Daerah

JPU Masih Tunggu Instruksi Banding, Vonis Kasus Telemow Dinilai Sudah Penuhi Unsur Pidana

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 10 Juni 2025 19:31
JPU Masih Tunggu Instruksi Banding, Vonis Kasus Telemow Dinilai Sudah Penuhi Unsur Pidana
Kasi Pidum Kejari PPU, Ricky Rangkuti (tengah), dua JPU yang menangani perkara ini, Imam Cahyono (kanan) dan Rizal Irvan Amin (kiri). (Fauzan/Kaltimtoday)

Kaltimtoday.co, Penajam - Di balik vonis perkara Telemow yang memantik sorotan warga, Kejaksaan Negeri Penajam Paser Utara (Kejari PPU) akhirnya buka suara. Vonis dua perkara yang menyedot perhatian publik Desa Telemow itu dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri PPU pada Kamis, (5/6/2025) lalu. 

Perkara pertama tercatat dengan nomor 52/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pengancaman, sementara perkara kedua, yang lebih menyita perhatian karena menyentuh akar konflik agraria, bernomor 53/Pid.B/2025/PN Pnj tentang pelanggaran terhadap tanah, tanaman, dan pekarangan.

Majelis Hakim memutus bersalah para terdakwa dan menjatuhkan pidana penjara, kendati tak sepenuhnya sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di tengah kegaduhan publik, tim JPU menegaskan bahwa mereka masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan mengajukan banding.

Ditemui di kantor Kejari PPU pada Selasa (10/6/2025), Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum), Ricky Rangkuti menjelaskan bahwa, pihaknya masih menunggu keputusan dari pimpinan. Ia juga didampingi dua JPU yang menangani perkara ini, Imam Cahyono dan Rizal Irvan Amin.

“Pada intinya, kalau untuk terkait putusan itu, semua kan sudah merupakan pertimbangan dari hakim. Majelis hakim kalau memberikan putusan, pertimbangannya banyak juga mengambil pertimbangan dari JPU. Perbedaannya hanya di masalah straffmaat,” ujar Ricky.

Straffmaat atau ukuran hukuman menjadi titik perbedaan antara tuntutan jaksa dan putusan hakim. Namun secara substansi, Ricky menyatakan bahwa JPU menghormati pertimbangan majelis. Meski demikian, langkah hukum selanjutnya masih menunggu keputusan dari Kejati maupun Kejaksaan Agung.

“Untuk itu, kami juga dari JPU memberikan sikap untuk menerima atau tidak banding, tetapi kami masih konsultasikan ke pimpinan, termasuk Kejati dan Kejagung. Bagaimanapun ini kan perkara yang diberi atensi, jadi harus diberitahukan ke tingkat yang lebih atas,” lanjutnya.

Ia menyebut bahwa waktu tujuh hari yang diberikan untuk menentukan sikap masih berjalan. Bahkan terdakwa dan penasihat hukumnya pun belum memberikan keputusan final.

“Kemarin terdakwa masih pikir-pikir, ada beberapa terdakwa yang menyatakan pikir-pikir, dan itu belum memberikan juga keputusan dari PH-nya. Cuma, dari terdakwanya sendiri secara individu, sebenarnya mereka semua menerima. Cuma PH-nya memberikan gambaran seakan-akan belum menerima,” katanya.

Ricky menyebut pihaknya akan menyesuaikan sikap dengan respons dari terdakwa. Jika para terdakwa memutuskan untuk mengajukan banding, maka jaksa pun akan menempuh langkah serupa. 

“Kalau mereka banding, kita pun juga banding. Kalau mereka terima, kita juga terima. Sementara seperti itu, kami pun masih menunggu dari Kejati maupun Kejagung. Mungkin hari ini kami dapatkan informasi dari pimpinan, masih dalam proses,” katanya.

Salah satu isu paling krusial dalam perkara nomor 53 adalah klaim bahwa putusan tersebut dapat membuka jalan bagi penggusuran warga Telemow oleh PT ITCI. Tim penasihat hukum terdakwa menyatakan bahwa “Telemow akan semakin mencekam” bila putusan ini dibiarkan. Kepada Kaltimtoday.co, JPU menanggapi dengan menegaskan batas tanggung jawab mereka sebagai penuntut.

