Daerah

Koperasi Merah Putih Lempake Masih Terseok Meski Dijanjikan Plafon Rp3 Miliar

Kaltim Today
02 Agustus 2025 18:32
Koperasi Merah Putih Lempake Masih Terseok Meski Dijanjikan Plafon Rp3 Miliar
Koperasi Merah Putih Lempake, Gedung Aula Jalan Magelang RT 19 Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. (Nindi/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Program Koperasi Merah Putih (KMP) yang digadang-gadang sebagai solusi ekonomi kerakyatan nyatanya belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh Koperasi Merah Putih Lempake, Samarinda Utara. Meskipun diiringi dengan janji plafon pinjaman hingga Rp3 miliar melalui kebijakan baru dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025, koperasi percontohan ini justru masih bergelut dengan keterbatasan modal dan kejelasan teknis.

Sekretaris KMP Lempake, Muhammad Habibi, menegaskan bahwa informasi mengenai plafon Rp3 miliar kerap disalahpahami sebagai bentuk bantuan hibah.

“Dari awal yang disampaikan plafon Rp3 miliar, tapi jangan salah paham. Itu bukan hibah, itu pinjaman. Ada bunganya, ada kewajiban bayar. Jadi bukan uang gratis,” tegas Habibi saat ditemui di kantor KMP baru-baru ini.

Menurut Habibi, hingga saat ini belum ada kejelasan terkait petunjuk teknis (juknis) untuk pengajuan pinjaman tersebut. Prosedur yang masih mengacu pada skema lama seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) turut memperberat langkah koperasi.

“Sekarang kalau kami mau pinjam, tetap pakai sistem reguler. Ditanya soal agunan, ya bingung. Apa yang mau diagunkan? Kalau tiba-tiba ketua berhenti, siapa yang tanggung jawab? Ini masalah serius,” katanya.

Ketidakpastian ini semakin dirasakan karena koperasi kelurahan seperti KMP Lempake tidak memiliki alternatif pendanaan sebagaimana koperasi desa yang bisa mengakses Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), atau BUMDes.

“Kalau koperasi desa bisa pakai DD atau ADD sebagai penyangga. Tapi koperasi kelurahan seperti kami, uangnya dari mana? Tidak ada sumber lain. Ini yang membuat beban kami jauh lebih berat,” ungkap Habibi.

Kondisi tersebut membuat pengurus cemas. Ia mengingatkan bahwa jika sistem tidak dibenahi, risiko gagal bayar bisa berdampak luas. 

“Kalau nanti gagal bayar, dampaknya bukan hanya ke koperasi, tapi juga ke masyarakat yang sudah percaya. Ini bukan soal uang saja, tapi soal nama baik daerah,” ujarnya.

Hingga saat ini, KMP Lempake masih menunggu kepastian dari pemerintah pusat, khususnya terkait juknis yang dijanjikan akan keluar sebelum 28 Oktober 2025. Sambil menunggu, koperasi tetap bertahan dengan semangat gotong royong dan dukungan terbatas.

“Program ini bagus, niatnya mulia. Tapi tanpa kejelasan, koperasi bisa jadi sekadar simbol, bukan solusi,” ujar Habibi.

Meski terseok-seok, KMP Lempake tetap mendapat atensi dari Pemkot Samarinda hingga Pemprov Kaltim. Namun, bantuan yang datang dinilai belum cukup menjawab kebutuhan riil di lapangan. Salah satu contoh bantuan yang pernah diterima adalah suplai beras dari Bulog, yang hanya terjadi satu kali.

“Stok pertama habis, setelah itu tidak ada lagi. Padahal masyarakat sudah menunggu. Kalau begini terus, lama-lama kepercayaan warga bisa turun,” imbuh Habibi.

Sementara itu, salah seorang warga Mugirejo, Muhammadin, yang berkunjung ke KMP, mengaku tetap mendukung keberadaan koperasi tersebut.

“Seperti beras, memang membantu. Walaupun cuma dapat sekitar 10 kilo, tapi harganya jauh lebih murah. Meski agak keras, tetap banyak yang cari. Saya tetap dukung,” tutup Muhammadin.

[NKH | RWT]



Berita Lainnya