Bontang
Lapak Baca Bontang, Membangun Semangat Literasi dari Sudut-sudut Kota
Bagi komunitas Lapak Baca Bontang, aksesibilitas terhadap bacaan berkualitas merupakan kunci untuk menyebarkan semangat literasi di kota berjuluk Taman ini. Memang bukan perkara mudah gemar membaca, namun kecintaan akan bacaan membuat mereka rela ‘’mengangkut’’ perpustakaan ke setiap sudut kota ini.
Kaltimtoday.co, Bontang - Yusworo Yestu ingat betul ketika kali pertama bertemu rekannya Nuranissa Assis, di sebuah kedai kopi bilangan Bhayangkara, Bontang, akhir 2017 silam. Dengan amat yakin ia menghampiri Rani, yang kala itu masih orang asing tak dikenalnya. Keyakinan menghampiri perempuan berhijab itu dan mengajaknya bicara cuma satu: karena Rani membaca buku.
Pemandangan di kedai malam itu memang cukup kontras. Pengunjung lain berbincang sembari merokok dan menyesap kopi, sementara Ria seorang diri membaca di tengah keramaian itu.
"Jarang kan kita nemu orang di Bontang seperti itu (membaca sendirian). Yaudah, saya coba datangi saja,’’ beber Yestu, ketika mengenang kembali momen perjumpaan dengan rekannya itu.
Siapa sangka, perjumpaan tak sengaja bersama orang asing di kedai kopi bakal jadi jalan pembuka lahirnya komunitas baca di Bontang. Yang belakangan dikenal dengan nama Lapak Baca Bontang.
Lepas perjumpaan itu, Yestu mulai intens berkomunikasi dengan Rani. Percakapan mereka sederhana saja, hanya berkutat soal buku. Mulai buku apa sedang dibaca, bagaimana plotnya, apakah buku tersebut menarik, apakah layak direkomendasikan, buku apa yang lagi trend, dan lain-lain. Yestu tak mendaku dirinya sebagai pecinta buku ‘’yang sebegitunya’’ alias pembaca gila. Ia hanya menilai dirinya sebagai seorang yang kebetulan mau berusaha untuk lebih banyak membaca buku. Hal-hal terkait buku inilah yang membuat ia dan Rani dengan mudah klop.
‘’Perbincangan tentang buku kan selalu mengalir. Seperti tidak ada habisnya. Makanya kami banyak ngobrol,’’ beber pria yang juga aktif di teater ini.
Dari banyak perbincangan soal buku, Yestu dan Rani punya satu keyakinan, untuk membangun budaya baca, harus dimulai dengan kemudahan aksesibilitas bacaan. Itu yang menurutnya sangat kurang di Bontang. Di kota berjuluk taman ini, selain karena perpustakaan atau taman baca minim, toko buku yang menawarkan bacaan dengan beragam gendre pun nyaris tak ada.
’Gimana orang mau membaca kalau bahan bacaannya (buku) tidak ada. Mestinya orang-orang dibiasakan dekat dengan buku untuk menarik minat mereka,’’ tegasnya.
Kondisi ini membangkitkan kegelisahan. Yestu, Rani, dan ditambah satu kawan yang bergabung dalam lingkar kecil ini, Syarif Rifky, berpikir ada baiknya jika coba mendekatkan bacaan ke publik.
Di awal, sebenarnya ada sedikit keraguan menghampiri. Keraguan itu bukan karena mereka takut buku tidak menarik. Namun takut buku bakal rusak bila dipegang banyak orang. Seperti diketahui, buku mesti diperlakukan khusus supaya tidak rusak dan awet.
Namun menimbang plus minusnya, dan coba menyiasati dengan menyampul semua buku agar tak mudah rusak, akhir 2018 mereka bulatkan niat buat ‘’melapak’’ buku. Walau namanya melapak, tapi mereka tak menjual buku. Tapi sekadar menampilkan sejumlah koleksi buku di sudut kedai, membiarkan pengunjung memabca buku di tempat atau malayani pertanyaan terkait perbukuan. Lokasi mereka melapak masih di kedai kopi tempat Rani dan Yestu pertama berjumpa.
