikasi peta aliran hulu tersebut, TWAP bersama PUPR Samarinda, PUPR Kukar, Balai Wilayah Sungai (BWS) IV Kalimantan, serta pemerintah setempat di Tanah Datar hingga Sungai Siring telah turun meninjau lokasi. Dari tinjauan lapangan, pola aliran menunjukkan keseragaman: seluruhnya mengarah ke Pampang–Benanga, lalu turun menghantam kawasan padat penduduk di kota.

Temuan itulah yang menjadi dasar perubahan strategi. TWAP kini mengusulkan pembangunan kolam retensi besar di hulu sebagai sebuah intervensi yang selama ini belum pernah dilakukan. Syaparudin menyebut bahwa Desa Tanah Datar dan Desa Sungai Bawang di Kecamatan Muara Badak merupakan titik paling potensial.

“Kami melihat peluang besar untuk membangun kolam retensi di Tanah Datar. Ini sangat penting sebagai penampung air saat intensitas hujan tinggi,” ujarnya.

Dengan kolam retensi di hulu, aliran air bisa ditahan sementara, lalu dilepas secara terkontrol ke sungai. Skema ini diyakini akan mengurangi tekanan debit ke SKM yang selama ini menjadi jalur limpasan utama banjir Samarinda.

Selain itu, TWAP juga menemukan potensi titik retensi lain di Loa Janan, tepatnya kilometer 8 Jalan Samarinda–Bontang. Kawasan Tani Aman dan Loa Janan Ilir selama bertahun-tahun menjadi langganan genangan, sehingga intervensi tambahan dianggap krusial.

“Jika memungkinkan, kolam retensi di sekitar kilometer 8 sangat membantu memutus aliran cepat air dari Kukar menuju permukiman warga,” jelas Syaparudin.

Kerja sama teknis antara Samarinda dan Kukar kini disebutnya semakin konkret. Masing-masing daerah akan fokus menangani wilayah administrasinya, tetapi perencanaan mesti disusun secara terpadu. 

Karena sifatnya lintas batas, keputusan final tetap membutuhkan pertemuan resmi empat pihak: Pemprov Kaltim, Pemkab Kukar, Pemkot Samarinda, dan BWS Kalimantan IV.

“Ini lintas daerah. Pertemuan harus difasilitasi provinsi agar setiap keputusan memiliki dasar teknis dan legal yang kuat,” tegasnya.

TWAP menargetkan seluruh intervensi mulai dari kolam retensi hulu, revitalisasi drainase kota, hingga pengaturan aliran SKM dapat disatukan dalam satu peta risiko regional. 

[NKH | RWT]



Berita Lainnya