Opini

Alerta Pilkada Bontang: Memenangkan Suara di Tiga Kecamatan Bukan Hal yang Mudah

Kaltim Today
19 Juni 2024 05:45
Alerta Pilkada Bontang: Memenangkan Suara di Tiga Kecamatan Bukan Hal yang Mudah
Muh. Alfian, MPA (Pengamat Politik dan Kebijakan Publik). (Istimewa)

Oleh: Muh. Alfian, MPA (Pengamat Politik dan Kebijakan Publik)

Pilkada Kota Bontang 2024 menjadi salah satu ajang politik yang paling dinanti. Dengan kandidat-kandidat petahana yang kembali bertarung, kompetisi kali ini tidak hanya menjanjikan pertarungan sengit, tetapi juga kompleksitas politik yang semakin tinggi. Salah satu sorotan utama adalah keberadaan seorang calon yang memiliki ikatan politik yang kuat dalam background sokongan keluarga dan partai politik pemenang pemilu legislatif tingkat Kota 2024 di Kota Bontang. Meskipun demikian, memenangkan suara di tiga kecamatan di Bontang bukanlah perkara mudah.

Jika melihat dari segi kompleksitas persaingan, Kota Bontang terdiri dari tiga kecamatan yang masing-masing kecamatan memiliki karakteristik demografi dan politik yang berbeda, yang membuat strategi kampanye harus disesuaikan secara spesifik. Bontang Barat memiliki populasi yang cenderung homogen dengan basis pemilih yang loyal pada tokoh-tokoh tertentu. Kampanye di sini perlu memanfaatkan kedekatan personal dan jaringan keluarga yang kuat. Sementara itu, Bontang Selatan dengan populasi yang lebih beragam, membutuhkan pendekatan kampanye yang inklusif dan mampu merangkul berbagai kelompok masyarakat. Isu-isu lokal seperti infrastruktur dan pelayanan publik menjadi kunci untuk memenangkan hati pemilih. Disisi lain, keberadaan Bontang Utara sebagai pusat aktivitas ekonomi dan perdagangan, pemilih di sini lebih kritis dan memiliki ekspektasi tinggi terhadap calon pemimpin yang mampu membawa perubahan nyata dalam sektor ekonomi dan pelayanan publik.

Selanjutnya, ketika membahas politik Indonesia apalagi atmosfer politik di daerah, patut untuk membahas bagaimana pengaruh kekuatan politik keluarga. Salah satu calon dalam Pilkada kali ini membawa kekuatan politik yang signifikan, jaringan politiknya sangat luas, serta sokongan keluarga yang menempati beberapa posisi-posisi penting. Namun, kekuatan ini juga bisa menjadi pedang bermata dua. Publik saat ini cenderung kritis terhadap isu keberadaan dinasti politik dan ada kekhawatiran bahwa kepentingan keluarga bisa lebih diutamakan dibandingkan kepentingan masyarakat luas. Dikutip dari data terbaru Lembaga Survei Indonesia, sebanyak 62% responden dari masyarakat Indonesia merasa tidak nyaman dengan praktik dinasti politik karena dianggap bisa menghambat regenerasi dan menciptakan nepotisme. Hal ini menjadi tantangan besar bagi calon-calon ini untuk membuktikan bahwa ia mampu mengedepankan kepentingan publik di atas kepentingan keluarga.

Membahas Pilkada Kalimantan Timur, tentu harus memperhatikan bagaimana Bawaslu RI pernah merilis laporan yang menyebutkan bahwa Kaltim termasuk dalam kategori daerah dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tertinggi di Indonesia. Ini bukan sekadar peringatan biasa, melainkan sinyal serius bahwa kita harus lebih waspada terhadap berbagai potensi kecurangan yang dapat merusak proses demokrasi di daerah ini.

Laporan Bawaslu RI mengungkapkan bahwa beberapa faktor utama menyebabkan tingginya kerawanan pemilu di Kaltim. Persaingan politik yang ketat seringkali membuka peluang untuk terjadinya berbagai bentuk kecurangan, mulai dari manipulasi daftar pemilih hingga intimidasi pemilih. Lebih lanjut, pelanggaran kampanye yang meliputi kampanye di luar jadwal, penggunaan fasilitas negara, dan kampanye di tempat-tempat terlarang seperti rumah ibadah. Kemudian yang paling mencemaskan, adalah politik uang. Praktik pemberian uang atau barang kepada pemilih untuk mempengaruhi suara mereka mencederai proses demokrasi yang sehat.

Pilkada selalu diwarnai dengan isu kecurangan dan politik uang, tidak terkecuali di Kota Bontang. Money politics menjadi masalah serius. Menurut survei Transparency International Indonesia, 35% pemilih mengaku pernah menerima uang atau barang dari calon selama masa kampanye. Praktik ini tidak hanya merusak integritas pemilu tetapi juga menciptakan pemimpin yang tidak kompeten karena terpilih berdasarkan transaksi finansial, bukan kapabilitas. Selain itu, Kecurangan Administratif berupa Manipulasi data pemilih dan penggunaan fasilitas negara untuk kampanye juga menjadi perhatian. Bawaslu telah mengidentifikasi beberapa modus operandi, termasuk penggandaan suara dan pemanfaatan anggaran daerah untuk kegiatan kampanye terselubung.

Oleh karena itu, inilah saatnya peran aktif masyarakat dan pengawasan ketat dari berbagai lembaga sangat krusial untuk memastikan Pilkada berjalan dengan jujur dan adil. Pendidikan politik kepada masyarakat tentang bahaya politik uang dan pentingnya memilih berdasarkan program kerja dan kapabilitas calon harus terus digalakkan. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi masyarakat di Bontang dalam pemilu sebelumnya mencapai 78%. Angka ini menunjukkan kesadaran politik yang tinggi, namun perlu ditingkatkan kualitasnya melalui pendidikan politik yang menyeluruh. Peringatan keras dari lembaga seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI penting untuk menjadi perhatian bagi masyarakat ataupun lembaga berbasis pengawasan independen seperti lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media massa memiliki peran penting dalam melakukan pengawasan independen. Dengan laporan dan investigasi yang mendalam, diharapkan dapat mengungkap praktik-praktik curang dan memberikan informasi yang akurat kepada publik.

Akhirnya sebagai kesimpulan, memenangkan suara di tiga kecamatan di Kota Bontang dalam Pilkada 2024 bukanlah tugas yang mudah. Dengan persaingan ketat antara calon-calon petahana, serta adanya calon dengan jaringan politik yang kuat, dinamika politik di Bontang menjadi semakin kompleks. Tantangan utama yang harus dihadapi adalah memastikan integritas pemilu dari ancaman kecurangan dan politik uang. Masyarakat perlu diberikan edukasi yang cukup untuk memahami pentingnya memilih berdasarkan visi, misi, dan kapabilitas calon. Selain itu, pengawasan ketat dari berbagai lembaga harus ditingkatkan untuk menjaga proses demokrasi yang bersih dan transparan. Hanya dengan cara inilah, Bontang bisa mendapatkan pemimpin yang benar-benar mampu membawa perubahan positif bagi seluruh warganya. Penting untuk menjadi kesadaran bersama bagi masyarakat Bontang bahwa pilkada bukan sekadar ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga merupakan cerminan dari kematangan demokrasi di daerah. Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat harus berperan aktif untuk menjadikan Pilkada 2024 di Kota Bontang sebagai contoh pelaksanaan demokrasi yang sehat dan berintegritas. (*)

*) Opini penulis ini merupakan tanggung jawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kaltimtoday.co


Simak berita dan artikel  Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp



Berita Lainnya