Daerah

Majelis Kesehatan PP Aisyiyah dan YAICI Soroti Kasus Stunting di Kaltim, Serukan Bahayanya Kental Manis untuk Balita

Yasmin Medina Anggia Putri — Kaltim Today 06 Oktober 2023 18:55
Majelis Kesehatan PP Aisyiyah dan YAICI Soroti Kasus Stunting di Kaltim, Serukan Bahayanya Kental Manis untuk Balita
Suasana sosialisasi dan edukasi dari YAICI dan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah soal stunting dan bahas bahayanya kental manis. (Yasmin/Kaltimtoday.co)

Kaltimtoday.co, Samarinda - Majelis Kesehatan PP Aisyiyah bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bertandang ke Samarinda untuk memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai stunting secara langsung ke 50 kader Aisyiyah dari perwakilan sejumlah wilayah. Salah satu isu yang ditekankan adalah bahaya dari pemberian kental manis ke balita. 

Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat mengatakan bahwa pihaknya sudah sejak lama bekerja sama dengan Majelis Kesehatan PP Aisyiyah terkait edukasi permasalahan ibu dan anak. Terutama gizi. 

Kali ini, pihaknya menyoroti pemberian kental manis kepada banyak balita. Menurutnya, masih ada sejumlah orangtua yang memberikan kental manis ke anak-anaknya karena salah persepsi. Sebab orangtua masih menganggap kental manis adalah susu. 

"Kalau anak sudah mengonsumsi manis dari kecil, dia tidak mau makan yang lain. Jadinya gizi buruk dan kurang, ujung-ujungnya stunting karena asupan gizi tidak diterima dengan baik oleh anak," ungkap Arif Hidayat, Jumat (6/10/2023) di Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT). 

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan pihaknya, hampir semua anak yang dinyatakan stunting, pernah mengonsumsi kental manis. Faktanya, kental manis adalah gula alias sirop beraroma susu. 

"Tapi masyarakat masih banyak yang belum tahu soal kental manis ini. Selain itu, banyak keluarga yang anaknya mengalami stunting karena rendahnya literasi," sambung Arif Hidayat. 

Menurut Arif Hidayat, ada 3 hal yang memengaruhi stunting, yakni asupan gizi, lingkungan, dan pola asuh. Bahkan ada anak yang berasal dari keluarga berkecukupan, tapi juga stunting. Ternyata masalahnya bukan karena ekonomi, tapi lebih ke pola asuh karena asupan gizinya tak diperhatikan orangtua. 

"Di Kaltim, kami ingin menumbuhkan literasi soal itu. Terutama terkait 3 faktor utama stunting tadi. Kalau literasinya bagus, keluarga yang terindikasi stunting bisa ada perubahan," ujar Arif Hidayat lagi.

Ditambahkan Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Pusat, Chairunnisa atau Nisa bahwa pihaknya sengaja memberikan sosialisasi dan edukasi kepada kader melalui Gerakan Aisyiyah Sehat (GRASS) dalam mencegah stunting. Pihaknya menyambangi Kaltim karena melihat tingkat stunting yang masih cukup tinggi di provinsi ini. Jumlahnya di atas 23 persen. 

"Jadi kami melatih kader kami, mereka akan lakukan tindak lanjut untuk turun ke masyarakat demi cegah stunting. Sasarannya ada calon pengantin, ibu menyusui, ibu hamil," ujar Nisa. 

Nantinya, ada 2 cara yang akan dilakukan para kader Aisyiyah ketika memberikan edukasi soal stunting ke masyarakat. Pertama, secara tatap muka melalui kunjungan rumah ke keluarga yang terindikasi stunting. 

Selain itu, bisa juga lewat kelompok pengajian atau ke anak-anak sekolah agar disampaikan pesan untuk bisa mencegah stunting. Sedangkan yang tidak langsung, sosialisasi sudah pasti dilakukan melalui media sosial. 

Ahli gizi dari RSUD AW Syahranie, Arif Sudarsono (kiri), Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat (tengah), dan Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Pusat, Chairunnisa (kanan berkacamata). (Yasmin/Kaltimtoday.co)

"Jadi nanti kami persiapkan media berbentuk e-flyer. Di situ ada materi terkait bagaimana stunting terjadi dan dampaknya apa. Biasa kami unggah ke WhatsApp, Facebook, dan Instagram," sambung Nisa. 

Lalu ada Ahli Gizi dari RSUD AW Syahranie, Arif Sudarsono mengatakan stunting disebabkan oleh beberapa hal. Mulai dari masalah gizi hingga permasalahan determinan karena penyebab lain. 

"Kalau permasalahan determinan itu banyak keluarga yang masih belum punya jamban. Lalu mereka yang menikah muda. Terlepas dari itu, seorang perempuan yang mau menikah harus paham fondasi untuk menyiapkan diri sebagai ibu dan punya anak," jelas Arif Sudarsono. 

Misalnya, anak berusia 6 bulan masih harus diberikan ASI eksklusif. Jangan justru diberikan makanan dan minuman yang tak sesuai untuk usianya. 

Dia juga melihat, di Kaltim dan khususnya Samarinda telah terjadi pergeseran pola makan. Mulai banyak masyarakat yang tertarik untuk mengonsumsi junk food. Walhasil, tingkat konsumsi buah dan sayar di Kaltim juga semakin rendah. 
 
"Sekarang, yang meningkat justru konsumsi gula dan minyak. Ini berkolerasi dengan pola makan ibu hamil. Stunting itu bisa diketahui dari anak pertama lahir kalau tinggi badannya kurang dari 46 cm," tutupnya.



Berita Lainnya