Nasional
Kasus Mardani H. Maming: Pakar Hukum Desak Peninjauan Kembali Demi Keadilan
JAKARTA, Kaltimtoday.co - Sistem hukum di Indonesia kembali mendapat sorotan, kali ini terkait kasus Mardani H. Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang dinilai sebagai korban ketidakadilan peradilan. Sejumlah pakar hukum dari berbagai universitas ternama, seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Padjadjaran, menyuarakan keprihatinan atas putusan hukum yang dianggap tidak tepat terhadap Mardani.
Pakar Hukum Soroti Ketidakadilan
Beberapa pakar hukum terkemuka, termasuk Prof. Dr. Topo Santoso, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, menyebut putusan tersebut mengandung kekeliruan serius. Menurutnya, unsur penerimaan hadiah yang menjadi dasar dakwaan tidak terpenuhi karena transaksi tersebut merupakan hubungan perdata yang sah.
Prof. Dr. Yos Johan Utama, Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Diponegoro, juga mengkritik putusan pengadilan. Ia menilai bahwa pengadilan tindak pidana korupsi tidak berwenang menilai keabsahan keputusan administratif yang pernah dikeluarkan Mardani sebagai Bupati.
Senada, Prof. Dr. Romli Atmasasmita dari Universitas Padjadjaran menyebutkan adanya delapan kekeliruan serius dalam putusan tersebut, termasuk tuntutan dan putusan yang dianggap tidak berdasarkan fakta hukum yang kuat. Para pakar ini meminta agar Mahkamah Agung melakukan peninjauan kembali untuk membatalkan putusan yang dinilai tidak adil terhadap Mardani.
Todung Mulya Lubis: Kasus Ini Ancaman bagi Hukum Indonesia
Tokoh pro-demokrasi dan HAM, Todung Mulya Lubis, menduga adanya komersialisasi dalam penanganan kasus ini. Ia menilai kasus tersebut lebih menyerupai sengketa bisnis ketimbang tindak pidana korupsi. Menurut Todung, pembagian dividen dan pengalihan IUP yang dituduhkan kepada Mardani bukanlah pelanggaran hukum, sehingga ia merasa Mardani menjadi korban dari peradilan yang tidak adil.
“Saya melihat dalam kasus ini, hakim seperti terperangkap oleh kepentingan tertentu,” ujar Todung, menyoroti kekhawatirannya akan potensi peradilan yang berat sebelah. Ia menegaskan bahwa kasus ini dapat berpengaruh besar pada persepsi internasional terhadap kepastian hukum di Indonesia. Ketidakpastian hukum, menurutnya, dapat menghambat investor asing dan mencoreng citra Indonesia sebagai negara hukum.
Hamdan Zoelva: Imparsialitas Hakim Dipertanyakan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, turut menyuarakan pendapatnya mengenai putusan ini. Ia melihat adanya pelanggaran prinsip imparsialitas dalam proses hukum, termasuk penggunaan keterangan satu saksi tanpa mengindahkan asas unus testis nullus testis. Hamdan menilai bahwa dalam negara hukum, imparsialitas hakim adalah keharusan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Hamdan juga menekankan pentingnya independensi kekuasaan kehakiman, agar kejanggalan dalam kasus ini dapat ditinjau dengan jernih dan objektif tanpa intervensi pihak mana pun. “Keadilan harus ditegakkan dengan sebenar-benarnya demi kepentingan para pencari keadilan,” tuturnya.
Prof. Todung Mulya Lubis menambahkan bahwa kasus ini mendapat sorotan besar, baik dari dalam maupun luar negeri. Menurutnya, Presiden perlu mengambil langkah progresif untuk mengembalikan citra hukum Indonesia dan memastikan iklim investasi yang kondusif. “Jika kasus ini tidak dibenahi, impian Presiden menumbuhkan ekonomi hingga 8 persen hanya akan menjadi mimpi semu,” pungkas Todung.
[TOS | AD]
Related Posts
- Hari Anti Korupsi 2024: Komite HAM Dalam 30 Hari Soroti Politik Dinasti dan Tingginya KorupsiĀ
- DPR Sahkan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Periode 2024-2029
- Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Tersandung Kasus Korupsi, KPK Tetapkan Tiga Tersangka, Begini Kronologi Kasusnya
- Putusan PK Mardani Maming Dikritik, Mantan Ketua MK dan Pakar Hukum Desak Pembatalan
- Pakar Hukum Sepakat Putusan PK Mardani Maming Keliru, Hotman Paris Desak Tindakan Presiden Prabowo