Internasional
Asia Tenggara Dilanda Cuaca Ekstrem, Ini Penjelasan Ahli
Kaltimtoday.co - Sejumlah negara di Asia Tenggara tengah menghadapi rangkaian bencana hidrometeorologi yang disebut sebagai salah satu yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir. Dalam beberapa minggu terakhir, kawasan ASEAN diguyur hujan ekstrem yang memicu banjir besar, tanah longsor, hingga gelombang pengungsian massal.
Thailand, Vietnam, Filipina, dan Malaysia menjadi negara yang terdampak paling parah. Banjir bandang menenggelamkan wilayah selatan Thailand, Vietnam mencatat rekor banjir yang memutus akses seluruh kota, Filipina dilanda topan bertubi-tubi, sementara Malaysia bersiap menghadapi musim hujan panjang dengan intensitas tinggi.
Para pakar klimatologi menilai rangkaian bencana ini merupakan akibat dari pertemuan dua fenomena iklim besar yang terjadi bersamaan. La Niña dan Dipol Samudra Hindia (IOD) negatif menyebabkan permukaan laut menghangat sehingga memicu peningkatan kelembapan di atmosfer. Kondisi tersebut mendorong curah hujan ekstrem di berbagai wilayah ASEAN.
Ilmuwan iklim Universitas Nasional Malaysia, Fredolin Tangang, menjelaskan bahwa La Niña yang dipicu pendinginan di Pasifik tengah mendorong pergeseran massa panas ke arah barat. Dalam waktu yang sama, IOD negatif menghangatkan perairan sekitar Indonesia sehingga menarik lebih banyak uap air.
Dua fenomena yang jarang terjadi sekuat ini dalam waktu bersamaan membuat curah hujan meningkat drastis dan memperkuat intensitas monsun di Asia Tenggara. Para ahli menyebut kondisi ini sebagai “mesin kelembapan” yang menyelimuti kawasan.
Dampak Cuaca Ekstrem di Empat Negara ASEAN
Vietnam menjadi salah satu negara dengan dampak paling besar. Banjir merendam sedikitnya 200.000 rumah dan menewaskan lebih dari 90 orang. Sejumlah kota, termasuk Hue, mencatat curah hujan yang mencapai 1 hingga 1,7 meter hanya dalam satu hari.
Di Filipina, Topan Kalmaegi dan Fung-wong menghantam wilayah tengah secara berurutan. Topan Fung-wong disebut para ahli sebagai topan super karena ukurannya yang masif hingga terlihat seolah melanda seluruh negeri.
Thailand selatan juga dilanda banjir parah, terutama di Hat Yai yang mengalami banjir terburuk dalam tiga abad terakhir. Curah hujan mencapai 600 milimeter dalam beberapa hari hingga memaksa pemerintah menetapkan status darurat.
Malaysia tidak luput dari dampak cuaca ekstrem. Lebih dari 25.000 warga mengungsi pada Rabu (26/11/2025), dan pemerintah memantau lebih dari 3.000 titik rawan banjir di delapan negara bagian.
Direktur Jenderal Institut Meteorologi, Hidrologi, dan Perubahan Iklim Vietnam, Pham Thi Thanh Nga, memperingatkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi masih mungkin berlanjut. Aliran air diprediksi terus bergerak ke Semenanjung Malaya, Singapura, hingga wilayah Indonesia dalam beberapa minggu mendatang.
Bencana Iklim yang Kini Jadi Rutinitas
Para ahli menilai peristiwa cuaca ekstrem yang dulunya tergolong langka kini menjadi kejadian berulang setiap tahun. Hal ini membuat waktu respons semakin pendek sementara kesiapsiagaan masyarakat masih terbatas.
Menurut Nga, banyak warga yang belum sepenuhnya memahami risiko bencana sehingga reaksi terhadap peringatan dini masih terlambat.
Pemerintah di seluruh Asia Tenggara diminta memperkuat strategi adaptasi iklim melalui peningkatan kapasitas drainase, pembangunan infrastruktur hijau, hingga penguatan sistem peringatan dini.
Seree Supratid, Direktur Pusat Perubahan Iklim dan Bencana Universitas Rangsit, menilai sebagian besar dampak parah yang terjadi di Thailand dipicu oleh kesiapan yang kurang optimal.
“Banyak kerusakan bisa diminimalkan apabila rencana penanggulangan bencana nasional dijalankan secara maksimal,” ujarnya.
Cuaca ekstrem diprediksi masih berlanjut hingga akhir tahun, sehingga masyarakat di sejumlah negara ASEAN diminta tetap waspada terhadap potensi banjir, tanah longsor, serta angin kencang.
[RWT]
Related Posts
- Mandat Youth Statement di COP30: Hentikan Energi Fosil, Jangan Rusak Masa Depan Kami
- TWAP Tegaskan Relokasi Bukan Solusi, Akar Masalah Banjir di SMPN 24 dan SDN 13 Samarinda Ada pada Drainase
- Polling: Atasi Banjir Samarinda, Keruk Sungai Mahakam atau Sungai Karang Mumus?
- Pakar Oseanografi Unmul Ungkap Tantangan Rencana Gubernur Kaltim Keruk Sungai Mahakam Atasi Banjir
- Rencana Gubernur Kaltim Keruk Sungai Mahakam untuk Atasi Banjir, DPUPR: Perlu Dana Besar dan Kajian Mendalam







