Daerah
Kasus Pelecehan Seksual 10 Anak di Tenggarong, LBH JKN Desak Pemkab Kukar Berikan Pendampingan Korban

Kaltimtoday.co, Tenggarong - Kasus pelecehan seksual terhadap 10 anak di bawah umur, di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus bergulir.
Pada Rabu (1/10/2025), sejumlah orangtua korban didampingi kuasa hukum kembali mendatangi Polres Kukar untuk memenuhi panggilan pasca melayangkan laporan. Dari 10 korban, ada satu orangtua korban yang enggan membuat laporan kepolisian.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum Jembatan Keadilan Nusantara (LBH JKN), Wijianto menerangkan, jumlah pelaku diduga sebanyak tiga orang, mereka merupakan teman korban di satu sekolah yang sama. Mereka merupakan kakak kelas korban, dua orang masih di bawah 12 tahun dan satu orang 14 tahun.
Kasus sudah terjadi sejak 2024 lalu. Baru terungkap pada 6 September 2025, setelah korban mengadukan kepada orangtuanya. Kemudian muncul korban-korban lainnya, baik perempuan maupun laki-laki.
Pelecehan yang dialami setiap korban bukan hanya sekali, namun ada yang dua hingga tiga kali. Awalnya, korban yang masih duduk di sekolah dasar ini tak berani memberitahukan kepada orangtuanya karena diancam oleh pelaku.
“Selama tahun berjalan, pelaku sudah melakukan itu beberapa kali kepada sejumlah korban, bukan hanya sekali tapi sampai 3 kali untuk satu korban. Bahkan, ada korban yang digilir atau bergantian dengan pelaku lainnya,” kata Wiji dalam rilisnya kepada Kaltimtoday.co, Rabu (1/10/2025).
Pelaku menjalankan aksinya di tempat berbeda-beda. Kejadian diduga dilakukan di lingkungan sekolah selepas pulang, di luar sekolah hingga toilet kantor desa. Kasus ini tidak mendapat respon cepat dari pemerintah desa maupun pihak sekolah, bahkan tidak mendatangi orangtua korban untuk menanyakan kondisi anaknya.
Akibatnya, beberapa korban enggan sekolah lantaran takut ketemu pelaku, sebab mereka masih berkeliaran di kawasan tersebut, dan masih bersekolah.
Selain itu, diduga salah satu orangtua pelaku melakukan intimidasi kepada para korban jika kasus ini diproses hukum.
“Saat ini ada dua korban (perempuan) mengalami trauma mendalam hingga tidak ingin mau sekolah lagi. Ini jelas mengancam masa depan generasi bangsa akibat kelalaian pengawasan pihak sekolah,” tuturnya.
Peristiwa ini, Wiji menilai, sebagai darurat perlindungan anak karena sangat memprihatinkan. Bukan hanya menyangkut persoalan hukum, tapi juga menyangkut masa depan korban yang mengalami trauma fisik dan psikologis, hingga tidak berani keluar rumah.
Padahal, keamanan dan ketentraman anak-anak dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan diperkuat oleh UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Perlindungan Anak ini mengatur tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, dan orang tua dalam pemenuhan hak-hak anak.
“Kami akan terus mengawal proses hukum dari awal hingga akhir, demi menjamin tegaknya keadilan serta kepastian hukum,” tegasnya.
LBH JKN, mendesak Dinas Pendidikan Kutai Kartanegara untuk lebih proaktif dalam melakukan pengawasan dan mendampingi siswa. Serta mendorong Pemkab Kukar turun tangan menyediakan pendampingan psikologis, biaya pemulihan, serta jaminan keberlanjutan pendidikan bagi para korban.
“LBH JKN menegaskan komitmen untuk mendampingi korban hingga proses hukum selesai. Titik berat kami adalah memastikan para korban dapat kembali beraktivitas secara normal, terbebas dari trauma, serta memperoleh masa depan yang layak,” tandasnya.
[RWT]
Related Posts
- TRC PPA Kaltim Kawal Kasus Dugaan Pelecehan Seksual saat Kegiatan Pramuka di Samarinda
- Komisioner KPU Berau Jadi Tersangka Tindak Pidana Pelecehan, Tiga Orang Saksi Sudah Dimintai Keterangan
- Kemlu Pastikan Penanganan Serius untuk Kasus Pelecehan Seksual Dubes RI untuk Nigeria
- Terlibat Kasus Asusila, Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dipecat! Ini Kronologi dan Respons Korban
- Respon Tuntutan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual, Satgas PPKS Unmul Bakal Adakan Konferensi Pers