PPU
Warga Terus Menuntut Keadilan Setelah 16 Tahun Pembangunan Coastal Road PPU
DI BALIK ambisi pembangunan Coastal Road di Penajam Paser Utara (PPU), daerah penyangga IKN, banyak cerita warga yang merasa terabaikan. Roland, seorang warga Kelurahan Sungai Parit, menceritakan kisah panjang pembebasan lahan yang dimulai sejak 2008.
"Ada rapat appraisal waktu itu muncullah nilai Rp18.000 jadi sebagian warga ada yang diterima dan dibayar, ada sebagian juga yang enggak karena menurutnya yah masa empang dan kelapa digantinya Rp18.000 per meter, enggak cukup dibelikan lahan lagi yang baru,” bebernya.
“Nah, jadi sebagian dibebaskan, tetapi tidak ada tindak lanjut. Setelah itu di 2016 kalau tidak salah ada lagi yang dibebaskan, ini jalan sudah jadi aspal," sambung Roland.
Proses pengerjaan jalan Coastal Road yang berlangsung dari 2008 hingga 2016 tidak disertai dengan komunikasi yang baik.
Selama proses pengerjaan jalan Coastal Road yang berlangsung dari 2008 hingga 2016, Roland mencatat bahwa tidak ada komunikasi yang baik antara pihak pelaksana proyek dan warga. Salah satu contohnya adalah balombong (pintu air) yang dibangun dengan posisi miring sehingga tidak berfungsi dengan baik untuk mengalirkan air.
Banyak warga, terutama mereka yang tinggal di daerah pinggiran pantai, merasa terpinggirkan dan dipaksa untuk pindah ke dataran yang lebih tinggi. Namun, ganti rugi yang diberikan sering kali tidak memadai.
Roland mengungkapkan bahwa antara tahun 2016 dan 2018, beberapa lahan dibebaskan dengan harga Rp200 ribu per meter. Namun, tanah miliknya belum dipanggil-panggil untuk proses ganti rugi. Ketika pembangunan Rumah Jabatan (Rujab) dimulai, muncul berbagai tuntutan, dan Roland mendapati bahwa tanah keluarganya belum dibayar hingga sekarang.
Situasi ini menunjukkan ketidakadilan yang dialami warga dalam proses pembebasan lahan untuk proyek Coastal Road, di mana ganti rugi yang seharusnya mereka terima belum terealisasi sampai saat ini.
“Baru ke Rujab (Rumah Jabatan) dibangun, di situ muncul semua lah kita, ternyata saya tanya bos ku (orang tua) ternyata belum dibayar sampai sekarang," lanjut Roland.
Alasan tumpang tindih sertifikat menjadi penghambat, namun Roland merasa hal ini seharusnya bisa diselesaikan melalui proses pengadilan jika memang ada sengketa. Menurut Roland, banyak warga yang telah dirugikan selama bertahun-tahun.
"Sekarang mirisnya, 2008 itu sampai 2024 itu selama 16 tahun gedung megah bisa dibangun tetapi lahannya orang yang sudah digusur enggak (dibayarkan) apalagi jalannya sudah dibangun aspal, ironisnya di situ," kata Roland dengan nada kecewa.
Ia berharap pemerintah dapat mendata ulang lahan-lahan yang belum dibayar dan menyelesaikan sengketa secara transparan.
Proses Panjang yang Penuh Tantangan
Petriandy Ponganton Pasulu, Kabid Bina Marga Dinas PUPR PPU, mengakui bahwa proyek coastal road memang sudah berlangsung lama dan mengalami banyak tahapan.
"Sejak saya masuk pertama kali ke Dinas PUPR proyek itu sudah ada, tahun 2010," ujarnya.
Proyek ini, yang dimulai sejak zaman Bupati PPU Yusran Aspar, menghadapi berbagai kendala, termasuk permasalahan lahan dan desain jembatan. Proyek ini mengalami banyak perubahan dan penundaan.
"Memang proyeknya itu bertahap, kalau enggak salah multiyears pertama itu di zaman Bupati PPU Yusran Aspar, yang mengerjakan PT Baswara. Setelah itu sempat berhenti, kemudian lanjut lagi tetapi sisi yang manunggal," jelas Petriandy.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya perbaikan spot-spot tertentu, namun banyak bagian yang masih belum selesai. Petriandy juga menyoroti masalah pembebasan lahan yang menjadi hambatan utama.
"Kalau yang sekarang antara yang di Nipah-nipah dan di dekatnya Pantai Amal itu nah itu yang kita rigid. Kalau jembatan itu enggak, karena jembatan itu paket yang berbeda. Kalau jembatan itu enggak bisa digabungkan dengan jalan karena dia nilainya besar," katanya.
Ia menjelaskan bahwa proses pembebasan lahan seringkali terkendala oleh masalah tumpang tindih sertifikat dan klaim ahli waris. Proyek Coastal Road yang telah berjalan lebih dari satu dekade ini diharapkan dapat menyambung dengan Coastal Road Balikpapan melalui Jembatan Nipah-nipah—Melawai.
Meski proyek tersebut terus didanai dari APBD PPU dengan nilai yang cukup besar, misalnya saja pada lanjutan pembangunan tahap II multiyears, dari dikumen kontrak yang dipublikasikan pada lpse.penajamkab.go.id nilai anggaran yang digelontorkan lebih dari Rp65 miliar. Alih-alih merampungkannya hingga tuntas terlebih dahulu, kini pemerintah justru memfokuskan pembangunan Jembatan Pulau Balang untuk menunjang IKN.
"Kalau nanti dengan jembatan itu harusnya menyambung, karena jembatan itu turunnya nanti di Coastal Road Balikpapan di Melawai, itu menyambung dengan jembatan kita di Nipah-nipah karena masuknya di Coastal Road situ," jelas Petriandy.
