Advertorial

Koperasi Merah Putih Didorong Jadi Penangkal Jeratan Rentenir di Desa

Muhammad Razil Fauzan — Kaltim Today 02 Juni 2025 14:08
Koperasi Merah Putih Didorong Jadi Penangkal Jeratan Rentenir di Desa
Suasana rapat koordinasi program Koperasi Merah Putih. (Istimewa)

Kaltimtoday.co, Penajam - Di tengah upaya pemerintah mempercepat pembentukan Koperasi Merah Putih sebagai wujud nyata ekonomi kerakyatan, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan (KUKM Perindag) Penajam Paser Utara (PPU), Margono Hadi Sutanto, menekankan pentingnya membangun koperasi yang bukan hanya sekadar memenuhi target administratif, tetapi benar-benar menjawab kebutuhan nyata masyarakat desa.

"Perbedaan Koperasi Merah Putih ini, yang pertama adalah dari sisi nama. Yang kedua, harapannya koperasi ini menjadi solusi masyarakat desa," ujar Margono.

Menurutnya, Koperasi Merah Putih harus tampil sebagai wajah baru koperasi di Indonesia—lebih adaptif, tangguh, dan berpihak kepada kelompok usaha kecil yang selama ini terseok dalam lingkaran keterbatasan modal, akses pasar, dan permainan harga. 

Di banyak desa, praktik ekonomi tradisional masih sangat bergantung pada relasi informal yang sering kali merugikan pelaku usaha kecil, terutama petani.

"Walaupun kita tahu koperasi itu bersifat sukarela dan terbuka, tetapi namanya koperasi adalah kesadaran bersama untuk melindungi kepentingan bersama," katanya.

Margono mencontohkan kondisi klasik yang masih dialami petani di berbagai wilayah. Ketika musim tanam tiba, banyak petani yang tidak memiliki cukup modal untuk menggarap lahannya. Di saat yang sama, lembaga keuangan formal belum sepenuhnya menjangkau mereka dengan skema kredit yang ramah.

"Contohnya, petani kita kadang masih terjerat rentenir. Maksudnya, rentenir itu kasih modal tanam, begitu panen, dia harus menjual ke rentenir itu," ujarnya.

Model ini, menurut Margono, menciptakan ketergantungan yang berkepanjangan dan mematikan posisi tawar petani dalam menentukan harga hasil panennya. Bahkan ketika harga komoditas sedang tinggi di pasar, petani tidak bisa menikmati nilai lebih dari kerja kerasnya karena sistem yang mengekang sejak awal.

"Akhirnya petani tidak memiliki nilai tawar untuk menentukan harga. Diharapkan koperasi inilah yang menjadi pemain utama," tegasnya.

[RWT | ADV DISKOMINFO PPU] 



Berita Lainnya