Politik
Jangan Dilakukan Saat Pemilu! Kenali Apa Itu Golput, Penyebab dan Dampaknya Terhadap Politik Indonesia
Kaltimtoday.co - Golongan Putih (Golput) merupakan suatu istilah yang kerap muncul menjelang pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Dari tahun ke tahun, golput selalu menjadi persoalan saat pemilu di Indonesia.
Golput sering kali dikaitkan dengan sikap acuh tak acuh, apatis, atau ketidak berminatan terhadap urusan politik, yang akhirnya menyebabkan tidak berpartisipasi dalam proses pemilihan dengan tidak memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Apa Itu Golput?
Golput adalah keputusan yang diambil oleh warga negara yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih untuk tidak mengambil bagian dalam pemilihan umum atau pemilihan lainnya. Dalam golput, mereka memilih untuk tidak menggunakan hak suara mereka dalam proses pemilu.
Data Terkait Golput Saat Pemilu di Indonesia
Angka golput pada Pemilu 2019 termasuk yang terendah dibandingkan pemilu sebelumnya di tahun 2004. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sekitar 34,75 juta orang atau sekitar 18,02 persen dari total pemilih terdaftar memilih untuk golput pada tahun 2019. Sebaliknya, pada Pemilu 2014, jumlah golput mencapai 58,61 juta orang atau sekitar 30,22 persen.
Menjelang Pemilu 2024, pemilih yang terdaftar didominasi oleh pemilih muda. Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan bahwa sebanyak 56,4 persen pemilih berasal dari kalangan muda, melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT). Namun, hasil survei Centre for Strategic and International (CSIS) menunjukkan bahwa 11,8 persen responden memilih untuk golput.
Penyebab Golput
Disadur dari laman resmi Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang memilih golput atau tidak ingin mencoblos antara lain :
1. Apatis Terhadap Politik
Kurangnya antusiasme masyarakat terhadap urusan politik, yang tercermin dalam sikap apatis, merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat golput. Masyarakat dengan karakteristik ini kehilangan minat terhadap masalah politik, bahkan tidak berupaya memahami konsep golput dan konsekuensi yang mungkin timbul jika memilih untuk golput dalam setiap pemilihan.
Ketidakpedulian dan ketidakpercayaan masyarakat tersebut muncul karena persepsi bahwa partisipasi dalam pemilihan tidak memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka. Selain itu, meningkatnya kasus korupsi yang melibatkan para pemimpin dan wakil rakyat juga turut memperkuat sikap apatis masyarakat terhadap para pejabat.
Memilih untuk golput sebenarnya tidak akan menjadi solusi untuk menangani masalah tersebut. Sebaliknya, dengan menggunakan hak pilih pada saat pemilihan umum, masyarakat dapat berperan aktif dalam memilih pemimpin yang memiliki integritas dan tegas dalam melawan korupsi. Hal ini akan membantu memastikan bahwa pemerintahan berjalan dengan bersih, adil, dan merata.
2. Tidak Tahu Secara Pasti Terkait Waktu Pelaksanaan Pemilu
Berita terkait pemilu yang disampaikan melalui media massa atau media sosial ternyata tidak membuat semua orang memiliki pengetahuan yang cukup tentang tanggal pasti penyelenggaraan pemilu. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan sebulan sebelum hari pencoblosan Pemilu 2019 menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak mengetahui secara pasti tanggal pemilu.
Dari 1.200 responden yang diwawancarai, sebanyak 29,5 persen menyatakan bahwa mereka tidak tahu bahwa pemilu akan diadakan pada bulan April. Sementara itu, sebanyak 24,2 persen responden yang dapat menjawab bulan pemilu tetapi tidak mampu menyebutkan tanggal pasti penyelenggaraan pemilu.
