Opini
RKUHP sebagai Jalan Menghidupkan Pasal-Pasal Kolonial
Oleh: Muhammad Izzatullah (Junior Associate Kantor Advokat dan Konsultan Hukum H.A.M & Partner)
Pada 25 Mei 2022, pemerintah kembali mengusulkan 14 pasal dalam RKUHP yang pembahasannya tidak usai-usai. Di antara 14 pasal tersebut salah satunya menyangkut penyerangan martabat presiden dan wakil presiden. Hal ini menurut penulis menjadi sangat kontroversi dalam hukum yang berlaku di Indonesia.
Hal tersebut disebabkan pasal-pasal yang membangkitkan kembali pasal-pasal yang mirip dengan pasal kolonial. Argumentasi penulis dikuatkan oleh salah satu pakar hukum pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad yang mengatakan, Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP atau RKUHP) masih bernuansa kolonial.
Menurutnya, nuansa kolonial itu juga masih terlihat dari ketentuan terkait 14 isu krusial dalam RKUHP, terutama pada pasal yang mengatur tentang penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Parahnya lagi, draft untuk RKUHP sangat sulit, bahkan tidak bisa diakses oleh publik.
"Pada aspek susbstansi ada satu pandangan bahwa ini masih bernuansa kolonial,” kata Suparji di acara Polemik Trijaya bertajuk “Quo Vadis RKUHP” yang disampaikan kepada Kompas.com secara virtual, Sabtu (25/6/2022).
Kemudian menurut penulis, ini jelas tidak sejalan dalam hak kita dalam mengkritik karena ini adalah RKUHP, bukan polisi moral. Seharusnya aturan hadir untuk kepentingan masyarakat, bukan hanya terkait kepentingan penguasa. Contohnya, penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354 RKUHP), serta penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP) sebagaimana dikutip dari artikel CNN Indonesia pada 4 Juli 2022.
Dalam penyusuran penulis, salah satu Wakil Ketua IKA HTN UINSI Samarinda sekaligus Managing Partner Kantor Advokat dan Konsultan Hukum H.A.M & partner, Hamzar memberikan pandangan bahwa, seharusnya RKUHP harus tetap memperhatikan seluruh norma-norma hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Penyusunan RKUHP harus tetap memperhatikan norma-norma hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Kemudian, menurutnya dalam RKUHP ini pasal yang paling menonjol adalah terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden karena pasal ini jelas melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang bersifat final dan mengikat. Ia mengharapkan agar dalam penyusunannya jangan sampai melanggar aturan main yang dibuat oleh DPR dan presiden itu sendiri.
"Salah satu yang paling menonjol adalah pasal penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Pasal ini kembali dihidupkan dan ini jelas melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 yang bersifat Final dan Mengikat. DPR dan presiden dalam penyusunannya jangan sampai melanggar aturan main yang dibuat oleh mereka sendiri," pungkasnya.
Maka dari itu, sangat wajar bagi penulis jika ada penolakan terhadap pasal ini oleh masyarakat, pakar hukum, hingga mahasiswa. Bahkan hastag #semuabisakena harus terus disuarakan. Disebabkan 14 pasal-pasal yang diusulkan termasuk penyerangan martabat presiden dan wakil presiden akan membuat keadilan hukum yang tumpul dan akan terus menabrak norma-norma hukum yang ada.
Selain itu, penulis berharap dengan penundaan pembahasan hingga pengesahan RKUHP ini, pemerintah legislatif dan eksekutif harus memperhatikan mana pasal pro rakyat dan mana pasal yang menghalangi rakyat, selanjutnya penulis menegaskan untuk pembahasan lanjutan RKUHP 14 pasal ini perlu dibahas ulang sehingga pasal-pasal kolonial tidak hidup kembali, karena percuma perubahan kalau hasil tidak berbeda.(*)
*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.