Ketika kali pertama melapak buku, ketiganya belum minat meminjamkan buku. Tapi hanya boleh baca di tempat. Alasannya sederhana karena masih takut buku bakal rusak, atau buruknya, hilang dan tak kembali.
‘’Waktu pertama buka, uda lumayan bikin penasaran (pengunjung kedai). Beberapa bahkan mau pinjam buat dibawa pulang, cuma kami masih mikir-mikir,’’ urai Yestu.
2 kali melapak di dua kedai berbeda, belum ada nama pada lingkar baca ini. Baru ketika melapak di Anjungan Bontang Kuala permulaan 2019 silam, baru nama Lapak Baca Bontang digunakan. Nama itu dicetuskan karena setiap kali berencana hadir di ruang-ruang publik, mereka suka berseloroh ‘’ayok kita melapak’’.
’Sederhana itu saja. Kami suka bilang ngelapak, lapak, yaudah pakai Lapak Baca saja,’’ ujar pria yang tengah menggandrungi tipografi ini.
Banyak pertemuan yang hadir ketika melapak di ruang-ruang publik. Banyak perbincangan terjadi. Banyak ide mengemuka. Dan yang cukup membuat hati mengembang, ketika melihat antusiasme publik terhadap bacaan yang dihadirkan Lapak Baca rupanya cukup tinggi. Ini terlihat ketika mereka melapak di Anjungan Bontang Kuala awal 2019.
Banyak anak-anak yang mengerubungi Lapak Baca Bontang.
'Om-om, kenapa tidak ada komik,’’
’Om, kenapa tidak ada buku anak-anak,’’ kata Yestu, mengulangi pertanyaan bocah yang mengerubungi mereka kala itu.
‘’Kami mikir, betul juga yah, kok bacaan anak-anak kuren banget,’’ ungkapnya.
Kehadiran mereka di ruang publik semakin menguatkan keadaran bahwa publik sebenarnya mau saja membaca asal bacaannya ada. Terlebih nutuk anak-anak. Maka, temuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizatoin (UNESCO) di tahun 2016 yang menempatkan minat baca masyarakat Indoneisa berada di peringkat 60 dari 61 negara di dunia masih bisa diperdebatkan. Aksesibilitas terhadap bacaan menurut mereka, jadi kunci untuk menyebarkan kegemaran membaca.
Ketiganya mulai menimbang kemungkinan meminjamkan buku pada orang lain di luar lingkar mereka. Ketiganya ingin agar ilmu, gagasaa yang ada di buku itu tak berhenti, terus menyebar. Ketika mempertimbangkan ini, tentu masih ada ketakutan. Takut buku hilang dan rusak.
‘’Tapi mikirnya begitu. (Buku) bacaan ini bukan kami saja yang menikmati. Harus bisa menjangkau lebih banyak orang,’’ yakinnya.
Memasuki 2020, Pandemi Covid-19 merebak. Aktivitas luar ruangan dilabasi. Kumpul-kumpul dilarang. Akibat regulasi ini, praktis kegiatan Lapak Baca Bontang yang biasa hadir di ruang publik jadi lumpuh total.
Padahal awal 2020 Lapak Baca Bontang rencana membuka lapak namun dengan lebih terkonsep. Tapi rencana itu diurungkan. Mereka tak bisa memaksa lantaran kendisi tak memungkinkan.
Masa-masa pembatasan itu kemudian mereka manfaatkan untuk merapikan internal. Struktur kepengurusan dibentuk. Herman ditunjuk sebagai ketua. Yestu sebagai pembina.
Mereka juga mulas membuka donasi. Baik berupa uang tunai atau buku bacaan. Dari donasi yang terkumpul, sebagain besar dignaban untuk membeli buku bacaan anak. Ini lantaran koleksi mereka untuk bacaan anak kurang. Kemudian menambah buku gendre lain yang kurang. Sisanya dialokasikan untuk ngelapak dengan konsep lebih matang. Bukan melapak saja, seperti yang selama ini mereka lakukan. Rencananya ini dilakukan awal 2021.
Namun kembali, rencana itu buyar. Pemerintah justru makin membatasi aktivitas warga dengan PPKM berjilid-jilid.
