Daerah

Pematangan Lahan RSUD AMS II Diprotes Warga Rapak Binuang, Banjir Kian Parah Sejak Proyek Dimulai

Nindiani Kharimah — Kaltim Today 17 Desember 2025 20:37
Pematangan Lahan RSUD AMS II Diprotes Warga Rapak Binuang, Banjir Kian Parah Sejak Proyek Dimulai
Ketua RT 27 Rapak Binuang Indah, Kamaludin (kanan) saat dijumpai di sekitar lokasi pematangan lahan. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Gelombang protes warga menguat menyusul proyek pematangan lahan perluasan RSUD Aji Muhammad Salehuddin II (RS Korpri) yang berlokasi di depan GOR Kadrie Oening, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara. Aktivitas pengurukan lahan tersebut dinilai memperburuk kondisi lingkungan di kawasan Rapak Binuang yang sejak lama dikenal sebagai daerah cekungan dan rawan banjir.

Warga setempat merasakan perubahan signifikan sejak proyek berjalan. Genangan air yang sebelumnya hanya setinggi lutut kini meningkat hingga setinggi pinggang orang dewasa dan masuk ke dalam rumah. 
Padahal, dalam hampir dua tahun terakhir, wilayah Rapak Binuang relatif terbebas dari banjir besar. Kondisi ini memicu kekhawatiran sekaligus kemarahan warga karena dampaknya dinilai nyata dan berulang.

Ketua RT 27 Rapak Binuang Indah, Kamaludin, mengatakan wilayahnya memang berada di kawasan rawan banjir. Namun, menurutnya, intensitas dan dampak banjir semakin parah setelah adanya pengurukan lahan untuk perluasan rumah sakit tersebut.

“Daerah kita ini memang wilayah banjir, tapi dengan ditambahnya pengurukan ini kondisinya makin parah. Dulu ketinggian air hanya di lutut, sekarang bisa sampai pinggang dan masuk ke rumah. Saat banjir, warga kami sudah tidak bisa melakukan apa-apa,” ujarnya.

Ia mengungkapkan, banyak warga terpaksa membuang perabot rumah tangga karena rusak terendam air. Menurutnya, persoalan utama terletak pada hilangnya fungsi resapan air. Sebelum lahan diuruk, air hujan masih sempat tertahan dan mengendap sementara sebelum mengalir ke sungai. Kini, air langsung mengalir deras ke permukiman.

“Ini bukan sekadar kekhawatiran, tapi dampak paling nyata. Sekarang sudah tidak ada lagi resapan air, tidak ada air yang mengendap dulu sebelum masuk ke sungai Rapak Binuang,” katanya.

Kamaludin menjelaskan, Rapak Binuang menjadi titik kumpul aliran air dari sejumlah kawasan hulu, seperti Batu Besaung, Batu Cermin, Jalan Wahid Hasyim, Jalan AWS, hingga Jalan Perjuangan. Seluruh aliran tersebut bermuara di Rapak Binuang sebelum akhirnya menuju Sungai Karang Mumus (SKM). 

Kondisi ini diperparah karena wilayah Rapak Binuang berada di cekungan, sementara kapasitas sungai dinilai sudah tidak mampu menampung debit air yang terus bertambah. “Ini aliran air dari mana-mana, pusatnya di Rapak Binuang dan keluarnya ke SKM. Tapi sungai ini sudah tidak mampu. Kalau tidak dibuat sodetan, banjir pasti berulang,” jelasnya.

Ia pun mendesak agar proyek pengurukan dihentikan sementara dan pemerintah segera meninjau opsi pembangunan sodetan untuk membagi debit air. Salah satu usulan warga adalah membuat sodetan ke arah Bengkuring atau langsung tembus ke Sungai Karang Mumus.

“Saya minta proyek ini digagalkan dulu. Tolong ditinjau, apakah bisa dibuat sodetan ke Bengkuring atau langsung ke SKM untuk membagi air. Jangan sampai air dari atas semuanya ditumpahkan ke sini,” tegasnya.

Warga juga mencatat adanya peningkatan endapan lumpur di dalam rumah saat banjir terjadi. Jika sebelumnya endapan hanya sekitar satu sentimeter, kini bisa mencapai dua hingga tiga sentimeter. Durasi banjir pun semakin lama, berkisar 14 hingga 18 jam, bahkan bisa mencapai dua hari saat air laut sedang tinggi.

“Kalau air laut tinggi, bisa satu hari satu malam. Air tidak bisa mengalir karena tertahan debit yang naik,” pungkas Kamaludin.

[RWT] 



Berita Lainnya