Daerah

Polres Kukar Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Ponpes Tenggarong Seberang

M Jaini Rasyid — Kaltim Today 15 Agustus 2025 18:49
Polres Kukar Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di Ponpes Tenggarong Seberang
Polres Kukar gelar Konferensi Pers terkait dua kasus, salah satunya kasus kekerasan seksual di Ponpes Tenggarong Seberang. (Jen/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Kasus dugaan kekerasan seksual di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar), terus bergulir. Polres Kukar telah menetapkan seorang tenaga pengajar berinisial MA sebagai tersangka, setelah memeriksa saksi-saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti.

Kasatreskrim Polres Kukar, AKP Ecky Widi Prawira, menyampaikan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah polisi mengumpulkan bukti dan keterangan sejumlah saksi. Pihaknya juga telah mengamankan enam barang bukti, antara lain selimut, pakaian, handphone, dan kartu ucapan.

“Peristiwa ini diduga terjadi di salah satu ruangan di lingkungan pendidikan tersebut. Korban diarahkan untuk berada di ruangan itu, kemudian tersangka melakukan perbuatan yang melanggar hukum,” jelas Ecky usai Konferensi Pers, Jumat (15/8/2025).

Berdasarkan hasil pemeriksaan, modus yang digunakan tersangka yakni meminta asistennya menjemput korban pada waktu istirahat malam, tepatnya pada pukul 23.00 WITA. Kemudian pelaku membawanya ke lokasi kejadian dan melakukan tindakan asusila saat korban berada di ruangan tersebut.

Lebih lanjut, Kanit PPA Polres Kukar, IPDA Irma Ekawati, menuturkan bahwa sejauh ini ada enam korban yang sudah teridentifikasi. Periode kejadian bervariasi, mulai dari Februari 2024 hingga Juli 2025.

“Salah satu korban mengalami peristiwa ini sebanyak sepuluh kali. Ada juga korban lain yang terjadi beberapa kali dalam periode bulan tertentu,” ungkap Irma.

Polisi tidak menutup kemungkinan jumlah korban bertambah. Salah satu korban yang berdomisili di Bontang disebut akan melapor dalam waktu dekat. Sebagian korban juga diketahui memilih keluar dari lembaga pendidikan tersebut karena trauma.

“Kami membuka ruang bagi korban lain untuk melapor. Pendampingan terhadap korban juga dilakukan bersama pihak terkait untuk memastikan pemulihan kondisi fisik dan mental mereka,” tambahnya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 76E jo Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Pasal 64 dan 65 KUHP. Ancaman hukuman yang diatur mulai dari 5 hingga 15 tahun penjara.

[RWT]



Berita Lainnya