PUPR menekankan bahwa keberlanjutan proyek Coastal Road sangat bergantung pada ketersediaan anggaran. Mereka menjelaskan bahwa meskipun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) meningkat, dana tersebut harus dibagi secara merata untuk pembangunan di setiap kecamatan.
Dengan masuknya proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), fokus pembangunan juga mengalami pergeseran. Prioritas utama kini mencakup pembangunan infrastruktur pertanian dan jalan usaha tani untuk mendukung kebutuhan pangan IKN. Tanpa dukungan yang memadai, IKN tidak akan memiliki sumber pangan yang cukup.
Perubahan-perubahan ini, termasuk pembangunan Coastal Road, diharapkan dapat mendukung sektor pariwisata dan investasi di kawasan tersebut. Proyek Coastal Road, meskipun menghadapi berbagai tantangan, tetap menjadi prioritas untuk mendukung sektor pariwisata dan investasi di PPU.
"Jadi banyak perubahan-perubahan yang terjadi semenjak masuknya IKN ini. Kalau Coastal Road ini salah satunya pariwisata, karena banyak juga pariwisata pantai yang harus kita tingkatkan. Sama investasi kita sudah besar di situ kan, artinya harus kita tuntaskan juga supaya fungsional," tutup Petriandy.
Menurut dokumen dari Dinas PUPR, timeline pengerjaan proyek Coastal Road menunjukkan perjalanan panjang dan berliku dari proyek ini, yang telah berlangsung sejak 2009 hingga 2024. Proyek ini melalui berbagai tahap dengan kontrak-kontrak yang terus diperbarui, dan pengerjaan dilakukan secara bertahap.
Dimulai dengan peningkatan Jalan Coastal Road yang dikontrakkan pada 22 Desember 2009, proyek ini kemudian dilanjutkan dengan peningkatan Tahap II (Multiyears) yang berlangsung dari 20 September 2016 hingga 2018.
Tahap berikutnya mencatat peningkatan Jalan Coastal Road Tahap II (Multiyears) dengan kontrak yang ditandatangani pada 10 Desember 2019. Pada 19 April 2021, kontrak baru untuk peningkatan Jalan Coastal Road kembali diteken, dan proyek ini terus berlanjut dengan kontrak terbaru yang ditandatangani pada 19 Maret 2024.
Ketua DPRD PPU, Syahrudin M Noor juga membenarkan jika memang ada tambahan anggaran yang dialokasikan pada tahun 2024 ini. Meski begitu, ia menaruh harapan besar terhadap proyek yang sudah berusia remaja ini.
"Bahkan tahun ini kan ada tambahan anggaran. Nanti, kalau itu sudah siap semua saya kira pasti berfungsi lah," jelas Syahrudin.
Syahrudin menekankan, betapa pentingnya membuka akses jalan untuk mengantisipasi banyaknya pendatang yang akan datang ke PPU. Menurutnya, setiap jalan yang ada di wilayah ini harus difungsikan secara optimal, bahkan jika sebelumnya tidak ada jalan, akses baru harus dibuka.
Dengan begitu banyaknya orang yang akan datang dan bermukim di berbagai tempat, tidak mungkin hanya mengandalkan satu koridor jalan saja. Jalan alternatif harus tersedia untuk mengakomodasi pertumbuhan penduduk dan aktivitas yang meningkat.
Selain itu, Syahrudin juga menyoroti pentingnya Coastal Road sebagai akses utama untuk menyelesaikan jembatan Teluk Balikpapan. Ia berharap jalan Coastal Road ini dapat mendukung penyelesaian jembatan tersebut, yang akan menghubungkan PPU dengan Balikpapan.
Bahkan, rencana untuk memperluas jalan Coastal Road hingga mencapai ujung perbatasan dengan Grogot juga menjadi bagian dari strategi untuk membuka lebih banyak akses di pesisir.
Setiap tahap pengerjaan mencerminkan upaya yang terus menerus namun belum sepenuhnya rampung, menggambarkan tantangan dan dinamika yang dihadapi dalam menyelesaikan proyek besar ini.
Meskipun proyek ini telah berjalan lama, banyak masalah yang masih belum terselesaikan. Warga seperti Roland terus menunggu kepastian dan keadilan atas lahan mereka yang telah digusur. Ketika proyek pembangunan yang besar ini tidak disertai dengan penyelesaian yang adil bagi warga, mereka yang menjadi korban merasa buntung. (*)
Artikel ini merupakan tulisan kedua dari liputan kolaborasi antara Kaltimtoday.co dan Independen.id, yang terlaksana atas dukungan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Tulisan pertama dari serial liputan khusus ini bisa dibaca di sini: Ironi Pembangunan Coastal Road di Daerah Penyangga IKN: Proyeknya Mangkrak, Hutan Mangrove Hancur, Kehidupan Masyarakat Pesisir Merana
Related Posts
- Kolaborasi Memperkaya Arus Informasi Inspiratif di Local Media Summit 2024
- Awang Faroek Ishak Minta Jadwal Ulang Pemanggilan KPK dalam Kasus Dugaan Korupsi IUP Kaltim
- Panduan dan Link Pembelian E-Meterai untuk Pendaftaran PPPK 2024
- Hasil Survei TBRC di Pilgub Kaltim 2024: Rudy Mas'ud-Seno Aji 52,8%, Isran Noor-Hadi Mulyadi 34,1 %
- Perang Buzzer Isran-Hadi vs Rudy-Seno Jelang Pilkada, Pengamat Sebut Strategi Giring Opini dan Menarik Atensi Masyarakat Kaltim