‘’Batal lagi rencananya. Padahal waktu itu sudah kami matangkan konsep ngelapaknya. Beda dari yang sebelumnya,’’ ungkap Yestu.
Kondisi sulit tak membuat semangat komunitas ini meredup. Mereka putar otak agar Lapak Baca tetap eksis. Karena dilarang tatap muka, Lapak Baca memperkuat peminjaman melalui internet. Mulanya peminjaman hanya dilakukan begitu saja. Karena kenal, buku dipinjamkan. Selama pandemi, mereka mengembangkan peminjaman melalui Google Form.
Jadi, calon peminjam buku melihat koleksi lapak baca di katalog yang sudah disediakan di Google Form. Seelah melihat nama buku, si calon peminjam kemudian mengisi formulir, juga di Google Form. Data itu tidak muluk. Hanya nama, alamat, nomor ponsel, alamat surat elektronik, dan nama akun media sosial.
"Dalam sebulan paling bank 15 buku dipinjam, paling dikit 5,’’ katanya.
Hingga kini, total ada 451 buku yang ada di katalog Lapak Baca Bontang. Novel masih mendominasi buku koleksi mereka. Bacaan anak sudah mulai banyak. Ini berkat donasi banyak orang baik.
‘’Sudah lumayan bervariasi lah ketimbang dulu. Jadi teman-teman yang mau pinjam bisa lebih banian pilihan,’’ ujar Yestu, ada nada sumringah dalam suaranya.
Melawan Keterbatasan
Sejak awal didirikan, harapan Lapak Baca Bontang sebenarnya tak muluk-muluk. Mereka hanya mencoba mendekatkan buku pada publik, dan berharap dari perjumpaan itu bakal menghadirkan bibit penasaran terhadap buku.
Mereka sadar betul, menyebarkan semangat literasi ke publik bukan tugas mudah. Dan itu juga tak bisa dalam waktu singkat dan hanya dilakukan oleh segelintir pihak. Gerakan ini butuh kolaborasi banyak pihak.
Lapak Baca sendiri punya persoalannya. Sebagai komunitas yang berbasis kesukarelaan, maka gerakan mereka pun kerap kembang kempis.
Ketika strukturan mulai dibentuk 2020 lalu dan berencana melapak dengan konsep tertata, semangat mereka membuncah. Semangat itu masih bertahan setidaknya hingga awal 2022. Setelahnya, semangat sukarelawan Lapak Baca sedikit mengendur. Ini karena mereka makin sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
‘’Teman-teman kan latar belakangnya berbeda. Kesibukannya juga beda. Makanya kita maklum dengan kondisi ini,’’ kata Yestu.
Meski dengan segala keterbatasannya, Yestu berharap Lapak Baca bernafas panjang. Menghiasi upaya membumikan literasi di Bontang. Walau dengan gerakan-gerakan kecil. ‘’Mengangkut’’ buku-buku dari satu tempat ke tempat lain. Berjumpa dengan orang-orang. Berbincang. Melahirkan gagasan mengagumkan.
‘’Kami begini saja dulu, tidak apa-apa. Yang penting terus membaca, terus bergerak walaupun pelan. Tidak masalah,’’ tandasnya.
[YMD]
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kaltimtoday.co. Mari bergabung di Grup Telegram "Kaltimtoday.co News Update", caranya klik link https://t.me/kaltimtodaydotco, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Related Posts
- Roadshow di Bontang, Rudy Mas'ud Janjikan Pendidikan Gratis hingga S3 melalui Program “Gratispol”
- Komitmen Najirah-Aswar di Pilkada: Permudah Investasi dan Berantas Praktik "Upeti"
- Sitti Yara Usul Car Free Day Rutin di Simpang Ramayana, Sebut Bisa Dukung Olahraga dan UMKM
- Janji dalam 5 Tahun Buka 10 Ribu Lapangan Kerja Baru di Bontang, Sutomo Jabir: Itu Target Sangat Realistis
- Sapa Warga di Belimbing, Nasrullah Janji Selalu Buka Pintu Rujab, hingga Komitmen Cetak Ribuan Lapangan Kerja Baru