“Kita melihat dari sisi pidana. Di Pasal 385 itu dari segi unsur, itu sudah memenuhi unsur. Makanya kan kami di persidangan juga bisa membuktikan bahwa memang kepemilikan dan perjalanan perusahaan dari histori dan sejarahnya menjadi sekarang ini bisa kita buktikan,” tegas Ricky.

Ia menambahkan bahwa seluruh dakwaan dibangun berdasarkan pembuktian yang kuat dalam ruang persidangan. “Sehingga, pertimbangan-pertimbangan yang kita sampaikan pun sudah cukup sesuai dengan unsur-unsur yang kami ungkapkan dalam dakwaan,” ujarnya.

Ricky mengaku tak ingin terlibat dalam polemik di luar ranah pidana. Menurutnya, kuasa hukum terdakwa terlalu banyak menyeret isu ke wilayah hukum perdata dan tata usaha negara, yang justru melemahkan fokus pembelaan terhadap dakwaan pidana.

“Nah, kalau untuk yang lain-lain, sudah ada contohnya kan. Kemarin di persidangan banyak membicarakan keperdataan, padahal kan unsur pidana yang kita lebih fokuskan,” ucap Ricky.

 “Mohon maaf ya, mereka dari teman-teman PH banyak membuka unsur PTUN lah, perdata lah, dan membuktikan di sana. Jadinya kan rancu. Yang mau dibuktikan apa sih” tambahnya.

Polemik juga muncul terkait bukti kepemilikan lahan oleh PT ITCI, termasuk sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang diklaim tidak terbukti bentuk fisiknya. Namun Ricky menepis tudingan tersebut.

“Kalau itu kan sudah masalah teknis di persidangan, ya. Kemarin kan sudah kita buktikan. Kalau kita mau bicarakan lagi kan panjang. Nanti lah lihat saja dalam putusan hakim di dalam SIPP. Bisa ditelaah di situ saja,” katanya.

Ia menyatakan bahwa pembuktian dilakukan dengan menghadirkan dua alat bukti sebagaimana disyaratkan oleh hukum acara pidana, termasuk saksi dari Badan Pertanahan Nasional Provinsi Kalimantan Timur.

“Pada intinya, kami bisa membuktikan bahwa semua kepemilikan, mau HGB atau sertifikat apapun, itu yang dimunculkan memang itu. Mereka sudah memiliki sejak dulu, lebih dulu lah,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa setiap tuntutan pidana terhadap terdakwa tidak bisa sembarangan dilakukan tanpa dasar yang kuat.

“Kita pun dalam menuntut terdakwa ini kan tidak bisa semena-mena. Artinya, kalau kita sudah menuntut ke majelis hakim bahwa yang bersangkutan bersalah, yah sudah ada dua alat bukti minimal untuk kemudian menjustice bahwa terdakwa ini bersalah,” ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa putusan hakim bukan sekadar pendapat personal, melainkan produk hukum yang disusun berdasarkan fakta persidangan dan analisa yuridis.

“Jadi kan ada dasarnya. Terkait apa sih, terkait hal itu, sudah muncul di dalam putusan hakim dan juga di tuntutan kami. Itu juga dasarnya dari fakta persidangan. Ada juga waktu itu saksi dari BPN Provinsi Kaltim. Itu semua sudah kami munculkan semua di persidangan. Sudah cukup untuk bisa dibuktikan. Seperti itu,” tutup Ricky.

Sebelumnya, dalam pemberitaan yang beredar, tim penasihat hukum terdakwa menyebut putusan dalam perkara ini “sarat kejanggalan” dan menilai bahwa hal itu berpotensi berdampak pada keberlangsungan hak-hak atas tanah warga Telemow.

Sementara itu, pihak JPU menyatakan bahwa dakwaan disusun berdasarkan pemenuhan unsur pidana, dan jalannya persidangan telah memunculkan alat bukti yang dinilai sah menurut hukum.

Hingga kini, baik pihak terdakwa maupun kejaksaan masih mempertimbangkan langkah hukum lanjutan. Sikap resmi masing-masing pihak terkait kemungkinan banding diperkirakan akan muncul dalam beberapa hari ke depan, sesuai batas waktu yang ditentukan undang-undang.

[RWT] 



Berita Lainnya