Daerah

Tak Cukup Obat, Anak dengan TBC Butuh Gizi Lengkap dan Dukungan Penuh Keluarga

Kaltim Today
25 Juli 2025 15:07
Tak Cukup Obat, Anak dengan TBC Butuh Gizi Lengkap dan Dukungan Penuh Keluarga
Dokter Spesialis Anak, dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K) saat diwawancara langsung usai kegiatan Seminar Akselerasi Eliminasi Tuberkulosis 2030: Peran Jejaring Puskesmas dalam Implementasi Quick Win 2025.

Kaltimtoday.co, Balikpapan - Pengobatan tuberkulosis (TBC) pada anak tidak cukup hanya mengandalkan obat-obatan. Dukungan keluarga serta pemenuhan gizi yang sesuai kebutuhan menjadi bagian penting dalam proses penyembuhan dan pemulihan anak.

Hal itu disampaikan oleh dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak Subspesialis Nutrisi dan Metabolik, dalam Seminar Nasional Akselerasi Puskesmas Indonesia (APKESMI) di Balikpapan. 

Ia menjelaskan bahwa anak-anak memerlukan pendampingan dari berbagai sisi, tidak hanya oleh tenaga kesehatan tetapi juga oleh keluarga sebagai pendukung utama di rumah.

"Peran keluarga sangat penting dalam proses pengobatan dan pemulihan anak. Penanganan tidak cukup hanya dengan memberikan obat, tetapi harus disertai perbaikan gizi," kata dr. Titis.

Menurutnya, pemenuhan gizi yang baik akan meningkatkan efektivitas pengobatan dan memperkuat daya tahan tubuh anak dalam melawan infeksi. 

Selain itu, nutrisi yang cukup dan seimbang membantu memperkuat sistem imun, mendukung perbaikan jaringan tubuh, serta meningkatkan respons terhadap terapi antituberkulosis.

Sebagai dokter anak dengan subspesialis nutrisi dan metabolik, dr. Titis menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, serta mikronutrien seperti vitamin dan mineral. 

"Caranya adalah dengan memberikan makanan bergizi seimbang dan bervariasi setiap hari," jelasnya saat diwawancara langsung, Kamis (24/7/2025).

Ia menyampaikan bahwa prinsip pemberian makanan untuk anak dengan TBC serupa dengan anak sehat pada umumnya, namun kebutuhannya lebih tinggi. Asupan makanan tidak cukup hanya nasi dan sayur dan anak perlu makanan yang padat energi dan kaya protein.

"Zat besi, misalnya, berperan dalam pembentukan sel darah merah dan mendukung fungsi kekebalan tubuh. Zat ini banyak ditemukan dalam sumber protein hewani seperti hati ayam dan telur," terang dr. Titis.

Saat memberikan edukasi gizi kepada orang tua, tantangan sering muncul ketika latar belakang ekonomi keluarga tergolong menengah ke bawah. Dalam situasi tersebut, dr. Titis menilai penting untuk memberikan saran yang realistis dan sesuai daya beli masyarakat.

"Kita tidak bisa menyarankan makanan mahal kalau kita tahu mereka tidak sanggup membelinya. Tapi telur itu sudah sangat baik. Ikan juga baik, dan penting untuk tidak terus mengulang jenis yang sama," ungkapnya.

Ia juga mengingatkan agar keluarga meninjau kembali prioritas pengeluaran sehari-hari. Dalam praktiknya, ia kerap menemui keluarga yang menyatakan tidak mampu membeli makanan bergizi, tetapi tetap saja masih mengalokasikan dana untuk membeli rokok. 

"Padahal, kalau dibandingkan, harga telur jauh lebih murah dari rokok," tekannya.

Selain pemenuhan gizi, edukasi tentang penularan TBC juga penting. Meskipun risiko penularan dari anak ke orang lain tidak sebesar dari orang dewasa, keberadaan kasus TBC pada anak sering kali menjadi indikator bahwa ada sumber penularan di lingkungannya.

"Orang tua dan keluarga juga perlu diberikan edukasi agar penularan tidak terjadi lebih luas," sambung dr. Titis.

Ia menegaskan pentingnya pemantauan pertumbuhan selama masa pengobatan. Jika nafsu makan anak sangat rendah, berat badan tidak menunjukkan peningkatan sesuai target, atau kondisi malnutrisi menetap, orang tua disarankan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk evaluasi menyeluruh.

Adapun, evaluasi ini mencakup kemungkinan adanya komorbiditas atau gangguan metabolisme yang perlu ditangani.

"Apabila diperlukan, dapat diberikan pangan olahan kebutuhan medis khusus (PKMK) yang mengandung nutrisi lengkap dan kalori tinggi, sebagai bagian dari upaya membantu pemenuhan gizi harian anak," sebut dr. Titis.

Pengobatan TBC pada anak umumnya berlangsung selama enam bulan atau lebih. Konsistensi dalam minum obat dan menjaga pola makan yang sesuai menjadi dua aspek yang saling menunjang.

Tenaga kesehatan dan fasilitas layanan seperti puskesmas, baginya, berperan penting dalam proses ini. Mereka tidak hanya menyediakan layanan pengobatan, tetapi juga melakukan edukasi, pemantauan pertumbuhan, dan pendampingan gizi kepada keluarga.

Dengan pengobatan yang teratur dan intervensi gizi yang sesuai kebutuhan, anak dengan TBC memiliki peluang besar untuk sembuh, tumbuh sesuai usianya, dan mencapai kualitas hidup yang baik. 

Langkah tersebut juga menjadi bagian dari upaya bersama dalam mendukung target eliminasi TBC nasional tahun 2030 serta mewujudkan Generasi Emas yang sehat dan bebas stunting. 

[RWT] 



Berita Lainnya