Samarinda
Tolak Rencana Penghapusan Insentif dan Perjuangkan TPP, Guru Gelar Unjuk Rasa di DPRD Samarinda
Kaltimtoday.co, Samarinda - Sejumlah guru dan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Samarinda, Selasa (30/8/2022). Dalam aksinya, mereka menyampaikan sejumlah tuntutan. Pertama, insentif bagi guru ASN, guru honorer di sekolah negeri dan swasta di Samarinda tetap diberikan tanpa terkecuali. Kedua, mendesak Pemkot Samarinda memberikan tambahan penghasilan pegawai (TPP) ke guru ASN pada 2023 seperti ASN lainnya.
Selain dua tuntutan itu, mahasiswa dan guru juga menyampaikan penolakan atas isi rancangan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Tak lama kemudian, para mahasiswa dan guru masuk ke ruang rapat utama. Di sana mereka duduk bersama Komisi IV DPRD Samarinda, Asisten III Bidang Administrasi Umum Pemkot Samarinda, Ali Fitri Noor serta Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda, Asli Nuryadin.
Asisten III, Ali Fitri Noor sejak awal menegaskan bahwa, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkot Samarinda tak pernah ada niat untuk melakukan pengurangan insentif. Besarannya pun tetap Rp 700 ribu. Namun, pihaknya menyesuaikan antara penerimaan dan pengeluaran. Lalu menyesuaikan catatan-catatan hasil audit Badan Pemerika Keuangan (BPK) pada tahun sebelumnya.
"Maka kami lakukan perapian-perapian aturan-aturan lainnya sehingga pada penyusunan Anggaran 2023 kami sudah bisa menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku," jelas Ali di hadapan Forum Peduli Guru Samarinda.
Ali menyebut, TAPD tak bicara soal teknis melainkan hanya menerima usulan dan perencanaan. Kemudian disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dan kemampuan keuangan yang ada.
Sementara itu, Asli Nuryadin juga kembali menjelaskan soal evaluasi bagi guru-guru di sekolah swasta. Dia menyebut, sekolah swasta yang kuat dan mampu memang akan dievaluasi.
"Jadi guru dan tendik di sekolah swasta itu ada 986 ditinjau kembali. Sekolah swasta yang dianggap mampu itu kriterianya sedang diproses. Tapi guru dan tendik honor di sekolah swasta itu 1.886 orang tidak diganggu," beber Asli.
Perihal jumlah insentif sebesar Rp 700 ribu yang tak kunjung alami kenaikan juga dijelaskan oleh Asli. Bahkan dibandingkan dengan insentif guru di bawah naungan Pemprov Kaltim. Perbedaan nominal itu dipengaruhi oleh besaran APBD Samarinda yang awalnya Rp 3,2 triliun menjadi Rp 2,2 triliun. Sementara di provinsi, APBD mencapai sekitar Rp 16 triliun.
"Kalau APBD kita meningkat atau sama seperti provinsi, pasti kami upayakan naik (insentif)," bebernya.
Para guru sebelumnya sempat cemas dengan munculnya informasi yang menyebutkan insentif akan dipotong menjadi Rp 250 ribu. Pada pertemuan tersebut, guru-guru berharap insentif tetap dibayarkan seperti sebelumnya. Jika dipangkas, maka akan sangat meresahkan para guru karena sebelumnya sudah rutin menerima.
Salah satu perwakilan guru yang berhadapan langsung dengan Komisi IV dan Pemkot Samarinda, Husnul juga ada menyinggung soal Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4/2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Perda tersebut juga masih berlaku sampai saat ini.
Pasal 20 ayat 5 di perda itu berbunyi bahwa, Pemerintah Kota mengusahakan pemberian penghasilan tambahan di luar gaji dan tunjangan fungsional kepada tenaga pendidik dan kependidikan. Husnul menilai, pemberian insentif di luar gaji dan tunjangan sudah sesuai dengan perda tersebut. Perda itu juga tak membedakan antara guru sekolah negeri dan swasta.
"Maka di sini dapat dilihat bahwa guru dan tendik di sekolah swasta juga punya hak yang sama seperti guru di sekolah negeri. Tidak terkecuali sekolah itu mapan atau tidak. Sebab di sana tidak ada pembedaan sekolah," jelas Husnul.
Masih di perda yang sama, pasal 29 ayat 3 berbunyi Pemerintah Kota bertanggung jawab mengusahakan penyediaan anggaran pendidikan minimal 20 % (dua puluh persen) dari APBD di luar gaji tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan pendidikan kedinasan. Lalu di ayat 5 berbunyi komponen yang dibiayai meliputi kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan pendidik, tenaga kependidikan dan penyelenggaraan pendidikan, bantuan bagi siswa miskin, sarana prasarana, proses belajar mengajar, kepengawasan, pembinaan, monitoring, evaluasi yang mengacu pada upaya peningkatan mutu pendidikan pemerataan dan relevansi.
"Berdasarkan paparan ini, maka bagi kami tidak ada alasan untuk pemkot menghentikan pemberian insentif untuk guru dan tendik atau mengevaluasi insentif untuk guru dengan kriteria tertentu. Guru di sekolah negeri atau swasta berhak mendapatkan semuanya," lanjut Husnul.
Mendengar pemaparan dari guru tersebut, Ali Fitri kembali menegaskan bahwa, Pemkot Samarinda tak ada niat sedikit pun untuk memangkas insentif. Justru terus berupaya untuk menyejahterakan guru. Kendati demikian, pihaknya juga harus menggiring itu ke aturan main yang benar.
