Daerah

Staf Dinkes Berau Ditahan atas Kasus Penyelewengan Gaji dan TPP ASN Senilai Rp1,2 Miliar

Kaltim Today
06 Mei 2025 20:02
Staf Dinkes Berau Ditahan atas Kasus Penyelewengan Gaji dan TPP ASN Senilai Rp1,2 Miliar
SN saat digiring menuju mobil tahanan. (Miko/Kaltimtoday.co) 

Kaltimtoday.co, Berau - Menggunakan rompi tahanan kejaksaan, seorang staf pembantu bendahara, pada Dinas Kesehatan Berau berinisial SN digiring menuju Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B, Tanjung Redeb, Selasa (6/5/2025). 

Penahanan tersebut dilakukan setelah dirinya terbukti melakukan penyelewengan gaji dan tambahan penghasilan pegawai (TPP).

Dalam modus operasinya, SN yang kini sudah berstatus tersangka, memanipulasi dengan mengganti nama penerima gaji yang semestinya tidak berhak. Dalam pengajuan nama tersebut, tersangka mencantumkan nomor rekening pribadi. Sehingga akibat perbuatannya keuangan daerah merugi hingga Rp1,2 miliar.

"Penyimpangan yang dilakukan SN terungkap dari laporan hasil pemeriksaan internal dan pengaduan dari sejumlah ASN yang namanya tercantum dalam slip pembayaran, namun tidak pernah menerima uang tersebut," demikian ujar Kepala Seksi, Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Rahadian Arif Wibowo saat press rilis. 

Hal ini kemudian kata dia, diperkuat temuan Inspektorat dan penyidikan yang dilakukan tim jaksa. Dalam proses penyidikan, Kejari Berau telah memeriksa 20 orang saksi, termasuk saksi ahli, serta melakukan pemeriksaan langsung terhadap tersangka.

Dari hasil pengungkapan ini juga, jaksa menyita sejumlah barang bukti berupa sebidang tanah seluas satu hektare, satu unit mobil Toyota Avanza, serta uang tunai senilai Rp 400 juta yang telah dititipkan secara sukarela oleh tersangka.

"Jadi aksi ini dilakukan tersangka sejak tahun 2017 hingga 2025, hasil kalkulasi itulah total kerugian keuangan daerah Rp 1,2 miliar," tambahnya.

Atas perbuatannya, SN disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman paling lama 20 tahun.

[MGN | RWT]



Berita Lainnya