Daerah
Empat Hakim PN Tanjung Redeb Disanksi Mahkamah Agung, Satu Hakim Non Palu selama Setahun
Kaltimtoday.co, Berau — Berdasarkan informasi dari laman resmi Mahkamah Agung (MA) yang diterbitkan Badan Pengawas pada Juli 2024, empat hakim di lingkungan Pengadilan Negeri Tanjung Redeb dikenai sanksi disiplin.
Empat hakim tersebut dijatuhi sanksi dengan tingkat hukuman yang berbeda-beda. Hakim berinisial IWEK dan RHA menerima sanksi ringan berupa teguran tertulis, sementara RNMI mendapat sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis. Satu orang lainnya, MARN, dijatuhi sanksi berat berupa hukuman non palu selama satu tahun, serta tidak menerima tunjangan hakim.
Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Redeb, Jhon Paul Mangunsong, membenarkan adanya sanksi tersebut. Dia menyatakan bahwa, keempat hakim memang terbukti melakukan pelanggaran kode etik persidangan. Namun, terkait dugaan permintaan sejumlah uang, ia mengaku tidak mengetahui secara pasti.
"Jadi kalau untuk indikasi suap, saya tidak tahu pasti karena hasil pemeriksaan yang tahu itu cuma dari Banwas," katanya saat ditemui, Selasa (20/8/2024).
Hukuman yang dijatuhkan oleh MA kepada keempat hakim ini menunjukkan bahwa MA responsif terhadap keluhan dan laporan masyarakat, serta menindaklanjutinya dengan pemberian sanksi disiplin.
Jhon Paul Mangunsong mengakui bahwa dia tidak mengetahui secara rinci alasan MA memberikan hukuman yang berbeda-beda. Namun, menurutnya, hakim yang terbukti terlibat dalam kasus suap akan dikenai hukuman yang jauh lebih berat.
"Kenapa tiga lain hukuman berbeda, saya tidak paham. Tapi yang jelas Banwas punya kewenangan untuk menentukan siapa yang berat, siapa yang sedang, ringan, itu kewenangan banwas. Kalau terbukti suap saya kira mungkin lebih berat," tegasnya.
Menanggapi keputusan MA, Kuasa Hukum Pelapor, Syahrudin, menjelaskan bahwa sanksi tersebut bermula dari laporan kliennya mengenai dugaan permintaan sejumlah uang oleh oknum hakim di PN Tanjung Redeb sebagai imbalan untuk memenangkan kasus dalam proses persidangan.
Kasus ini pertama kali mencuat pada Agustus 2023 lalu, terkait sengketa lahan di Pulau Maratua. Saat itu, oknum hakim diduga meminta sejumlah uang hingga ratusan juta rupiah, dengan bukti berupa percakapan melalui ponsel dan transfer dana.
Akibat tindakan tersebut, pihaknya kemudian melaporkan kejadian itu dengan tuduhan pemerasan. Menurutnya, laporan tersebut diajukan untuk memperjuangkan keadilan bagi masyarakat, khususnya kliennya, serta untuk mengoreksi cara kerja lembaga peradilan.
"Hal tersebut kalau dibiarkan, kasihan masyarakat kecil yang tidak punya duit akan susah mendapatkan keadilan. Karena kalau kita tidak koreksi tindakan-tindakan oknum tersebut maka akan terjadi lagi efek-efeknya," paparnya.
Dengan adanya hukuman tersebut, dirinya berharap agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa depan. Pun bila hal tersebut benar-benar tidak bisa dihilangkan minimal bisa dikurangi. Jika hal itu masih terjadi maka masyarakat kecil tetap akan menjadi korban.
"Dengan adanya putusan tersebut sebenarnya secara pribadi saya tidak terlalu senang. Saya sedih dengan kejadian ini. Sedihnya kalau masyarakat kecil diperlakukan seperti klien saya pasti mereka akan susah mendapatkan keadilan," tandasnya.
[MGN | RWT]
Simak berita dan artikel Kaltim Today lainnya di Google News, dan ikuti terus berita terhangat kami via Whatsapp
Related Posts
- Disbudpar Berau Bakal Revisi Kalender Pariwisata Demi Tarik Minat Wisatawan Domestik hingga Mancanegara
- Disbun Minta Petani Kakao di Berau Tak Alih Fungsikan Lahannya ke Komoditas Lain
- Pekerja Perusahaan Sawit di Berau Ditemukan Meninggal Saat Pergi Memancing di Laut
- Bupati Berau Sri Juniarsih Janji Bakal Renovasi Gedung SDN 001 Tepian Buah
- Pemkab Berau Kembali Buka Beasiswa Khusus Siswa SD Kurang Mampu, Dialokasikan Anggaran Sebesar Rp 195 Miliar