Pendidikan

Imbas Kecurangan PPDB, Jumlah Anak Tidak Sekolah Diprediksi Naik di TA 2024/2025

Diah Putri — Kaltim Today 24 Juli 2024 10:37
Imbas Kecurangan PPDB, Jumlah Anak Tidak Sekolah Diprediksi Naik di TA 2024/2025
Ilustrasi Imbas Kecurangan PPDB 2024, Angka Anak Tidak Sekolah Meningkat. (Berita Satu)

Kaltimtoday.co - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 menjadi sorotan publik  lantaran terjadi kecurangan di beberapa daerah. Imbas dari kecurangan tersebut dapat berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah anak tidak sekolah di tahun ajaran 2024/2025. 

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkapkan bahwa terdapat sepuluh modus kecurangan yang terjadi di sistem PPDB 2024. Tentu saja, hal ini merugikan banyak siswa.

JPPI Kritik Sistem PPDB 2024

Dilansir Suara, Ubaid Matraji selaku Koordinator Nasional JPPI, menegaskan bahwa pendidikan adalah barang publik yang seharusnya menjadi hak dan bisa dinikmati oleh semua anak tanpa terkecuali.

Menurut JPPI, ketidakadilan dalam sistem PPDB telah menyebabkan perebutan bangku sekolah yang memicu berbagai kecurangan. Fenomena ini terjadi di berbagai daerah di Indonesia.

Dua Model Anak Tidak Sekolah Akibat Gagal PPDB

Berdasarkan data Pusdatin Kemendikbud, Ubaid memperkirakan adanya peningkatan jumlah anak tidak sekolah pada tahun ajaran 2024/2025. Ada dua model anak yang tidak sekolah akibat gagal PPDB:

1. Tidak lanjut ke jenjang lebih tinggi

Sebanyak 1.267.630 siswa lulusan Sekolah Dasar (SD) tidak mampu melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). 

2. Putus sekolah di tengah jalan 

Sebanyak 1.153.668 anak-anak yang melanjutkan ke jenjang lebih tinggi tetapi putus sekolah sebelum lulus atau drop out.

Penyebab Tingginya Angka Anak Tidak Sekolah

Terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan angka jumlah anak tidak sekolah meningkat, di antaranya:

1. Kecurangan PPDB yang Meluas

Jumlah kasus kecurangan dan sebaran lokasi pelanggaran PPDB yang meningkat menyebabkan semakin banyak korban, sehingga potensi putus sekolah semakin besar.

2. Diskualifikasi Tanpa Pendampingan

Tidak sedikit calon peserta didik yang didiskualifikasi saat proses PPDB tanpa ada pendampingan untuk mendapatkan sekolah. Mereka dibiarkan dan tidak dicarikan sekolah oleh pemerintah, sehingga nasibnya tidak jelas.

3. Keterbatasan Kuota untuk Penerima KIP

Tidak adanya jaminan sekolah dari pemerintah untuk anak-anak pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang gagal PPDB. Kuota yang minim tidak sebanding dengan jumlah penerima KIP, sehingga banyak penerima KIP tidak mendapatkan bangku di sekolah negeri. 

Jika mereka dipaksa masuk sekolah swasta, kemungkinan besar gagal bayar sejumlah tagihan dan akhirnya putus sekolah.

Harapan untuk Pemerintah

Ubaid berharap pemerintah lebih serius dalam memperhatikan dan menjamin pemenuhan hak pendidikan bagi semua anak Indonesia. 

"Kecurangan PPDB, anak putus sekolah akibat gagal PPDB, ini adalah kesalahan yang terus diulang tiap tahun. Ke depan saya berharap, fakta-fakta ini dilihat sebagai dasar bukti oleh pemerintah untuk membuat kebijakan dan juga sistem yang dapat melindungi hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan," jelasnya, dikutip Suara.

Pemerintah perlu segera mengambil langkah tegas untuk memperbaiki sistem PPDB agar lebih adil dan transparan. Hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dapat terwujud, dan Indonesia dapat memiliki generasi yang lebih cerdas dan berkualitas di masa depan.


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. 



Berita Lainnya