Kaltim

Di Tengah Pembangunan IKN Nusantara, Masyarakat Adat Masih Berusaha Keras Dapatkan Haknya

Yasmin Medina Anggia Putri — Kaltim Today 06 Juli 2023 17:40
Di Tengah Pembangunan IKN Nusantara, Masyarakat Adat Masih Berusaha Keras Dapatkan Haknya
Seminar Nasional yang digelar AMAN Kaltim dan PuSHPA FH Unmul, Kamis (6/7/2023). (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (ADAT) Kaltim dan Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak (PuSHPA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) mendiskusikan hak masyarakat adat di tengah geliat pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. 

Diskusi tersebut dikemas dalam seminar nasional yang dilaksanakan di Aula FH Unmul, Kamis (6/7/2023). Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah Kepala Adat Suku Balik di Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), Sibukdin. 

Sejak awal, Sibukdin menegaskan bahwa, masyarakat adat belum mendapat pengakuan hukum secara sah. Terutama soal hak-hak mereka. Oleh sebab itu, pihaknya belum bisa mendukung kehadiran IKN 100 persen. 

"Ngapain kami mengakui IKN kalau kami saja tidak diakui?" ujar Sibukdin di hadapan peserta seminar.

Sibukdin mengakui, dia bersama masyarakat adat lainnya cukup lelah untuk memperjuangkan martabat. Selama ini, masyarakat adat selalu ditemani AMAN Kaltim. Mengalah dan sabar selalu dilakukan masyarakat adat. 

"Di sekitar Kecamatan Sepaku itu kalau dihitung-hitung ada ribuan masyarakat adat yang terdampak. Termasuk pengaruh dari dampak lingkungannya," lanjut Sibukdin. 

Saat ini, pemerintah juga tengah membangun Bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sepaku. Bagi masyarakat setempat, Sungai Sepaku sangat penting, bahkan telah menjadi pusat ekonomi, sosial, dan budaya. 

"Ada sebagian warga yang tidak bisa menggunakan air sungai itu lagi. Dikirim sampai kapan kita enggak tahu yang diantar pakai tandon itu. Tapi yang jelas, dampak intake itu akan sangat mempengaruhi dan mengubah kebiasaan kami. Dulu kami biasa pakai kapal, perahu. Sekarang enggak bisa," sambungnya. 

Sibukdin mengakui, memang ada tawaran dari pemerintah untuk merelokasi tempat tinggal masyarakat adat. Namun, masyarakat adat tetap bersikeras tak ingin dipindah. Di Sepaku lah, jati diri mereka sebagai masyarakat adat.

"Kalau kami dipindahkan ini berarti bukan orang adat lagi, itu sudah diatur oleh pemerintah, hak yang aslinya kan enggak ada," tambah dia. 

Di satu sisi, Sibukdin menyadari bahwa pembangunan IKN memang tak bisa dibatalkan. Mengingat sejumlah gedung sedang dalam proses pembangunan. Namun dia meminta agar hak-hak masyarakat bisa diberikan. Ditegaskan Sibukdin, jika nantinya IKN banyak mendatangkan orang dari luar maka jangan sampai masyarakat adat diusir dan disingkirkan.

"Tanah yang tidak dikuasai oleh masyarakat itu silakan saja, tapi sah-sah saja. Tapi kalau tempat-tempat kami seperti tempat tanam itu diganggu, kan ya masalah," ucapnya. 

Sementara itu, Direktur Advokat Pengurus Besar (PB) AMAN, Muhammad Arman menjelaskan ada banyak PR terkait masyarakat adat yang tinggal di sekitar lokasi IKN. Dalam hal ini, harus ada upaya untuk memastikan hak masyarakat adat dan komunitas lokal terdampak agar bisa terpenuhi. 

"Di tengah kebijakan land freezing untuk perolehan atas tanah di IKN, menurut saya ini harus dipikirkan. Sebab biar bagaimanapun, posisi masyarakat adat itu mendahului negara," ujar Arman. 

Dia menegaskan, jangan sampai karena adanya pembangunan IKN justru mengeksekusi keberadaan masyarakat adat. Apalagi, filosofi IKN berangkat dari kata Nusantara. 

"Kalau itu tidak dilakukan, justru menjadi proyek genosida bagi keberadaan masyarakat adat. Itu perlu diperhatikan," bebernya. 

Lalu terkait dengan Draf Perancangan Peraturan Otorita IKN dengan tata cara pengakuan kearifan lokal untuk perlindungan lingkungan hidup, Arman menilainya sudah cukup bagus. Namun harus mengakomodasi hak masyarakat adat. 

"Sebab kita bicara tanah dan wilayah masyarakat adat, bagi mereka itu bukan sekadar sumber kehidupan. Tapi itu ruang hidup dan ada aspek historis, religius, dan sumber ekonomi. Jadi jangan sampai menggusur dan mematikan mata pencaharian masyarakat adat," tegasnya. 

Arman menilai, keterlibatan masyarakat dan pemerintah dalam IKN Nusantara ini seperti partisipasi semu. Memang benar ada pertemuan-pertemuan antara kedua belah pihak, tapi kesannya seperti seremonial saja. Sehingga keinginan dari masyarakat adat mestinya diakomodasi. 

"Yang dibutuhkan itu tindakan. Itu yang belum terakomodir sampai hari ini. Baik dari sisi kebijakan dan regulasi," tandas Arman.

[RWT]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Berita Lainnya