3. Tidak Terfasilitasi
Penyandang disabilitas memiliki hak yang setara dengan warga negara Indonesia lainnya untuk memberikan suara dalam pemilu. Sayangnya, keterbatasan yang mereka hadapi seringkali menjadi hambatan dalam proses pencoblosan. Beberapa kendala meliputi kurangnya bantuan untuk mencapai Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan ketidaktersediaan surat suara khusus bagi mereka yang memiliki disabilitas.
Meskipun pada tahun 2019 jumlah pemilih disabilitas mencapai 1,2 juta orang. Nyatanya di Yogyakarta, banyak penyandang disabilitas mengalami kesulitan mencoblos karena kendala mobilitas. Selain itu, sejumlah TPS juga tidak ramah terhadap disabilitas karena terdapat rintangan seperti anak tangga yang sulit dilewati oleh pengguna kursi roda.
4. Adanya Mindset Bahwa Satu Suara Tidak Terlalu Berpengaruh
Pemikiran seperti "Kan cuma satu suara, jadi seharusnya tidak berpengaruh?" seringkali menjadi pemicu tingginya tingkat golput. Padahal satu suara itu sangatlah berarti, suara tersebut memiliki potensi untuk menjadi penentu kemenangan bagi pihak tertentu dan dapat berkontribusi pada perubahan yang positif bagi negara ini.
Dampak Negatif Golput Terhadap Kondisi Politik Indonesia
Dilansir dari laman resmi Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, tingginya tingkat golput dalam suatu negara dapat memberikan berbagai dampak negatif, antara lain:
1. Program Kerja Terganggu
Pemilihan pemimpin berintegritas seharusnya mempertimbangkan program kerja sebagai salah satu aspek utama. Program kerja yang baik tidak hanya mengedepankan kemajuan negara dari segi infrastruktur dan ekonomi, melainkan juga mencakup nilai-nilai integritas dan anti-korupsi.
Meskipun suatu program kerja memiliki kualitas yang sangat baik, keberhasilannya akan terhambat jika terjadi tingginya tingkat golput. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat golput mencerminkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan dan terhadap pemimpin yang terpilih.
2. Implementasi Demokrasi dalam Negara Menjadi Terganggu
Negara demokrasi mengimplikasikan partisipasi seluruh warganya dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Meski demikian, tingkat golput yang tinggi mengindikasikan bahwa masyarakat tidak lagi merasakan eksistensi demokrasi, melainkan cenderung apatis terhadap calon yang diusung.
3. Memberi Kesempatan bagi Partai Penguasa untuk Menang
Kesempatan telah diberikan kepada masyarakat untuk memilih partai politik dan calon pemimpin yang memiliki visi misi dan program kerja terbaik. Namun, jika peluang ini diabaikan, dan terdapat partai politik yang terus menggalang dukungan dari masyarakat, maka partai tersebut berpotensi meraih kemenangan.
Faktor jumlah suara yang tinggi menjadi penentu utama, meskipun kualitas partai tersebut mungkin tidak sebanding dengan dukungan yang diterimanya.
Untuk menciptakan perbaikan dalam negara, dukungan dari masyarakat sangat penting. Mari kita memahami lebih mendalam mengenai apa itu golput dan berupaya untuk menghindarinya, sehingga kita dapat berperan aktif dalam membawa perubahan positif bagi negara.
Salah satu caranya adalah dengan mengenali para peserta pemilu dan memilih calon pemimpin yang memiliki integritas.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Dukung Program Kesehatan Nasional, Ini 5 Kontribusi PAFI dalam Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat Kabupaten Buru
- Tim Hukum Isran-Hadi Kritik Pelaksanaan Debat Kedua Pilgub Kaltim
- Kaltim Masuk 3 Besar! Inilah 10 Provinsi dengan Rata-Rata Pendapatan Freelance Tertinggi Tahun 2024
- Tema Debat Kedua Pilgub Kaltim 2024: Tata Kelola Pemerintahan dan Pemberdayaan Masyarakat
- Miris! Kaltim Peringkat 2 dari 38 Provinsi dengan Angka Depresi Tertinggi Se-Indonesia