Meski para guru menggunakan Perda Nomor 4/2013 sebagai acuan payung hukum yang kuat, Ali menjelaskan perihal adanya Peraturan Pemerintah Nomor 12/2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada pasal 18 ayat 1, pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dengan memastikan kemampuan keuangan daerah dengan ketentuan yang berlaku.
"Jika mengacu pada peraturan itu, tambahan penghasilan hanya diberikan kepada ASN. Tapi, pak wali kota tidak menutup mata. Beliau masih mencari sela-sela yang memungkinkan untuk memberikan pada guru yang lain," tambah Ali.
Oleh sebab itu, perwali akan direvisi. Sebab peraturan terus berkembang. Perapian ini dilakukan karena ada aturan baru yang jelas mengatur pengelolaan keuangan. Perda Nomor 4/2013 pun harus disesuaikan dengan PP Nomor 12/2019.
"Dengan penyesuaian lagi, konsultasi dan saran lagi dari pemeriksa audit eksternal apakah ini boleh atau tidak. Saya berharap ke Disdik, anggaran Rp 700 ribu tetap dikeluarkan sesuai mekanisme yang ada," ujar Ali.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti menegaskan bahwa pihaknya ingin ada ketetapan perwali dan perda yang harus direvisi sesuai peraturan di atasnya. Agar setiap tahun tak menjadi polemik berulang.
"Kami juga ingin ada standar minimal dari gaji bagi guru di swasta maupun negeri," beber Puji.
Dia juga menyebutkan soal sekolah swasta yang telah dapat bosnas, bosda, bantuan keuangan non-fisik dari kementerian, hingga mengambil iuran tiap bulan. Dari situ akan dilihat apakah bisa para guru tak dapat insentif.
"Misalnya pembiayaan mereka sudah cukup dengan itu, nanti uangnya akan diberikan ke sekolah-sekolah tak mampu. Banyak sekolah yang mau tutup karena muridnya sedikit jadi bosnas dan bosdanya juga sedikit. Ini harus dipertahankan," lanjutnya.
Dengan adanya revisi perwali dan perda, maka akan semakin menguatkan payung hukum tersebut untuk pemberian insentif atau TPP. Termasuk minimal standar gaji guru.
Guru Tolak Peniadaan Insentif Bagi yang Terima TPG dan Perjuangkan TPP
Salah satu kelompok yang pemberian insentifnya akan dievaluasi adalah guru yang sudah menerima tunjangan profesi guru (TPG). Hal ini juga mengundang keresahan bagi guru terkait sekaligus dipertanyakan. Apalagi bagi guru ASN yang menerima TPG. Sebab selama ini TPG merupakan anggaran dari pemerintah pusat dan sama sekali tak membebani keuangan daerah.
Salah satu guru, Murajiyanto mengungkapkan bahwa, guru yang telah menerima TPG artinya sudah mempunyai sertifikasi pendidik dan secara kualitas diakui. Perjuangan untuk mendapat sertifikasi dan menjadi ASN pun tidak mudah.
"Di saat profesi-profesi lain dihargai, mengapa guru yang selalu dikorbankan? Padahal kami sama-sama PNS, tapi kenapa guru tidak terima TPP?" jelasnya.
Rekan guru ASN lain, Agus Muhammad juga mengeluhkan hal yang sama terkait TPP. Sampai saat ini, pihaknya masih akan terus mengikuti perkembangan yang ada. Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 5/2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 21 dijelaskan PNS berhak memperoleh gaji, tunjangan, dan fasilitas. Salah satu tunjangan yang diperoleh oleh PNS adalah TPP.
Namun, di Lingkungan Pemkot Samarinda TPP tidak diberikan bagi ASN Guru seperti halnya ASN lainnya diluar guru. Perwali Samarinda Nomor 5/2021 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai di Lingkungan Pemerintah Daerah Pasal 9 menjelaskan bahwa, TPP tidak diberikan kepada pegawai yang menjabat sebagai guru atau pengawas.
Bahkan jika melihat Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 061 - 5449 tahun 2019 Poin B mengenai tata cara persetujuan Menteri dalam Negeri Bagian VI yang menjelaskan siapa saja pegawai ASN yang tidak menerima tambahan penghasilan, tidak disebutkan pada aturan tersebut bahwa ASN guru bukanlah salah satu pegawai ASN yang tidak mendapatkan TPP.
"Kami di sini hanya minta kesetaraan dan keadilan. Kami minta, Perwali Nomor 5/2021 itu direvisi. Agar guru ASN bisa terima TPP pada 2023. Supaya adil seperti ASN lain. Kok ASN lain dapat, kami enggak? Apa kami anak tiri?" tegas Agus.
Dari seluruh kabupaten dan kota di Kaltim, hanya Samarinda yang tak memberikan TPP untuk guru ASN. Nominal TPP di kabupaten dan kota lain pun bervariasi.
"Langkah berikutnya, kami akan tetap follow-up dengan cara audiensi," lanjutnya.
Ditanya mengenai TPP bagi guru ASN, Ali Fitri menyebutkan akan melakukan diskusi lebih lanjut soal itu. Jika dananya ada, pihaknya akan mendiskusikan dan menyampaikan pada pimpinan sebagai masukan.
"Ini harus jadi perhatian kami dengan tanda kutip, regulasi dan aturan mainnya memang memungkinkan untuk itu. Nanti akan disampaikan oleh Kepala Disdikbud sebagai OPD terkait. Bukan memisahkan guru ASN, kami ada regulasi," tutup Ali.
[YMD | RWT | ADV DPRD SAMARINDA]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.